Rindu
Happy reading!Waktu sudah menunjukkan pukul 9 lewat 10 menit. Aku baru saja menyelesaikan tugas-tugas kuliahku. Aku membuka tasku, lalu aku mencari flashdisk untukku simpan agar besok file-file tersebut bisaku print, sekaligus agar tidak hilang. Aku mencolok flashdisk ke laptopku dan segera menyimpan file-file tugasku. Ketika aku menyimpannya, aku mendapati salah satu file yang isinya penuh dengan foto. Foto bersama keluarga, terutama ibuku. Aku membuka file tersebut. Kulihat beberapa foto. Lalu tiba-tiba aku menjadi teringat beberapa kenanganku dulu bersama ibu.
Aku sudah sangat lama meninggalkan keluargaku karena aku harus kuliah di luar kota, tepatnya di Yogyakarta. Rasanya, sudah enam bulan lebih aku tidak melihat wajah mereka. Aku jadi rindu dengan mereka, terutama dengan wajah senyum ibu.
Ngomong-ngomong tentang ibu, sudah tiga hari ini, aku tidak menghubungi ibu. Aku menjadi rindu dengannya. Rindu dengan suara ibu, rindu ketika ibu menyuruhku agar tidak terlambat makan, rindu dengan pelukan ibu yang hangat. Aku meraih ponselku yang ada di tasku lalu aku mencari nomor telepon ibuku. Aku mencoba untuk menghubungi ibu. Berharap ibu mengangkat teleponku.
Tut... tut... tut...
Tidak ada yang menjawab teleponku. Aku mencoba menelepon ibu lagi. Berharap kalau ibu menjawab panggilan dariku. Setelah beberapa saat, ibu mejawab telepon dariku.
"Hallo?" sapa ibu.
"Hallo bu," sapaku balik ke ibu.
"Nak, sehat-sehat saja disana?" tanya ibu dengan bahagia. Aku tersenyum bisa mendengar suara ibu lagi.
"Baik-baik saja kok bu, kalau ibu gimana?" tanyaku balik tentang kesehatan ibu. Belakang ini, aku sering mendengar ibu batuk kalau berbicara denganku lewat telepon.
"Baik-baik juga kok, uhuk!" kata ibuku lalu batuk dengan suara yang lumayan keras membuatku terkejut.
"Ibu? ibu kenapa?" tanyaku khawatir. Sepertinya batuk ibu semakin parah.
"Gapapa kok nak, namanya juga sudah tua," jawab ibu.
"Oh serius kan, hoam," kataku sambil menguap cukup keras.
"Kamu sudah capek ya? tidur dulu nak, ibu juga butuh istirahat uhuk," kata ibu.
"Iya deh bu, selamat malam bu."
"Selamat malam nak, mimpi indah ya."
"Iya bu," aku tersenyum lalu aku menutup teleponku. Sebenarnya aku sudah sangat lelah dan ingin tidur. Tapi, aku sedang ingin memandang langit.
Aku keluar dan melihat ke atas langit. Udara di malam hari sangat dingin. Langit malam dihiasi sangat banyak bintang yang gemerlap. Aku jadi teringat kalau dulu aku sangat menyukai bintang. Setiap malam, aku selalu memandangi bintang lewat jendela cukup lama, dan selalu ditemani oleh ibu. Aku tersenyum begitu aku mengingat momen-momen ketika aku masih kecil.
Aku kembali ke kamarku. Memutuskan untuk tidur sekarang. Mencoba menutup mata. Namun ada panggilan telepon yang membuatku terbangun sejenak, lalu aku menjawab telepon tersebut. Ternyata itu Raisa, adikku yang ada di Bandung. Sedang apa Raisa meneleponku malam-malam begini?
"Hallo?" sapaku ke adikku. Aku mendengar suara tangisannya. Astaga, serius ada apa ini?
"Hallo, dik? kenapa?" tanyaku penasaran. Sungguh, aku semakin khawatir karena adikku menangis begitu sedih.
"Ha.. lo.. kak," katanya bersusah payah karena menangis.
"Kenapa dik? ada apa?" kataku semakin penasaran.
Setelah mendengar kabar dari adikku. Seketika, aku merasa tidak bisa bergerak. Aku terkejut bukan main. Aku mematung di tempat. Rasanya, nafasku tidak bisa diatur. Aku mulai merasakan air mataku mulai jatuh. Tanpa basa-basi, aku langsung memesan tiket menuju Bandung. Ingin sekali rasanya bisa langsung berada disana.
Dalam perjalanan, aku membayangkan ibu yang selalu menjagaku, ibu yang selalu mengkhawatirkanku, ibu yang selalu merawatku. Tidak terasa, air mataku perlahan membasahi pipiku. Aku benar-benar rindu dan menghawatirkan kondisi ibuku sekarang.
Setibanya dibandara sana, aku langsung menuju rumah sakit seperti yang adikku telah sampaikan ketika aku meneleponnya. Aku bergegas mencari taksi dan segera kesana. Berharap kalau aku masih bisa melihat ibuku lagi.
Jalanan sangat macet saat ini. Sial, kenapa harus saat-saat ini jalanan macet. Aku berusaha menenangkan diriku. Namun, aku tidak bisa. Rasanya diriku ini sangat tidak tenang.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya aku sampai di rumah sakit. Aku langsung menuju ke kamar ibuku berada. Setelah tiba di depan pintu, aku melihat adikku dan ayahku menangis melalui pintu kaca, lalu segeraku buka pintu. Aku mematung ditempat. Ternyata ibu sudah tiada.
Ketika aku berbicara dengan adikku melalui telepon, aku mendengar kalau ibuku pingsan tak berdaya ketika sedang berjalan menuju kamarnya.
Aku mulai menangis. Kalau saja, aku lebih sering menelepon Ibuku, lebih sering berbicara dengan ibuku, kalau saja aku tidak sibuk dengan Tugas-tugasku. Aku mulai meyalahkan diriku. Selama ini, ibu ternyata mengidam penyakit serius dan aku tidak mengetahuinya? Anak macam apa aku ini?
Pukul 9 lewat 15 menit. Iya, saat itulah terakhir kalinya aku menelepon ibu. Saat itulah terakhir kalinya aku mendengar suara ibu. Semua ini, sudah terlambat.
"Ibu!" aku menangis dengan sangat keras. Tidak terasa, air mataku sudah membasahi pipiku.
Aku ingin sekali mendengar ibu tertawa. Aku ingin melihat ibu tersenyum kembali. Andai saja, waktu bisa terulang.
Ibu, aku rindu...