Semi

26 0 1
                                    

'BRAKKKK!!!'

Seperti biasa pintu apartemen itu tak pernah terbuka secara halus dan muncul teriakan berisik menyusul setelahnya.

"BRENGSEK!!! KAU MAU MEMBUNUHKU YA? MENGIRIMKU KE SARANG ULAR TANPA MMBERIKU PENAWARNYA!!!"

dan 'BUAKKKK!!' satu lagi barang terdorong menatap tembok. Meja di depan seorang yang tengah duduk dikursinya.

"Oi oi ubahlah sedikit hobi merusak propertiku, ini barang mahal tau. Kupotong gajimu kalau sampai rusak hn?"

"Memangnya kau pernah menggajiku?? Mana bayaranku? Aku lapar aku mau makan!"

"Huh? Direkeningku." jawab si boss masih santai.

"Sudah kubilang berapa kali bukain aku rekening sendiri. Kau memang niat membuatku jadi gelandangan ya? Dasar om om PELIT!!!"

Sosok yang dibilang om om itu, Iwanishi. Manajer "pembunuh"nya. Sepertinya cuma dia yang bisa bertindak tenang di dekat cowo berisik yang bisa mengacungkan pisau pada siapapun dan dimanapun tanpa pandang bulu. Hm... dulunya, sekarang dia pro kok. Jadi hanya pada target walau tak menutup kemungkinan kalau cowo itu kesal bisa saja dia main-main lempar pisau sedikit.

"Kau berisik sekali sih. Dasar semi."

Semi, nama sang pembunuh bayaran muda dan juga... tonggeret berisik dimusim panas. Haha...

"Bagaimana kalau mengucap salam dulu? Okaeri. Otsukaresama." Om itu tau-tau sudah didepannya dan menepuk kepalanya pelan.

"Ah, darah semua... Mandi dulu baru makan? Ayo!"

Iwanishi menariknya ke kamar mandi. Baju kotor sudah menumpuk disudut keranjang. Kalau beruntung darah-darah itu bisa dibersihkan. Kalau keburu mengering tinggal buang dan beli lagi. Hhh... boros pakaian juga punya kerjaan sebagai pembunuh bayaran ngomong-ngomong.

Sambil menyalakan kran Iwanishi memperingatkan,

"Jangan coba-coba mengarahkan shower padaku. Aku sudah mandi."

"Siapa suruh kau ikutan masuk?!! Kamar mandi tempat air. Tidur di kasurmu sana kalau tidak mau basah brengsek!"

"Oh tentu. Nanti, bersamamu."

'Blushhh'

"IWANISHI BEGO!!!' pengen teriak begitu tapi teriakannya tak keluar.
Brrr... percikan air tiba-tiba dikepalanya membuatnya bergidik dngin. Air shower sudah mengguyurnya dari atas. Setelah itu wewangian shampoo menyusul dengan tangan seorang membantunya. Relationship yang... entahlah. Kalau bukan Nishi pasti orang itu sudah mati sekarang karena berani menyentuhnya.

Nishi berbaik hati membantu merawat rambut pirang cokelat panjang indah milik Semi. Sebagai reward karena dia berhasil pulang dengan selamat dan misi selesai. Selain dibalik alasan... rambut itu bakalan mahal jika dijual. Bersama kepalanya. Dan dia tak lagi melontarkan candaan itu atau nyawanya akan benar-benar melayang.

"Selesaiiii... sisanya urus sendiri."

"Siapa juga yang menyuruhmu blablabla.." gerutuan tanpa teriakan itu terdengar lagi.

"Bagaimana kalau ucapan terimakasih? Lebih pendek daripada kau menggerutu begitu."

Aaaaaa!!! Om om itu beneran menguji kesabarannya. Hampir dia mau melempar gagang shower selagi masih dalam jangkauan lempar. Tapi tidak jadi begitu  ia tahu Nishi sudah menyiapkan bak hangat dengan aromatheraphy untuk berendam dan keluar setelahnya.

"Te...rima.... NISHI BEGOO!!!"

Beberapa menit kemudian Semi keluar mengenakan bathrobenya. Dia mencium bau enak dan langsung lari ke dapur. Begitu melihat roti bawang hangat itu menguarkan bau sedap tangannya tak mau berhenti untuk duduk dulu tapi langsung mencomot... tadinya sih niatnya begitu,

"Eiitttss!!! Sini!"

Tapi Iwanishi menariknya duduk dikursi. Misinya melahap roti itu gagal sebelum dia berhasil meraihnya. Kotak p3k sudah ada di depan meja makan.

"Kau lupa mukamu penuh goresan luka?"

"Nanti juga sembuh sendri." ujarnya cuek.

"Bayaranmu kupotong kalau kau tak bisa mengurus dirimu sendiri Semi."

"Sudah kubilang KAPAN KAU MEMBAYARKU?!!"

"Rumah, pakaian, listrik, air, makan..."

"ARRGGHH TERSERAH KAU SAJA CEPAT SELESAIKAN AKU LAPAR!!"

"Tidak perlu berteriak anak nakal. Kupingku bisa tambah sakit. Kau lupa aku sudah tua?"

"Tua, pelit, jelek, nggak punya pacar hehe." cengirnya mengejek bahagia.

"Awww!!" teriaknya setelah Iwanishi menekan lukanya agak keras dengan obat antibiotik. Bisa-bisanya juga dia sabar mengurus, memanajeri bocah cerewet tak tahu sopan santun sepertinya.

"Sudah." Dan kini beberapa plester bertengger di wajah dan tangan Semi. Untungnya anak itu mempunyai daya sembuh yang luar biasa.

"Sudah? Apa lagi? Aku sudah boleh makan kan?"

"Berdoa dlu."

"Memangnya aku butuh berdoa kalau mau membunuh orang?"

"Hhhh..." Iwanishi mengehela nafas, menangkupkan tangannya lalu berujar,

"Itadakimasu." Meski menggerutu Semi mengikutinya. Rasanya... lebih baik daripada di rumah lamanya. Dia merasa kalau inilah yang baru bisa disebut rumah. Sekalipun Om itu berusaha membunuhnya puluhan kali kalau ada job datang. Menyuruh seenaknya nggak ingat waktu. Tapi dia bersyukur, karena dia selalu selamat dan tak kan mati semudah itu. Yang paling penting,  ada yang menunggunya setelah dia pulang.

Segala babibu itu membuatnya jutaan kali lebih lapar. Dan Semi bisa menggunakan dua tangannya untuk mengambil makanan yang berbeda. Memasukan cepat bergantian kemulutnya sampai penuh. Tetap saja rasanya dia tak ada kesulitan menelannya.

"Mulutmu lebar juga ya, harusnya kau gunakan membantu orang lain."

Bodo amat dengan om mesum yang selalu mengomentarinya. Sekarang bagi Semi makan dulu sampai kenyang. Sedikit ia berpkir Iwanishi baik sekali memesankan banyak makanan tanpa dia harus mengemis minta uang makan dijalanan atau mini market.

Ah.. tidak juga, lagi pula dia juga tak membawa uang sepersen pun. Om it korupsi terlalu banyak. Tapi kenapa rasanya Semi bisa-bisa saja mempercayakan pundi-pundi jerih payahnya padanya? Aaa.. mungkin karena Nishi yang mau menerimanya. Lagipula hidup seperti ini tak buruk juga dibanding dia harus berkeliaran di jalan. Semisal Semi minta dibelikan ini itu pun pasti juga boleh. Sayangnya Semi tak butuh menghambur-hamburkan uang. Dia cuma butuh makan dan rumah.

"Kau bisa jadi babi kalau makan seperti itu. Gemuk bakalan mempersulit pekerjaanmu lho... Hahaha..."

'SRAAAASSHHH!!!'
Pisau steak di tangan Semi menghilang. Sudah tertancap di tembok belakang Iwanishi. Tepat di samping pipinya. Sengaja diplesetkan untuk peringatan, 'jangan. coba-coba. menggangguku.'

"Kau nggak asik Semi."

"Tapi tak apa... kita olahraga setelah ini." Senyum yang sudah mengarah ke smirk diwajah om itu sangaaatttt menyebaaalkaaannn pikirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang