Rants

408 62 2
                                    

have you ever had the feeling to rant something about your shitty anxiety? Well, Dear....

(Please leave before judge this work. It is a shitty anxiety stuff with different approximation)

Donghyuck!Anxiety au!

Dont Like Dont Read

0000

.
.

Jika ada yang bertanya apakah aku punya mimpi, maka jawabannya tentu saja iya. Tidak ada satupun orang di dunia ini yang tak memiliki mimpi sekalipun ia berkata bahwa ia tak mempunyainya dan terlalu kecewa dengan kehidupan ini.

Aku pun demikian.

Aku kecewa? Tentu saja. Sayangnya memikirkan untuk menyerah dan memilih mati bukanlah hal yang aku inginkan. 

Iya aku bosan dengan dunia ini, karena aku tak bisa lari karenanya.

Iya aku tak menyukai semua orang di sekitarku, tapi banyak hal yang belum aku ketahui mengenai seluruh alam semesta.

Pun iya aku takut mati, karena aku tak mau menunggu begitu lama.

Di dunia ini aku membenci banyak sekali orang. Orang yang bisa selalu memaafkan meskipun mereka di lukai berulang kali. Orang yang masih bisa tersenyum walau keadaan mencekik mereka. Orang yang masih bisa menebar kebahagiaan walaupun hati terdalam mereka tengah remuk redam.

Aku membenci mereka. Mungkin orang-orang yang mengetahui ini akan langsung berkata kalau aku hanya cemburu, walau memang nyatanya aku tak mencoba munafik dan berkata aku tidak. Sayangnya, rasa gagal dalam melindungi mereka adalah sebuah hal yang paling aku rasakan.

Dadaku sesak. Aku takut. Bagaimana jika orang jahat itu terus melukai dan melukai yang lainnya. Bagaimana jika aku juga dilukai mereka suatu saat nanti tanpa aku sadari bahwa aku tengah terluka.

Aku takut. Bahkan untuk sekedar melihat keluar dan memandang wajah orang yang bahkan tak menghiraukanku pun sudah membuat keringat dingin meluncur begitu saja di dahiku. Wajahku basah. Dadaku berdegup kencang. Aku hanya keluar selangkah tapi aku seperti tengah dikejar seorang serial killer berpuluh-puluh kilometre jauhnya.

"...hyuck?"

Mengerjap. Aku menoleh ke samping arah bahu kananku yang ditepuk. Aku melihat seorang kawanku tersenyum padaku. Bertanya apakah aku oke dan tak apa jika pergi dengan mereka sore itu.

Aku menarik napasku. Menghembuskannya perlahan. Menggigit bibir bawahku kecil sebelum kemudian menggeleng lemah.

"Maaf." Kataku sekali lagi. Diikuti alasan cliché bahwa aku tengah tak enak badan.

Mereka tersenyum maklum. Sekali lagi. Membuatku berpikir bahwa dalam hati mereka pasti berkata bahwa mereka sudah muak dengan alasanku, lalu tertawa senang karena aku takkan menjadi beban mereka lagi karena setelahnya mereka tak perlu repot-repot mengajakku dalam berbagai rencana menyenangkan mereka.

Meninggalkanku yang kembali masuk ke dalam temaram

Dia✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang