Mi Casa

511 58 17
                                    

"Papii."

"Hm?"

"Menurutmu, apa yang lebih besar dari cinta?"

"Yang lebih besar dari cinta?" Hening menyapu keadaan sejenak. "...tidak ada."

Ia merasakan wajahnya membentuk sebuah senyuman simpul sebelum melanjutkan ucapannya.

"Cinta itu tak terhingga. Dia tidak bisa ditandingi oleh kekuatan apapun; sebesar apapun itu. Karena cinta, tidak butuh apapun selain rasa cinta itu sendiri."

"..."

"Kalau menurutmu?"

"Menurutku?"

Kepalanya mengangguk. "Apa definisi cinta itu?"

Entah mengapa ia bisa merasakan pria di hadapannya tengah tersenyum.

"Menurutku, cinta itu seperti rumah."

"..."

"Karena ia selalu tahu dimana tempatnya berpulang, seberapa jauh cinta itu pergi."

*

Off membuka matanya, menatap langit-langit kamarnya dengan nyalang. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya, disusul oleh rasa perih yang kian terasa di dadanya. Seperti ada beribu-ribu jarum menerjang ulu hatinya, menusuk setiap relung terkecil di dalamnya sehingga hanya rasa sakit yang tersisa.

Mimpi itu lagi.

Sudah beberapa hari ini pria itu terus bermimpi aneh. Percakapannya memang tak selalu sama, namun ia tahu orang yang ada di dalam mimpinya adalah orang yang sama—walau ia tidak pernah berhasil melihat wajah sang empunya suara karena sebuah cahaya putih menghalanginya.

Off tidak tahu apa arti dibalik mimpi itu. Setiap kali ia bangun, ia selalu merasakan hal yang sama. Hatinya serasa diremas-remas; dan tanpa ia sadari bulir air mata jatuh dengan sendirinya. Seperti ada lubang yang menganga di tengah-tengah hatinya, menyisakan rasa kebas yang menyiksa. Seperti ada sesuatu yang hilang—hampa.

Kadang-kadang ia tenggelam dalam pikirannya, berusaha menerka-nerka apa yang sebenarnya ingin disampaikan kepadanya lewat mimpi itu. Apa sebenarnya sesuatu yang hilang itu; dan apa korelasinya dengan hidupnya saat ini? Apakah ia melewatkan sesuatu yang tak seharusnya ia lewatkan? Apakah ia baru saja mendapatkan peringatan akan sesuatu?

...atau apakah semuanya itu hanyalah sebuah kondisi psikologis yang bisa dijelaskan secara ilmiah?

Namun jawabannya tak pernah ia temukan.

Ujung-ujungnya, Ia harus rela terlambat kuliah karena terlalu lama termangu diatas kasurnya—seperti saat ini, misalnya.

Kampusnya tidak jauh. Biasanya ia hanya perlu berjalan beberapa ratus meter dari condonya, dan dalam waktu kurang dari sepuluh menit tubuhnya sudah berada di dalam kelas. Namun sayangnya itu tidak berlaku untuk beberapa hari belakangan ini, khususnya hari ini—karena ia harus berlari lagi semenjak jam kuliah pertamanya sudah dimulai sejak, yah, kira-kira lima belas menit yang lalu.

Seakan-akan keterlambatannya bukan hal yang cukup buruk, langit memutuskan untuk mencurahkan hujan disaat ia baru menempuh seperempat jalan.

Sepertinya semesta sedang tidak berpihak padanya.

Off mencari tempat berteduh sebelum hujan membuat seluruh tubuhnya basah kuyup. Gedung kampus sudah terlihat dari sini, tinggal beberapa meter lagi dan ia akan tiba disana. Setelah menunggu beberapa menit dan tidak ada sedikitpun tanda-tanda menyenangkan dari langit, Off pun membongkar isi tasnya, mencari sesuatu yang sekiranya bisa melindungi tubuhnya dari terpaan hujan. Ia tidak punya banyak waktu jika tidak ingin berakhir di cafetaria kampus dan kehilangan nilai tugas serta absensinya.

OblivionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang