Episode 1

26 4 0
                                    

Mentari pagi menyinari Bumi. Cahaya matahari yang terang menembus gordyn kamarku. Aku bersiap-siap menuju mobil dan berangkat ke sekolah. Sesampainya aku segera menaiki tangga dan berlari kecil menuju kelasku. Aku meletakkan sepatuku di rak dan memasuki kelasku. Aku meletakkan tas ranselku di loker, dan duduk di lantai keramik tempat teman-temanku berkumpul untuk mengobrol. "Shera!" Teriak sahabatku, Karin. "Haii.." balasku dengan lesu. "Kamu kenapa?" Tanya Karin dengan nada khawatir. "Tidak ada apa-apa, Kar." Jawabku sambil tersenyum terpaksa. "Ra, Kalau kamu lagi ada pikiran pasti seperti ini. Jujur, Ra.." ucapnya menatapku. "Ayolah..." Karin memberikan tatapan memelasnya. "Baik, baik...." jawabku dengan malas. "Aku hanya pusing sedikit, Kar. Tidak ada yang harus di khawatirkan." Aku meremas tangan kiriku. "Mau ke UKS, Ra?" Balas Karin dengan wajah khawatir. "Tidak usah..." aku menolak.

"Anak-anak, ayo duduk di kursi masing-masing!" Teriak guru kami. Kami semua menduduki kursi kami.

***

Hujan yang deras mengguyur sekolah kami. Terdengar petir yang memekakkan telinga. Tetapi aku mencoba untuk tetap tenang. Setiap ada suara petir yang menggelegar ada beberapa dari temanku yang berteriak. Aduh! pengang sekali telingaku. Teman-temanku bebas berteriak. Guru kami sedang tidak berada di kelas. Jadi kelas kami seperti berubah menjadi taman kanak-kanak yang banyak sekali anak kecil berlarian sambil berteriak. "CTARR" Suara petir terdengar, di susul teriakan teman-temanku.

Aku melangkah keluar kelas. "Ra! Mau ngapain?! Masih deras lhoo!" Terdengar suara salah satu dari temanku yang berteriak. "Mau keluar saja." Jawabku dengan singkat. Di luar aku merasa lebih tenang. Ada seseorang keluar kelas. Tetapi itu bukan dari kelasku. Itu anak dari kelas 10 yang terpisah dari kelasku karena ada tangga dan juga kamar mandi yang memisahkannya.

Aku menoleh, memperhatikan anak tersebut. Anak lelaki dengan tubuh tinggi keluar dari kelasnya dengan langkah gontai. Dia hanya memandangi hujan. Dan aku tetap mendengarkan suara hujan. Tiba-tiba ada suara bergemuruh dan di susul oleh petir. Ku pikir itu hanya petir biasa. Tetapi.. tidak mungkin ini adalah petir biasa. Petir tersebut menyambar tubuhku. Aku merasa ada alira petir mengaliri tubuhku. Tetapi anehnya aku tidak merasa sakit. Setelah petir itu tidak menyambarku lagi aku melihat listrik menjalar di tubuhku.

Aku sangat bingung dengan kejadian yang baru saja terjadi. Listrik yang menjalar di tubuhku menghilang. Aku merasa tubuhku berubah menjadi sangat ringan. Aku tidak bisa mengendalikan keseimbangan tubuhku lagi dan akhirnya pun terjatuh di lantai keramik sekolah. Tetapi aku tidak pingsan. Aku hanya sangat kaget hingga kaki ku bergemetaran dan tidak dapat menjaga keseimbangan tubuhku. Aku berusaha untuk bangkit dari posisiku dan berdiri. Sangat sulit untuk melakukannya. Aku pun harus bersandar pada dinding di sampingku. Aku melihat ke arah seorang lelaki yang tadi keluar dari kelasnya juga. Tetapi, rambutnya terlihat sangat basah. Baju dan seragamnya pun ikut basah kuyup. Tetapi aku tidak memiliki waktu untuk mencari tahu apa yang terjadi padanya. Karena aku juga memiliki masalah.

Aku berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamar mandi. Aku menatap pentulan tubuhku di cermin kamar mandi tersebut. Aku melihat pantulan tersebut, tidak percaya pada apa yang telah di lihat oleh mataku. Wajahku bersinar seperti bintang Alpha Arietis. Ada bayangan yang menyerupai bintang tersebut di wajahku. Bintang tersebut adalah bintang yang paling terang di bagian bintang Aries dibagian dahi dan bisa disebut bintang hamal. Cahaya itu memancar dari seluruh bagian wajahku. Aku sangat ketakutan. Aku menyiram wajahku dengan air. Dan aku akhirnya menyerah. Siapa tahu tidak ada yang menyadarinya. Aku keluar dari kamar mandi dan menemukan lelaki yang tadi berdiri di depan kamar mandi perempuan. "Kamu kenapa?" Tanya lelaki tersebut. "Kamu sendiri kenapa?" Aku harus cepat kembali ke kelas. "Hhh... ya sudah aku mau kembali ke kelas." Aku meninggalkannya. Dia hanya melihatku berjalan hingga masuk ke kelasku. "Dia kenapa ya? Kenapa dia tiba-tiba basah? Kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti itu?" Pikirku.
Di kelasku, wajahku sudah tidak bersinar lagi. Tetapi masih ada beberapa bekas dari sinar itu. "Ra, kenapa wajahmu bersinar?" Aku menoleh mendengar itu. "Karin?" Aku heran menatapnya. Dia tahu dari mana? "Tidak ada apa-apa." Jawabku dengan cepat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang