foolest

5 1 0
                                    

"Kabarnya Bagas gimana, Nda?"

Aku yang mendengar pertanyaan itu langsung saja menghentikan kegiatannya.

"Lu masih sama Bagas kan, Nda?"Tanya Kinar, temanku.

Aku yang tidak bisa melakukan apa-apa, hanya menggelengkan kepala saja. Sambil tetap memfokuskan pandanganku kearah televisi didepannya.

"Loh kenapa? Bagas selingkuh atau apa?"

Lagi-lagi, aku hanya menggelengkan kepalanya.

"Terus karena apa? Gak mungkin lu yang selingkuh kan,"

"Restu,Ki."

"Gue nyerah." Lanjutku seraya menunduk.

Kinar yang mengetahuinya pun ikut terdiam dan tak membahasnya lagi.

Aku terdiam dengan seribu pikiran yang memasuki kedalam pikiranku. Ia menjadi teringat dengan laki-laki yang sudah bukan milikku lagi itu. Aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri bahwa aku merindukan Bagas, aku sangat merindukannya.

Memang aku masih dapat menemukan Bagas di sekelilingku. Ia masih bisa melihat Bagas karena memang kami berada dalam satu kampus yang sama. Tetapi aku masih belum bisa seberani itu untuk menampakan wajahku didepan Bagas. Aku masih saja, menghindari Bagas. Aku tidak bisa berbohong bahwa aku masih merasa terluka dan juga masih merasa bersalah akan keputusan yang pernah ku ambil saat itu.

Perasaan aku menjadi tidak enak setelah percakapan itu. Kinar yang melihat bahwa ia sudah merubah mood sahabatnya itupun memilih untuk pulang. Kinar merasa tidak enak hati karena sudah mengungkit masalah percintaan antara aku dan Bagas. Kinar sangat mengerti sekali apa yang harus dia lakukan, sekarang bukanlah waktu ia untuk mengucapkan maaf. Tetapi membiarkanku menjadi lebih tenang dan setelah itu baru ia meminta maaf kepadaku.

Sepulangnya Kinar, Aku hanya terus termangu diam dengan televisi yang masih menyala. Pikiranku sangatlah kacau saat ini. Masa-masa dimana terakhir mereka berbicara seriuspun, terbayang lagi di kepalaku. Ia ingat bagaimana tegangnya suasana saat itu.

Aku merindukan Bagas. Tetapi aku juga tahu, bahwa semuanya sudah tidak baik-baik saja. Hubungannya sudah kandas sejak malam itu. Dimana aku yang memilih mundur dan pergi.

**

Pikiran aku masih sedikit kacau walaupun tidak sekacau tadi malam. Kebiasaanku jika mood sedang tidak enak, aku akan pergi ke perpustakaan dan berdiam disana. aku lebih memilih untuk jauh dari keramaian. aku sedang duduk di ujung perpustakaan dengan buku novel ditangan. aku sedang dalam target menyelesaikan buku dari salah satu pengarang favoriteku. Buku berjudul "Architecture of love" karya Ika Natassa ini sedang ku baca sejak beberapa hari lalu. Tapi kali ini, aku tidak bisa fokus. Bagas selalu muncul dipikiranku dan kenangan kami di perpustakaan ini. Dimana Bagas yang selalu sukarela meluangkan waktunya untuk menemani Aku membaca buku-buku kesukaanku itu.

"Nda?"

Kegiatan membacaku langsung saja terhenti. aku mengenal suara yang baru saja memanggilku itu, aku sangat mengenalnya. aku hanya terpaku dengan tatapan ke buku yang sedang ada di genggamanku. Aku yang penakut ini, memberanikan diri untuk mengangkat kepala, untuk melihat seseorang yang baru saja memanggilku.

"Boleh duduk disini?"

Benar, lelaki itu Bagas. Bagas Baskoro.

Aku yang masih terpaku, hanya membalasnya dengan anggukan.

Entah apa yang harus akulakukan sekarang. Lelaki yang sangat aku ingin hindari tetapi sangat aku rindukan kini ada didepannya.

"Apa kabar, Nda?" Tanya lelaki itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BANDA / short storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang