'Mawar yang berwarna peach melambangkan kesopanan.
Keindahan elegan mawar peach mengindikasikan blush lembut
bagi seorang gadis.
Warna mawar ini berbicara tentang keseriusan, kemurnian dan kepolosan.'~ My Flower ~
Ting
Suara pintu sebuah toko bunga terbuka, masuklah wanita cantik dengan napas yang masih memburu. Dia merupakan pemilik dari toko bunga tersebut.
"Astaga, gimana Kirana bisa lupa sama barangnya sendiri sih, kan Ara capek harus bolak balik kesini!" Ucapnya dengan napas yang tidak beraturan.
Ya, siapa lagi kalau bukan Zahra Dirgantara, gadis yang sering dipanggil Ara.
Wanita kelahiran Bandung yang namanya sedang dipuji-puji seantero sekolah karena diusianya yang terbilang muda sudah memiliki usaha toko bunga sendiri.
Namun, karena sifat dan tingkah lakunya yang terbilang cukup magic itu, membuat beberapa orang tidak percaya akan pencapaian yang dia peroleh.
Kini wanita itu sedang merutuki sahabatnya sendiri yang amat ceroboh karena meninggalkan dompetnya di toko bunga miliknya.
"Ini kalau bukan sahabatnya Ara sendiri teh udah Ara tendang dia sampe ke laut! Ah, nyebelin banget." Racaunya sendiri setelah menemukan dompet sahabatnya yang ternyata ada di atas meja kasir toko.
Setelah mendapatkan barang yang dia cari, Ara segera keluar dari toko dan langsung menuju sekolahnya.
***
Saat sudah dekat dengan sekolahnya, bahkan tinggal beberapa langkah saja dia sudah bisa memasuki area parkiran sekolah, tiba-tiba langkahnya terhenti setelah melihat begitu padatnya parkiran dengan para siswa siswi yang keluar masuk sekolah. Dan detik berikutnya dia spontan menatap langit.
Ternyata matahari memang sudah mulai merambat ke barat, yang artinya sebentar lagi kelas ekstrakulikulernya akan dimulai.
"Kenapa disini panas banget sih. Biasanya juga kan sejuk. Ini cuacanya suka labil deh, Ara ngga suka." ucapnya sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahnya.
Gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri berharap menemukan sahabat yang dia cari. Namun nihil, tak ada tanda-tanda bahwa yang dia cari ada disini.
Ara melirik arloji yang dia kenakan, dan seketika langsung mematung melihat kenyataan bahwa dia sudah terlambat untuk mengikuti ekstrakulikuler.
"Aduh, gimana ini udah jam segini. Pasti Ara nanti kena marah sama kakak pelatih," ucapnya khawatir.
Tanpa ba-bi-bu lagi, gadis itu segera berlari menuju ruangan Multimedia untuk mengikuti ekstrakurikuler.
***
Sesampainya di depan pintu, Ara tidak langsung masuk. Dia takut dan malu jika kakak pelatihnya akan memarahinya karena telat.
"Masuk, nggak, masuk, nggak, masuk " ucapnya sambil menghitung jumlah kancing pada bajunya.
"Argh, ini semua gara-gara Kirana! Coba Kirana tadi ngga ninggalin dompetnya, pasti kan Ara sudah bisa masuk kelas sekarang." Ucapnya frustasi. Sambil menimbang lagi, gadis itu akhirnya menyerah dan langsung duduk di kursi depan ruang multimedia.
Tanpa Ara sadari, sedaritadi ada sepasang mata yang melihatnya dengan kening berkerut. Tak mau memperdulikan lebih jauh lagi, orang itu segera melangkahkan kakinya ke ruang multimedia tanpa menghiraukan Ara.
"Permisi, " langkah kaki panjang itu terhenti tepat ketika dia hendak memutar knop pintu ruangan.
Merasa terpanggil, orang itu memutar badannya untuk melihat siapa yang menginterupsi langkahnya.
