1. I'm only me when I'm with You

551 51 5
                                    

Yoongi datang ke komplek pemakaman itu di hari yang tepat. Mataharinya tidak menyengat terik, anginnya berhembus pelan serta tidak ada awan mendung. Semuanya terlihat terang dan damai, itu bisa membantu Yoongi untuk memandang batu nisan ayahnya lebih jelas. Melihat batu itu lebih jelas membuatnya semakin membenci ayahnya.

Meletakkan satu buket bunga di depan batu nisan itu, Yoongi merenung sebentar. Setiap bulan di tanggal yang sama, Yoongi akan selalu datang kesini, hanya berdiri tak mengatakan apapun. Hanya memandang ukiran nama Min Sung Woong membuat sesuatu dalam dada Yoongi bergejolak hebat, sebuah perasaan mendidih benci yang tak surut. Yoongi tidak tahu, untuk apa dia datang kemari, untuk mensyukuri bahwa orang ini sudah mati atau mendoakan agar dia membusuk di neraka.

Yoongi tidak tahu.

Pria itu masih betah berdiri disana, kadang menghembuskan nafas berat dan menumpukan berat badan di kaki lainnya. Tak ada yang mengeluarkan suara, untuk Yoongi ayahnya hidup atau mati sama saja. Tidak ada kata yang tertukar bagi mereka, hanya tindakan yang terlihat. Begitulah Yoongi tumbuh, berdiri dengan kedua kakinya sekarang, tidak dengan ucapan kasih sayang dari ayahnya. Hanya ayunan tangan dan segala hal yang Yoongi tidak akan pernah lupakan.

"Dua puluh menit." Sebuah suara mengejutkan Yoongi yang berada dalam mimpi siang harinya, ia menoleh dan mendapati seorang pemuda lain berdiri di sampingnya dan menatap nisan itu dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Tidak, tunggu, Yoongi tahu pandangan apa yang tengah dilontarkan Im Jaebum pada nisan ayahnya.

Marah dan jijik.

"Kau harus berhenti menatap kuburan dengan pandangan begitu," Yoongi beranjak pergi diikuti Jaebum disampingnya, tidak menoleh sebentar pun, "dia tidak akan hidup kembali."

Jaebum tidak mengatakan apapun, hanya mendengus pelan. Yoongi berterimakasih dia tidak bertanya meskipun dia harus selalu menemani Yoongi setiap bulannya datang kemari, karena Yoongi sendiri tidak yakin dia punya jawaban yang tepat.

"Jimin menunggumu, hyung, kurasa kita harus segera ke tokonya setelah ini," kata Jaebum saat mereka memasuki tempat parkir. Yoongi hanya mengangguk.

"Mampir ke Panda Express dulu?" tawar Jaebum saat membuka pintu mobil untuk Yoongi. Lelaki yang lebih tua itu terkekeh.

"Jimin akan marah kalau kita bawa makanan cepat saji begitu, kita mampir beli kopi karena aku yakin Jimin sudah memasak untuk makan siang," Yoongi menyingkap sedikit ujung jasnya, memperlihatkan Rolexnya menunjuk pukul setengah satu siang, "dan bilang pada Lisa untuk menyusul karena rasanya kudengar hari ini dia pulang cepat."

Jaebum hanya mengangguk dan menutup pintu Yoongi saat dia sudah masuk. Memutari mobil sembari memberi pesan pada Lalisa untuk menyusul mereka ke toko bunga di tengah kota.

Hiruk pikuk keramaian semakin terasa ketika Jaebum menyetir mobil mereka mulai memasuki tengah kota, Yoongi menikmati keramaian ini sebentar. Meskipun ia tidak bisa mendengar apa yang didengungkan atau dibicarakan bahkan diteriakkan orang-orang di luar sana, Yoongi merasa perasaannya membaik ketika ia melihat banyak kesibukan. Setelah keluar dari komplek pemakaman, Yoongi akan selalu merasa seperti ini. Keheningan mencekik tenggorokannya, ia tahu tidak ada yang hidup di tempat itu. Tapi kenangannya akan selalu hidup dan Yoongi tidak merasa nyaman untuk berada di dalamnya.

"Minyoung noona berkata kau harus kembali sebelum pukul tiga, hyung," Jaebum menatap bayangan Yoongi dari kaca tengah mobil, "dia bilang ada yang mau menemuimu."

Yoongi berdehem sebentar. "Para investor dari Jepang."

Jaebum terlampau tahu kalau itu bukan hanya para investor, apalagi Jepang adalah negara yang cukup terikat erat dengan Yoongi—mengingat kakeknya masih berdiam di negara itu. Tentu Jaebum tahu bahwa para investor itu tidak datang tanpa pesan.

Delicate : you must like me for me.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang