Sebuah Mula

7 0 0
                                    


Aku sedang menyusun sebuah potongan teka-teki.

Aku hampir berhasil. Potongan teka-teki itu mengarah pada sebuah gambar gunung dengan salju putih di puncaknya: Gunung Himalaya. Salju itu tidak semuanya tampak karena aku kehilangan beberapa potong gambar.

Seharusnya aku mencari potongan lainnya, tetapi tidak kulakukan. Kutuangkan potongan-potongan kertas itu ke tempatnya. Lalu, memasukkannya ke dalam kardus dan kusimpan di bawah tempat tidurku.

Kurebahkan tubuhku. Kutarik ke bawah kulit yang menutupi kedua pasang mataku. Ponsel pintarku memberikan isyarat suara 'ding' pertanda ada kabar dari facebook.

Itulah yang kutunggu!

Kutarik kembali kulit yang menjadi tirai sepasang mataku ke atas. Seperti sebuah refleks, tanpa menunggu perintah, seketika jari telunjukku menggesek layar. Kutemukan sebuah angka 1 berwarna merah di atas pojok kanan kotak pesan. Itu berarti seseorang di suatu tempat telah mengirimi sebuah pesan untukku.

Namanya adalah Shafiyyah. Sebuah nama yang singkat dan sederhana. Teman sekelasku itu baru saja mengirimi sebuah pesan melalui inbox: waalaikum salam wr.wb. Terima kasih atas kiriman puisinya. Sangat bagus. Kenapa kau selalu mengelak ketika kutanya identitasmu? Tapi, tidak apa-apa itu adalah hakmu. Aku tidak akan memaksa. Namun, bukankah sebuah persahabatan akan semakin baik bila saling mengenal? Assalamulaikum wr.wb.

Aku selalu menyukai tiap kata yang ia tulis. Bahkan aku menyukai tiap hurufnya. Itulah sebabnya kenapa aku sering membaca pesannya berulang kali.

Bagaimana aku bisa mengatakan siapa diriku sebenarnya? Sebab, rasa itu memang kusifati rahasia. Ia kusimpan rapi di dalam hati. Lantas kubiarkan tumbuh menjadi isyarat, simbol, serta tanda-tanda. Aku berharap kau mampu membacanya.

Atau....

Biarlah rasa itu menjadi lukisan. Warna dan objek bersatu pada sebuah batas yang disebut bingkai. Meski demikian, ia menimbulkan perspektif yang tak terbatas. Kuserahkan tafsir makna itu padamu. Apakah kau mampu menafsirkannya?

Atau....

Biarlah pula rasa itu menjelma sebuah puisi. Terserah, hendak kau parafrasekan apa bait-bait ini. Satu hal yang pasti, amanat rasa ini tersimpan di balik kata-kata itu. Apakah kau mampu memparafrasakannya?

Ya,aku seorang pengecut. Penakut. Dan, ya, nyaliku ciut. Mengkerut!

Tapi, keturunan Adam mana yang tak takhluk oleh Hawa?

Itulah sebabnya aku memilih bersembunyi. Biarlah rasa itu kusampaikan lewat isyarat, simbol serta tanda-tanda. Namun, beruntunglah aku hidup pada zaman sekarang ini. Zaman dimana generasinya bisa hidup dengan berbagai karakter dan identitas. Bahkan aku pernah menemukan sebuah kalimat yang menggambarkan situasi ini: Di internet, seekor anjing bisa mengaku menjadi manusia tanpa diketahui.

Dan, di facebook, aku bisa menjadi orang lain yang mustahil kau kenali. Aku akan menjadi seorang pemberani. Di internet, aku mampu mengungkapkan kekagumanku kepadamu dengan pasti. Sementara itu, jika esok kita bertemu, semua akan tampak baik-baik saja. Tanpa curiga. Tanpa prasangka.

Maka, segera kubalas pesan dalam inbox itu.

Aku dekat, begitu dekat. Kau mengenalku dengan baik. Tapi, kau tidak perlu tahu siapa diriku, setidaknya untuk saat ini. Suatu saat kau akan mengetahuinya. Dan, semoga saja kau juga akan memahaminya. Sebab, seperti katamu, apa yang bisa kita peroleh dengan mengikat tali cinta pada usia sedini kita? Sejujurnya, aku tak bisa memungkiri pesona akan dirimu. Kaulah sang penarik tanpa tali, sang pengikat tanpa buluh. Untuk sementara, aku hanya bisa bersyukur bahwa Tuhan telah menciptakan kau. Maka, izinkan aku mengagumimu dengan penuh takzim meski begitu rahasia.

Setelah kupastikan pesan itu terkirim, aku segera signout, keluar. Kuatur nafasku seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja kukirimkan. Kutaruh begitu saja ponselku di atas bantal.

Pada saat yang sama, laptopku masih menyala di atas meja belajarku. Layar itu juga menampilkan halaman muka facebook dengan nama asliku.

Aku bertolak dari tempat tidur dan mengarahkan kursorku menuju kotak obrolan. Titik hijau di samping nama Shafiyyah masih menyala. Itu pertanda bahwa ia masih ada di sana dengan facebook-nya.

Aku segera mengetikkan huruf-huruf untuk menyapanya: Hai, besok apa jadi ulangan bahasa Indonesia? []

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 18, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CINTA YANG SANGAT RAHASIAWhere stories live. Discover now