Jafar berjalan pelan mengendap memasuki kamar Catur. Ia mendudukan dirinya di pinggir ranjang tepat disamping Catur yang masih terlelap. Perlahan ia usap surai kecoklatan milik Catur.
"Ayah... makasih ya, ayah selalu menjadi yang terbaik buat kita bertiga"
Jafar menatap lekat wajah sang ayah. Matanya tiba tiba terasa panas dan berair. Detik kemudian setetes air mata jatuh membasahi pipinya.
"Ayah... Jafar sayang ayah, maaf kalau Jafar terlalu pengecut buat nyampain itu semua" ucapnya kemudian mengecup kening Catur.
Catur mengerang merasa terganggu dengan sentuhan Jafar, "Eh? Jafar?"
Catur bangkit dari tidurnya dan mendudukan diri bersandar ke kepala ranjang.
"Anak ayah udah bangun hmm"
Catur menatap jam dinding, masih jam empat pagi ternyata.
"Ayah, sholat subuh yuk. Jafar bangunin Jihan sama Jefri dulu ya"
Jafar meninggalkan Catur dan berjalan membangunkan kedua saudara kembarnya. Catur tersenyum tipis, sebenarnya dia sudah terbangun sejak Jafar membuka pintu kamarnya. Dan dia mendengar semua perkataan Jafar dengan jelas.
"Ayah juga sayang sama kalian bertiga melebihi nyawa ayah sendiri"
Catur beserta ketiga anaknya telah menyelesaikan sholat subuh. Jihan, Jefri, dan Jafar mencium tangan sang ayah. Mata Catur sedikit membulat ketika Jefri memeluk tubuhnya erat.
"Ayah... Jefri sayang ayah. Nanti kalau ayah punya istri baru, jangan lupain kita bertiga ya ayah" bisiknya pelan di telinga Catur, namun Jihan dan Jafar masih dapat mendengarnya.
Mata Jefri berkaca kaca. Jihan dan Jafar pun tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutan dan terharu mereka. Dibanding Jihan dan Jafar, Jefri memang yang paling jarang mengekspresikan perasaannya pada Catur. Jadi jika Jefri telah berbicara tentang perasaanya, pasti itu semua telah ia pendam begitu lama dan begitu besar.
"Kok Jefri ngomong gitu? Kamu kenapa nak? Jujur sama ayah"
Jefri menatap ragu kedua saudara kembarnya kemudian beralih menatap sang ayah. Catur menganggukan kepalanya mencoba untuk meyakinkan Jefri agar tidak ragu untuk bercerita.
"Selama ini Jefri takut Yah. Jefri takut kalau nanti ayah menikah lagi, kami bertiga bakalan ayah lupain. Jefri sayang ayah, Jefri gak mau kehilangan ayah"
Jihan mengelus punggung Jafar yang kini telah meneteskan air matanya. Dari ketiganya memang Jafar lah yang paling sensitif. Sebenarnya Jihan juga sedikit sensitif, bagaimanapun dia juga seorang perempuan bukan? Namun Jihan lebih memilih untuk meluapkan emosinya ketika sendirian di kamar atau di kamar mandi. Dia tidak mau menunjukan emosinya langsung kepada Jafar, ia tidak mau membuat Jafar semakin tertekan jika ia ikut menangis.
"Kalian harta terbesar dan anugrah terindah ayah"
Catur merengkuh ketiga anaknya kedalam pelukan hangatnya.
"Kalian gak boleh berfikiran seperti itu lagi. Ayah akan selalu dan tidak akan pernah berhenti menyayangi kalian bertiga"
Catur mengecup setiap kening ketiga anaknya, "Kalau kalian takut punya ibu baru, ayah rela gak akan nikah lagi seumur hidup ayah. Yang penting anak anak ayah bahagia"
"Enggak Yah! Jefri gak ngelarang, Jef cuma masih takut aja. Boleh enggak, kalau nanti ayah udah ketemu calonnya... jangan langsung dinikahin dulu, kenalin ke kita dulu Yah"
"Tentu dong sayang" Catur mengusak lembut surai Jefri, akhirnya anaknya yang satu ini dapat berterus terang langsung kepadanya.
"Ayah... Jihan mau minta sesuatu boleh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda
Short StoryAwalnya Catur merasa tidak membutuhkan seorang ibu bagi ketiga anaknya. Namun ia sadar, anak anaknya juga masih membutuhkan seorang ibu. Start [220519] Finish [?] Don't copy my story please🙏 HIGHEST RANK #4 in Wenyeol [101719] #4 in Wendy [120719]