Hampir satu sekolah mengetahuinya. ia menjadi bahan perbincangan yang sedang marak maraknya dibicarakan dari telinga ke telinga. ya ia juga tau itu, tetap saja ia tak peduli.
Ada salah seorang wanita yang begitu penasaran mengapa remi menganggap semua kenangan yang lalu harus ia asingkan.
Wanita itu bernama Arin. arin bisa diibaratkan gula ditengah kerumunan semut. tubuhnya yang mungil, pipinya yang merona, dan semua itu terbungkus dalam sebuah bungkus yang hanya bisa di buka bila kita mempunyai gunting.
Arin yang berjilbab itu memang menjadi idola para remaja lelaki di sekolah taruna bangsa. tetapi ia sangat menjaga perilakunya, dan alasan itulah yang membuat ia banyak digemari.
Arin mencari tahu tentang remi melalui teman teman yang bisa dibilang agak dekat dengan remi.
dan arin sering membuntuti remi sehabis pulang sekolah. ia heran mengapa remi selalu mampir ke toko roti dekat sekolah. dan hari ini remi malah pergi ke tempat buruh bekerja. semua ini membuat arin tambah penasaran dengan kejanggalan ini.
Setibanya remi di toko roti tempat ibunya bekerja sehari hari, ia pun menghempaskan tubuhnya di sebuah kursi rotan di samping kasir.
Ibunya berkata "kayaknya hari ini kamu capek banget, ikut eskul eskul lagi ya?" remi menjawab pertanyaan ibunya dengan enggan "eng.. engga kok bu. tadi banyak tugas aja jadi aku capek"
Remi selalu saja menyembunyikan sesuatu dari ibunya. sebenarnya sebelum ia tiba di toko roti, ia membantu kuli kuli bangunan agar dapat uang tambahan untuk membayar sekolahnya.
Ibunya tau remi sering seperti ini, membuat alasan yang sebenarnya tak logis. tapi ibunya tidak tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam.
Dalam balutan selimut ia tak henti hentinya memikirkan remi. arin tak kunjung tidur padahal ia biasanya tidur cepat.
Ia tak tau bagaimana caranya bisa berbicara langsung dengan remi, kecuali ia mengajaknya berkenalan.
Arin akhirnya terlelap dalam dinginnya suasana malam. walaupun ia semalam baru tertidur jam 12, tetapi semangat paginya tak dapat dimusnahkan.
layaknya api yang berkobar tertimpa hembusan angin, arin sangat bersemangat karena ia sudah bertekad untuk berkenalan dengan remi.
Arin dengan percaya dirinya yang besar sudah menunggu remi di depan kelas. arin pun langsung kelagapan saat melihat sosok remi yang tinggi berjalan dari kejauhan.
"eh remi ya?" arin menyambar. "iya gw remi, ada apa ya?" kata remi lembut. arinpun tak menyadari ada lengkungan yang mulai muncul di bibirnya.
"hehe gapapa, mau kenalan aja. boleh gak?" kata arin malu malu.
"dengan senang hati" remi tersenyum manis. arin pun tak kuasa menahan bendungan senyum di wajahnya, lalu ia berkata "arin" sambil tersipu malu. remipun tak berkata apa apa lagi selain tersenyum tetapi senyuman itu menandakan perpisahan.
Arin merasakan ada sesuatu yang aneh di hatinya. senyuman itu tak pernah terlupakan, selalu ada di pikiran, tak henti hentinya membuat arin tersenyum sendiri.
Dari hari ke hari arin dan remi semakin dekat, layaknya 2 orang sahabat yang sudah saling mengenal sekian tahun. hanya saja mereka baru mengenal 2 minggu.
Remipun menyadari kedatangan arin dihidupnya membawa warna warna yang dulu telah pudar. rasanya remi telah menemukan kekosongannya selama ini.
Sudah sekitar 5 bulan mereka dekat dan arin belum berani untuk bertanya ada apa dengan toko roti dan semua yang ia lihat sepulang sekolah.
Arin bersiap-siap dengan sangat antusias, karena ia mempunyai tugas kelompok bersama remi. di rumah remi yang sederhana, arin terlihat gelisah. raut wajah arin menandakan ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan namun tak bisa.
Remi sedari tadi mengaduk-aduk teh yang harusnya ia minum. ia melihat wajah manis yang sudah 5 bulan menemaninya tampak gelisah.
"kenapa rin? kamu sakit?" tanya remi. "engga kok aku gapapa hehe" jawab arin tetapi masih gelisah. "ada yang ingin kamu tanyakan sama aku?" tanya remi sekali lagi.
Arin akhirnya tampak lebih baik mendengar pertanyaan itu, ia pun menjawab "iya, tapi aku pengen kamu jawab dengan jujur. Kenapa kamu setiap pulang sekolah pergi ke toko roti, bahkan kamu ke tempat para buruh, kenapa remi?"
Remi yang tadinya meminum teh dengan perlahan sekarang tersedak mendengar pertanyaan itu, semua terlintas spontan dipikirannya apa yang ia lakukan sebelum mengenal arin.
Remi tak sanggup menjawab. ia takut arin tak dapat menerimanya sebagai calon buruh dan calon pemanggang roti.
"arin perempuan cantik dan lembut, tak mungkin buruh sepertiku dapat bersamanya" gumamnya dalam hati.
Keheningan menyelimuti kebersamaan mereka. arin berkata "aku tau kamu belum siap" arin pun beranjak pergi dari tempat ia duduk.
Arin sudah menduga semua ini akan terjadi. tanpa ia sadari tetesan air mata membasahi pipinya. membuat malam menjadi kalbu.
Di sekolah mereka sengaja tak ingin menemui satu sama lain. walaupun dengan begini mereka menyakiti diri sendiri.
Remi merasakan kekosongan itu lagi.
kekosongan yang sama ketika ia tau ayahnya meninggal dunia.
Apakah remi harus mengasingkan arin? orang yang ternyata telah ia sayangi telah pergi karena remi belum bisa menceritakan semua yang menurut arin masih tersembunyi.
Arin sedih tak main. senyuman hangatnya hilang laksana ditelan bumi. seperti ada awan yang membuatnya mendung. awan itu adalah remi.
Sekitar 2 bulan lagi mereka sudah lulus dari sma. entah mengapa mereka tetap enggan bertemu.
sebenarnya remi tak kuasa jauh dari arin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tersembunyi
Teen FictionRemi selalu menganggap semua masalalu harus diasingkan. Tetapi dia belajar dari seorang wanita bahwa semua yang sudah dilalui tidak harus seperti itu.