Secarik Kertas Berpadu Tinta

59 8 1
                                    

Matanya menyulut api amarah. Mulut berkoar bak toak gerobak keliling di kampung sebelah. Di kelas ini penampakan seperti itu sudah biasa. Beradu argumen panas walau tanpa logika. Emang jaman sekarang logika masih dipake???

Reno sang Biang kerok kelas, dan Winda adalah orang yang selalu terzolimi atas perbuatan onar Reno. Winda ini adalah siswi yang paling taat akan aturan, bisa dibilang palin normal. Maka dari itu semua warga kelas kompak memberi julukan 'Kulkas berjalan', sudah dingin galak pula.

"Emang situ punya otak?" Sarkas? Emang. Kata pedas yang keluar dari mulut indah Winda menusuk sampai ke ulu hati.

"Eh cabe busuk! Tuh mulut pedes amat melebihi cabe-cabean?" Dan dengan entengnya Reno menjawab sambil menampakkan deretan gigi yang berbaris rapi. Dia sudah biasa menghadapi hal itu.

Winda marah.

Mengambil penghapus papan tulis, lalu dilayangkan ke udara bagai pesawat kertas. Adegan slow motion terjadi. penghapus kayu papan tulis putih terbang dan hinggap dijidat klimis miliki Reno. Sang empunya tidak marah. dia tidak membalas walau jidatnya sudah memerah dan benjol. Sekali lagi diekankan, kalai hal itu 'sudah biasa'. Dan kebiasaan itu adalah hal menyenangkan untuknya. Menganggu ketua kelas rambut coklat galak yang mirip genderuwo, gitu katanya.

Pernah dulu, WInda sedang mengikuti perlombaan antar kelas. Dan Reno dengan semangat empat limanya yang tidak pernah habis, berteriak kencang seperti orang gila. Bagai sponsor bila yang setia mendukung sang idola. Tapi, sebenarnya... saat itu... Winda tengah mengikuti lomba PUISI.

"WINDAAA, KALAHIN TUH KELAS BUTTERFLY, JANGAN MAU KALAH!!"

Semboyan keganasan yang mengecoh akal sehat milik Winda. Sudah cempreng, teriak-teriak tidak jelas pula, SABLENG. Dan dengan berat hati Winda harus menerima kekalahan karena cowok bernama Reno Kaviar. Nyebelin emang, tidak tau tempat. Tapi, itulah Reno.

Tapi, jangan tanyakan Reno soal Solidaritas, karena apa? Karena dia begitu menjaganya.

Waktu itu..., sedang ada pertandingan sepak bola—Cuma sekedar bermain. Reno dan Arga yang biasanya selalu bersama, lengekt bagaikan prangko dan surat, harus berada di tim yang berbeda. Dengan cekatan keduanya bermain secara sportif. Dan saat Reno hampir mencetak gol, dia berhenti. Badannya berbalik saat mendengar teriakan Arga yang sangat dekat dengannya. Melihat Arga tergeletak ditanah dengan kaki terluka, sungguh Reno tidak tega. Dengan sigap Reno berhenti bermain. Membopong Arga membelah kerumunan dan membawanya ke UKS. Dan hal yang telah dilakukan Reno barusan mengakibatkan kekalahan di timnya.

Tapi, dimata Winda, seorang Reno tidak lebih dari sekedar cowok bar-bar yang kelakuannya negeselin. Pecicilan seperit monyet nagkring kehilangan emak di kota. Gak jelas tujuannya ke sekolah apa. Oh, iya saat itu pernah kelas mengadakan praktek Agama, yaitu Shalat. Kala giliran Reno untuk praktek, ketika melakukan Rukuk dia sengaja buang angin. Dan permisi dengan alasan untuk wudhu.

"Buk, sya kentut, permisi ambil wudhu ya buk?"

"Inikan cuma praktek?"

"Buk, dalam Agama Islam, tidak dibenarkan seorang hamba bersujud tidak suci dihadapan Allah Subhanhu Wata'ala," jelas Reno panjang lebar seolah yang diucapkannya adalah kebenaran. Padahal dia mencari alasan untuk bisa keluar.

"Yasudah."

Dan karena Reno tidak kunjung balik sekitar 39 menit, Winda sebagai ketua kelas dengan perasaan terpaksa menjemput kawanan monet untuk pulang. Kalau kawanan monyet, berarti Winda ratunya dong? Ratu monyet maksudnya.

Winda kembali ke kelas dengan menyeret—memaksa—Reno. Mejewer telinga Reno seperti emak Jayen dalam kartun Doraemon. Dan dengan entengnya menjatuhkan Reno keatas sajadah. Terjerembab kaget mencium sajadha yang baunya mirip baju butek tidak pernah dicuci bertahun-tahun. Dasar rohis tidak bertanggung jawab!.

Secarik Kertas Berpadu TintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang