2. New Name For You

36 9 3
                                    

Aku tak habis pikir dengannya. Lio dengan pikiran kekanak kanakannya. Astaga, bisa mati muda aku. Hanan, dia tidak melakukan dosa apapun. Apa yang salah?

Braakk

Pintu didobrak paksa, seperti yang kuduga sebelumnya.

"Za, lo nggak papa kan?" kak Ham, memegang tanganku. Menelisik ke sisi sisi ku. Menangkup wajahku yang kacau. Kemudian memelukku.

"Gue takut, jangan diulang lagi. Cukup sekali aja gua hampir kehilangan lo. Nggak usah ngelakuin yang aneh aneh lagi" ia semakin mengeratkan pelukannya. Ah, dia menambah perasaanku yang sudah berkecamuk. Apa yang dia pikirkan? Aku belu-tidak melakukan apa yang dia pikirkan.

"Cengeng lo kak, gua nggak segila dulu kali, tapi nggak janji juga" pelukannya meregang.

"Enak aja, nggak usah macem macem" ia memperingatkanku.

"Udah ah, gua mau nyari angin, sekalian ke minimarket" ucapku

"Minimarket? Ngapain?" kuputarkan mataku. Kemudian berdecak

"Mau beli roti Jepang, mau ikut?" dahinya mengkerut

"Enak dek? Gua mau nyoba sat-"

Pletak

"Sakit Za" dia memegang dahinya, kemudian mengelusnya

"Bukan makanan bloon, yang punya sayap maksud gue, hhh" aku geram. Mati-matian menahan malu untuk mengatakan itu padanya, tapi jawaban bodohnya membuatku kesal.

"Ah, oh yang itu. Yaudah gua titip sup krim instant, lagi pengen. Pake duit lo dulu, nanti gua ganti" kemudian mendorongku pelan sampai pintu depan.

Aku menghela nafas. Selalu begitu. Aku tak bisa menolaknya. Memang tidak terlalu jauh jarak rumah dengan minimarket. Aku sengaja berjalan lambat. Angin dan udara ini bisa menenangkanku. Melupakan masalah sejenak agar tenang tak masalah bukan? Langkahku terhenti. Ada yang menepuk pundakku. Aku tercekat, takut takut itu penjahat. Kemudian orang dibelakangku berjalan kedepanku, berhenti, lalu menghadapkan diri didepanku. Dia melambai

"Ah kamu, aku kira penjahat" lagi lagi ia memandangku serius. Kemudian tertawa kecil tanpa suara. Ah, dia memakai headset unik itu lagi.

Dia menunjukku, lalu menggerakkan tangannya.

"Kamu tanya aku mau kemana?" ucapku bingung. Ia mengannguk.

"Aku kamu ke minimarket. Kalau kamu mau kemana?" Ia memutar mutar telunjuknya diudara

"Jalan jalan?" ia mengangguk. Astaga aku gemas.

"Aku juga mau kesana, ayo kesara bersama" gerakan tangannya membingungkanku. Lagi, ia menunjuk dirinya, lalu arah jalanku, lalu menunjuk diriku dan dia sendiri secara bergantian.

"Kamu mau bareng?" ia mengangguk semangat

"Oke, ayo" ia mensejajarkan jalannya denganku. Aku gemas padanya. Percayalah, ia lebih lucu dari Lio.
Ah, bisa bisanya aku memikirkan anak itu yang bahkan belum meminta maaf padaku. Tak ada satupun chat yang ia kirimkan kepadaku. Pundakku ditepuk pelan, lagi. Aku menoleh

"Kamu memikirkan apa? Jangan melamun dijalan" aku tertawa kecil, ia terlihat sedikit konyol ketika memperagakannya.

"Kenapa kamu tertawa?" lihat wajahnya. Astaga aku gemas

"Aku melamun?" ia mengangguk.
"Ada sedikit pikiran yang mengganjal dipikiran ku" dia memegang tanganku lalu, tangannya bergerak yang bebas bergerak turun, dan diulang. Dia menyuruhku berbicara perlahan.

"Tidak apa, ayo" aku menggenggam tangannya. Lalu berlari kearah minimarket.

#####

Setelah berbelanja, aku tak langsung pulang. Mengobrol dengan Hanan lebih mengasyikkan daripada mendekam dikamarku. Walaupun aku tidak mendengar suaranya barang sedikit. Kita mengobrol selama kurang lebih 30 menit. Cukup banyak yang kami bicarakan. Akhirnya aku tahu, yang ada ditelinganya itu bukan headset, tapi alat bantu dengar. Aku terlalu bodoh untuk menyadari itu rupanya.

For youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang