(1/1)

1.6K 296 26
                                    






Jungkook tidak hanya punya malam saat Jimin menangis, tidak hanya Jimin atau para Hyungnya itu. Jungkook juga punya malam saat dia menangis.

Jimin benar soal kontrol perasaan itu bahwa;
"Kamu akan menangis kalau perasaanmu gak terkontrol"

Meskipun Jungkook sudah terbiasa dengan euphoria seperti ini, tetap saja pasti akan ada satu momen yang membuatnya lepas kendali. Ribuan kelip itu tidak beda dengan kelip-kelip di konser sebelumnya bahkan MetLife sama megahnya dengan RoseBowl tapi entah kenapa saat dimana Jungkook menulikan diri saat dia hanya melihat cahaya satu warna yang mengelilinginya seolah itu memang benar untuknya.

Saat itulah hatinya seolah mencair. Jungkook bahkan tidak punya kesempatan untuk sembunyi karena ya Tuhan, kelip itu indah. Jungkook tidak bohong. 

Jungkook terlalu punya banyak alasan untuk diam lama-lama seperti ini; tanpa mikrofon atau tanpa suara serak karena berteriak terlalu kencang; hanya dia, kelip dan Jimin.

Hyung yang satu itu selalu sadar apa yang tengah Jungkook lakukan, bahkan untuk menangis sekalipun. Entah Jimin memang memaku pandang tiap waktu atau memang Jimin sadar momen seperti apa yang akan membuat Jungkook menangis. Terlepas dari semua itu Jungkook bersyukur, dia merasa tidak sendiri kala tubuh mungil itu sigap mendekap di tetes air mata pertama.

"Jangan menangis, Jungkook"



***


Dua dari tujuh diantara mereka berakhir di Maserati mewah. Hanya berdua, dengan supir jika itu di hitung. Namjoon bilang suasana hati Jungkook memang sedang naik-turun, berkumpul---bertujuh untuk saat ini bukan sesuatu yang bagus, mungkin. Jadi, Namjoon biarkan Jimin bersamanya.

Jungkook tidak keberatan, jarak dari MetLife menuju hotel tidak terlalu jauh. Jungkook punya waktu sekitar sepuluh menit untuk sekedar menangis___benar-benar menangis.

"Aku tidak terlalu suka asparagus, pesankan aku yang-gogi saja"

Jimin seperti mendumal pada seseorang di panggilan teleponnya, sesekali melirik Jungkook seolah suaranya bisa membuat tangis Jungkook makin keras.

"Ya sebentar__" Jimin terlihat menutup ponsel itu dengan telapak kecilnya. Berbisik lembut saat Jungkook menghapus jejakan air mata yang tersisa. "Kamu mau makan apa Jungkook?"

Butuh waktu beberapa saat untuk menjawab pertanyaan, Jungkook harus menelan ludahnya yang terasa seperti duri. "Uh, ikan barangkali" tanpa menoleh ke yang lebih tua, Jungkook tahu tidak apa-apa jika itu bersama Jimin; sopan-santun yang Namjoon biasa berlakukan pada yang lebih tua tidak berlaku jika itu bersama Jimin.

"Ikan, oh asparagus sekalian. Jungkook sedang diet minggu ini...ya terimakasih"

Jungkook tidak menoleh saat Jimin menutup panggilannya, bahkan untuk ucapan terimakasih karena perhatian Jimin yang tahu jika Jungkook sedang mengurangi berat badan.

Yang lebih muda memilih menyelami ponsel dengan kamera depan yang menyala-menampilkan pantul diri sendiri yang sebagian(mata) wajahnya bengkak karena menangis. Jungkook melihat pantulnya tersenyum; tidak menyangka bisa selemah ini soal urusan fans yang memberinya galaxy saat yang dia butuhkan hanya satu bintang.

Jungkook melirik pemuda di sampingnya. Diam-diam bersyukur sosok itu mengisi hampir seluruh hidupnya selama enam tahun terakhir. Satu dari enam kakak yang paling dekat---yang paling Jungkook sayang.

"Jangan menangis, Jk"

Jungkook tersenyum, "jangan menangis, Jk" dia menirukan Jimin.

"Jangan menangis Jungkook-ah" Jimin bilang lagi. Jungkook punya alasan kenapa dia tersenyum lebih lebar.

"Aku gak menangis lagi, hyung" Jungkook matikan kamera yang ternyata sudah berdurasi merekam mereka. "Tadi konser yang megah"

"Kita selalu punya konser megah"

Jungkook mengangguk. Terkadang dia bertanya-tanya kenapa hatinya masih saja melemah saat melewati satu konser megah seperti tadi. Mereka mengecapnya lebih dari tiga tahun terakhir yang kuota penontonnya kini lebih dari enam puluh ribu.

"Aku suka tiap momen itu; di beda stadium yang terlihat sama tapi rasanya berbeda"

"Rasa seperti kamu baru menemukan momen baru tiap datang meskipun kakimu sudah beberapa kali menginjak panggung itu"

"Hyung benar"

Tanpa melihat, Jungkook tahu Jimin tengah tersenyum kecil padanya.

"Semuanya terasa baik-baik saja saat kita masih memiliki satu sama lain"

"Hyung hanya ingin bilang beruntung punya aku di hidupmu"

"Tck, bocah"

Jungkook terkekeh-kini mau sering-sering melirik lelakinya itu untuk sekedar mengabadikan momen saat Jimin tersenyum. Bahkan, terkadang ada menit dimana Jungkook enggan berkedip saat menatapnya. Jimin sama indah omong-omong. Senyumnya seolah membawa satu semesta kedalamnya, seolah memang menjadi indah adalah alasan Jimin lahir ke bumi.

"Aku cinta kamu hyung" Jungkook berbisik di belakang supir yang kini melempar lirik lewat kaca spion.

Jiminnya merona, "jangan keras-keras, Jungkook"

"Tidak semua orang mengerti saranghae Hyung"

"Kurasa supirnya tidak keberatan jika kamu bilang i love you"

Namjoon benar soal ide dimana Jungkook harus bersama Jimin saat dia seperti ini. Jimin punya apa yang Jungkook butuhkan, bahkan untuk sekedar senyum. Jimin punya banyak senyum untuk mereka saat Jungkook sendiri tidak punya itu.





fin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

don't cry, jungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang