Potong Rambut

170 4 2
                                    

"Papa enggak sarapan, Ma?" Lili mengamati Ratu menyendoki nasi goreng di piringnya sambil meminggirkan beberapa helai daun seledri ke pinggir piring. Kebiasaan yang tidak bisa ia hilangkan. Lili ragu apakah anak perempuannya itu memang tidak menyukai seledri karena rasanya atau hanya karena ia ingin membuat jengkel ibunya dengan tidak makan sayur sama sekali.

"Papa sudah berangkat kerja pagi-pagi tadi," jawab Lili sambil menuangkan susu ke dalam gelas panjang di hadapannya, lalu ia meletakkan gelas tersebut di seberang meja tempat putrinya duduk. Ratu mengerutkan keningnya tidak setuju. Satu lagi kebiasaannya yang lain, enggan minum susu. Ratu bilang baunya amis, mulutnya menjadi aneh setelah minum susu, tetapi ketidaksukaannya terhadap susu tidak sebesar kebenciannya terhadap sayur, maka Lili memperbolehkan Ratu memilih-milih sayuran yang akan dimakannya selama ia minum susu tanpa syarat setiap paginya.

Lili mengamati Ratu yang mengunyah sesendok penuh nasi goreng yang sudah bebas dari seledri. Sambil mulutnya sibuk mengunyah, Ratu menyelipkan helai-helai rambutnya yang selalu panjang ke balik telinganya, suatu gerakan refleks yang selalu ia lakukan tiap kali rambutnya itu mengganggu pandangan atau gerakannya. Gerakan yang sama yang juga dilakukan oleh Lili pada rambutnya yang senantiasa sama panjang dengan rambut putrinya.

"Mama, liburan nanti kita ke mana?" tanya Ratu tiba-tiba sambil memandang lurus ke arah Lili, tangannya masih sibuk membolak-balik nasi di dalam piringnya. Lili menelan ludah pelan. Kemana mereka harus pergi untuk liburan kali ini? "Ke tempat kemping di gunung pinggir kota itu, bagaimana, Ma? Teman-temanku sudah ramai yang ke sana." Sambung Ratu sambil kembali memasukkan satu sendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya. Lili mengalihkan pandangan sebentar, menatap bayangannya sendiri yang tampak kabur, terpantul pada kaca yang melindungi permukaan meja makan.

"Hari ini mama mau ke salon," ucap Lili. Ratu menaikkan alisnya tertarik. "Mama mau potong rambut." Lanjut Lili. Ratu tersenyum.

"Ayo cepat, kau nanti terlambat ke sekolah." Lili kemudian bangkit dari kursi dan berjalan menuju pintu keluar rumahnya.

Suasana di sekitar gerbang sekolah itu tampak sangat ramai dipenuhi oleh para murid dengan baju seragam yang sama, hanya warna tasnya yang berbeda. Sebagian besar murid-murid itu berjalan dalam kelompok sambil tertawa, berangkulan. Sebagian yang lebih kecil lagi berjalan sendirian, sibuk dengan handphonennya atau berjalan lurus dengan cepat. Lili mengamati kerumunan yang terus bergerak masuk tersebut, di tengah keramaian itu ia melihat sebuah tas yang tersandang di balik punggung seorang murid perempuan. Tas tersebut berwarna merah muda yang terang dihiasi dengan corak floral berwarna hijau muda, sangat mencolok dibandingkan dengan tas-tas yang lain. Bagian atas tas tersebut tertutupi oleh geraian panjang rambut murid perempuan yang memakainya, ketika murid perempuan tersebut berbalik dan melihat ke arah Lili, Lili melambaikan tangan dan tersenyum lebar. "Belajar yang rajin!" seru Lili pada Ratu yang balas tersenyum dan melambaikan tangan.

Lili mengipas pelan lehernya yang mulai berkeringat meskipun mesin pendingin mobil dinyalakan dengan maksimal. Belakangan ini cuaca benar-benar panas, terlebih lagi ketika helai-helai rambut Lili terus mengenai leher dan pundaknya. Dengan perlahan Lili kemudian mengendarai mobilnya menuju jalan yang sudah sangat familiar baginya semenjak ia masih kecil dan belum berkeluarga. Jalanan itu tampak sepi, hanya beberapa mobil yang lewat. Lili mengabsen satu-persatu pemandangan yang sudah ia hafal di sisi kanan-kirinya tersebut. Lapangan bola yang jika sore selalu ramai oleh anak-anak, rumah besar di ujung jalan yang selalu kelihatan kosong dan tak berpenghuni, sekolah taman kanak-kanak yang pada pagi hari dipenuhi oleh anak-anak yang bermain sambil diawasi oleh para guru, dan setiap detail lainnya, bahkan hingga lubang di sepanjang badan jalan.

Mobil Lili baru melambat ketika ia sampai di depan rumah besar yang dipagari oleh pagar besi berwarna putih. Halaman rumah yang luas itu ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman hias yang tumbuh dengan subur dan terawat. Butuh banyak sekali minat dan kesabaran untuk mengurus tanaman-tanaman itu, terlebih lagi beberapa di antaranya telah tumbuh lebih lama dari Lili, maka dari itu mendiang ibunya memutuskan bahwa minat dan kesabaran sebanyak itu hanya dimiliki oleh mbak Rani, kakak Lili. Setelah ibu meninggal 5 tahun yang lalu, rumah ini secara permanen ditinggali oleh mbak Rani dan keluarga kecilnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 29, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Potong RambutWhere stories live. Discover now