Lembar Kedua.

1.6K 148 6
                                    

"Hei, ikut kencan buta, yuk!"

Pekikan itu terdengar dari bibir seorang Dhimas yang baru saja memasuki teras rumah Maha.

Semua yang ada di sana menoleh, tetapi mereka hanya menatap tidak peduli kearah Dhimas.

"Aku udah punya pacar, Kak." Jawab Bima. Setengah pamer, setengah betulan menjawab omongan Dhimas.

"Aku enggak ngomong sama kamu ya, Bima." Ucap Dhimas menyinis.

"Lalu, Kak Dhimas ngomong sama siapa? Di sini enggak ada yang butuh kencan buta, Kak." Kata Bima.

"Ajun sama Maha, dua duanya kan enggak punya pacar." Jawab Dhimas.

"Haha.. Kak Dhimas yakin, mau ngomong begitu ke Kak Maha?" Tanya Bima.

"Yakin, kok! Mahardika, kamu mau kan, ikut kencan buta bersama aku?" Rayu Dhimas sambil merangkul pundak milik Maha.

Maha menghela nafas. Ia menyingkirkan rangkulan Dhimas dari pundaknya.

"Aku enggak tertarik, maaf." Jawab Maha, yang kembali terfokus pada bukunya.

Dhimas cemberut. Tetapi harapannya kembali datang saat ia mendekati Ajun.

"Jun! Ayo ikut kencan buta!" Ajak Dhimas antusias.

Ajun terkekeh mendengarnya. "Kalau kamu mau, pergi saja sendiri, Dhim. Lagipula kamu ini kan tampan, tanpa kita juga kamu bisa mendapatkan hati seorang gadis, kok."

"Memangnya, kamu juga enggak mau Jun?" Tanya Dhimas.

Ajun menggeleng. "Aku sudah tidak tertarik lagi dengan kencan buta, nih."

"Bohong?! Bagaimana bisa kamu begitu?!" Dhimas tidak percaya.

"Kenapa? Enggak percaya nih?" Tanya Ajun.

"Kenapa tiba tiba sekali, Jun? Dulu, kamu selalu jadi yang paling semangat kalau sudah membahas tentang kencan buta..." Ucap Dhimas.

"Ya itu kan dulu, Dhim. Aku sudah tidak seperti itu lagi sekarang."

Bima juga tidak percaya saat mendengarnya.

"Kenapa bisa begitu, Kak? Kamu sudah punya pacar?" Tanya Bima.

Ajun tersenyum, tiba tiba ia jadi terbayang lagi dengan senyuman Kaira yang ia jumpai tadi.

"Belum, sih.. tapi sepertinya, akan segera." Jawab Ajun.

"Kamu sudah menyukai seseorang?!" Dhimas kembali bertanya dengan heboh.

Maha berdecak kesal mendengar suara Dhimas yang menggelegar. "Dhimas, bisa tidak kalau bicara jangan terlalu keras? Aku sedang fokus sekarang."

"M-maaf Maha, maaf, tidak sengaja..." Ujar Dhimas, mengecilkan volume suaranya.

Ajun dan Bima menertawai Dhimas yang terlihat takut akan kemarahannya Maha.

"Kalian berdua juga kalau tertawa jangan terlalu keras, bisa?" Ujar Maha dengan tatapan dinginnya.

Kini yang takut bukan hanya Dhimas, tetapi Ajun dan Bima juga. Ketiganya langsung terdiam saat mendengar ucapan Maha.

Serpihan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang