Part 1

146 27 3
                                    

Iris gelap itu menatap intens pada sosok remaja tanggung yang duduk tak jauh dari tempat nya berada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iris gelap itu menatap intens pada sosok remaja tanggung yang duduk tak jauh dari tempat nya berada. Irisnya saling beradu. Dia pun mulai menjelaskan maksud dan tujuannya memanggil remaja itu, yaitu untuk berbicara hal serius.

"Kenzie, Papa ingin jadwal lesmu ditambah. Papa ingin kamu mengikuti les matematika."

Kenzie, sang lawan bicara pun hanya mampu menunduk dengan tangan yang saling meremas. Kalau boleh jujur, Kenzie bosan akan hidupnya, yang harus tunduk di bawah kemauan orang tua, yang selalu menuntut lebih dari batas kemampuannya. Apalagi saat Risha, sang ibu, juga sama halnya dengan suaminya, ingin Kenzie lebih fokus pada masa depan, ketimbang bersenang-senang dengan dunia yang kental akan kesenangan remaja

Wanita itu nampak fokus pada layar Ipad-nya yang entah menampilkan apa, hingga akhirnya dia ikut ambil suara. "Mama sudah mendaftarkanmu. Jadi, besok kamu sudah bisa memulai nya sehabis pulang sekolah," cetusnya, tanpa sama sekali melihat ke arah Kenzie.

"Kenzie, kamu dengar apa kata mamamu?" tanya Ibram saat laki-laki itu tidak merespon ucapan Risha sama sekali.

Kenzie akhirnya mengangguk, pertanda bahwa dia setuju dengan keputusan orang tuanya. Walau dengan harus digarisbawahi di kata setuju. Karena sebenarnya, Kenzie terpaksa untuk setuju.

"Kalau gitu Kenzie izin pergi ke kamar," pamit nya

Tanpa menunggu persetujuan kedua orang tuanya, Kenzie pun pergi dengan langah lesu. Melelahkan, batinnya lirih.

○○○

Sampai di kamar, dia langsung mengunci pintu dan membanting tubuhnya dengan kasar. Bahkan, helaan napas kasar terdengar di tengah suasana kamar yang hening. Pikirannya menerawang jauh, memikirkan beban hidupnya setara dengan orang dewasa. Umurnya bahkan belum genap tujuh belas tahun, tapi kinerja otaknya sudah di paksa berpikir keras di usia dini.

"Padahal aku hanya ingin bebas bermain, tanpa harus pusing memikirkan masa depan yang belum jelas jadinya apa," gumamnya pelan. Dia mengambil gadget berlogo apel yang sudah digigit miliknya, yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berada.

Jari-jarinya mulai lincah bergerak, membuka menu dan menekan aplikasi yang mejadi favoritnya sejak tiga tahun yang lalu. Sebuah aplikasi bernamakan friend.fm yang merupakan aplikasi keluaran anak bangsa yang kreatif. Hingga kini, aplikasi tersebut banyak dipakai oleh kalangan anak muda baik dalam negeri maupun luar negeri. Termausk salah satunya adalah Kenzie.

Sedikit lama dia terdiam, hingga kemudian jarinya kembali bergerak mengetik sebuah kata yang mungkin jika orang membacanya akan merasakan sesuatu yang sama.

Kaneki Ken
Just now

Nuntut buat woke as fuck, sendirinya enggak. Untung koping diri gue baik. Kalau enggak, mungkin gue udah jadi salah satu pasien di rumah sakit.

No, no, no, not the general hospital, but the psychiatric one.

"Posted," gumam Kenzie pelan. Dia mengunci layar ponselnya, lalu dilempar secara asal. Entah ke mana, Kenzie tidak peduli. Satu hal yang pasti, malam ini, Kenzie tidak ingin memikirkan apapun. Ia hanya ingin bebas dari segala hal yang mengekangnya. Termasuk mama dan papanya.

Sebagai anak tunggal di keluarganya, kedua orang tua Kenzie mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang dapat meneruskan perusahaan papanya. Ditambah lagi, yang makin memberatkan adalah keluarga besarnya yang menjunjung prestise. Jangan harap dianggap jika tidak memiliki prestasi sama sekali. Oleh karena itu, mama dan papa terus saja menekannya. Membuat Kenzie menjadi anak yang memiliki kemampuan di atas anak seusianya.

Namun, tanpa mereka sadari, Kenzie merasa tertekan dengan hal itu. Sebagai seorang remaja, dia juga menginginkan kebebasan. Kenzie juga ingin seperti remaja pada umumnya.

Kenzie memejamkan matanya. Berusaha tidur, namun gagal. Ia menarik napas panjang, mencoba menghitung sampai sepuluh. Tapi tetap saja, kedua kelopaknya seolah enggan terpejam.

Menolehkan kepalanya, Kenzie menatap jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Angin sedari tadi berembus, diikuti oleh rintik hujan yang menambah dinginnya suasana. Meski pendingin ruangan sedari tadi tidak Kenzie nyalakan, tapi karena angin terus berembus ke dalam ruangan, hal itu sudah cukup.

"You are my sunsine, my only sunshine. You make me happy when skies are grey. You'll never know, Dear, how much I love---" Kenzie berhenti bergumam. Ia menarik napas panjang dengan kedua kelopak mata yang kembali terpejam.

Lagu itu dulu sering mama nyanyikan saat Kenzie tidak bisa tidur. Ditambah dengan sentuhan lembut pada surainya. Sejujurnya, Kenzie merindukan semua itu.

"You'll never know, Mom, how much I miss you. Please don't take my sunshine away."

○○○

Pagi hari bukanlah waktu yang Kenzie sukai. Terutama waktu sarapan. Meski kedua orang tuanya duduk di satu meja yang sama, Kenzie lebih suka duduk sendiri, menikmati sarapannya sendiri, tanpa mama dan papa di sana.

"Jangan lupa nanti waktunya kamu les matematika," ucap Ibram tiba-tib. Pria berusia hampir lima puluh tahun itu tampak sedang menuangkan sesendok gula ke tehnya. "Pulang sekolah, nggak ada alasan. Papa sudah kasih tahu ke Pak Bani alamatnya."

Tanpa mama dan papa sadari, Kenzie menggerung kesal. Nafsu makannya mendadak menguap. Kedua netra cokelat itu tampak meredup, seolah tidak bernyawa. Dia ingin membantah, tapi tidak bisa. Untuk berkata 'tidak' saja, lidahnya terasa kelu.

"Iya, Pa," ucap Kenzie pada akhirnya. Dimundurkannya piring yang ada di atas meja. Kenzie meraih tasnya, lal dikenakannya. "Kenzie berangkat dulu, ya, Pa, Ma."

Sesegera mungkin, tanpa senyum di bibirnya, Kenzie menyalimi mama dan papa. Bahkan, dia tidak melakukan kontak mata sama sekali. Lebih tepatnya enggan. Kenzie tidak pernah suka tatapan dingin keduanya.

"Bilang sama Pak Bani buat hati-hati," ujar Risha. Dia mengusap puncak kepala Kenzie sebelum akhirnya berkata, "Mama sayang kamu."

Kenzie tersenyum miris. Sayang, ya, Ma?

"Iya, Kenzie juga."

●drizzle by drayhx●

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DrizzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang