#1

13 2 1
                                    

Akhir-akhir ini udara terasa sangat dingin dan selalu berawan. Kemarin saja hujan turun dengan lebat sekitar 4 jam , tak heran kalau hari ini akan badai lagi. Ku seruput coklat panas yang ku buat di pantry kantor sambil melihat orang lalu lalang dengan terburu-buru dari jendela ruanganku. Lucu melihat orang-orang yang berjalan dari atas sini, mereka terlihat kecil seperti semut. Sekali lagi ku seruput coklat panasku dan membawa gelas yang sudah kosong itu kembali ke pantry.

Ku sapa beberapa rekan kerjaku yang sudah bersiap-siap pulang. Ku lirik jam tangan digitalku, tak kusangka sudah jam 20:30. Wajar saja banyak yang sudah siap-siap pulang. Setelah sampai di pantry, langsung ku cuci gelasku dan meletakkannya di dalam lemari piring. Ku ambil tissu dan mengeringkan tanganku sembari berjalan kembali ke ruanganku, seperti hari ini aku harus lembur lagi.

Tiba-tiba kurasakan sebuah tangan merangkulku, aku menoleh ke arah orang yang merangkulku. Ternyata CEO ku. "Yo, Annya. Kau lembur lagi hari ini," tanyanya. Kujawab pertanyaannya dengan anggukan singkat.

"Kenapa tidak pulang saja, lagi pula tugasmu untuk hai ini kan sudah selesai," Ujarnya. Memang benar paperworku untuk hari ini sudah selesai, tapi lebih baik mengerjakan sedikit untuk besok kan? Lagipula aku lebih suka lembur dari pada pulang cepat.

"Tidak apa-apa, Pak Kie. Lagi pula paperwork saya besok cukup banyak," jawabku. Ku turunkan lengannya dari pundakku dan permisi kepadanya untuk kembali ke ruanganku. Sesampainya di ruangan ku segera mengunci pintu, jaga-jaga kalau-kalau ada orang jahat yang mau menyelinap masuk. Yah aku bisa lembur hingga subuh, jadi waspada itu penting.

Ku jatuhkan tubuhku di kursiku, ku tatap paperwork jatah besok. Tak terlalu banyak, setidaknya ku selesaikan setengahnya, ku ikat rambutku asal-asalan yang penting tidak membuatku gerah. Entah kenapa aku memegang pundakku yang tadi di rangkul, kurasakan jantungku berdetak cukup kencang. Orang itu selalu saja bisa terlihat santai, dan selalu saja membuatku begini. Memang Pak Kie masih muda kira-kira lebih tua 4 tahun dariku, dia juga Seorang CEO yang ramah dengan pegawai kantor di sini dan selalu menjadi figur yang patut di contoh di tempat ini. Dan tanpa ku sadari ternyata perlahan demi perlahan ku mulai menaruh pandangan kepada atasanku itu, dia orang yang berwibawa, mudah bergaul, disiplin, postur tubuh yang proposional, belum lagi kepeduliannya—.

Langsung ku cubit pipiku dengan keras, membayangkan hal-hal itu berbahaya bagi jantungku. Kembali ke dunia nyata, ku putar instrumental tradisional jepang dari Hp-ku dan mulai mengerjakan paperwork. Musik yang mengalun dengan penghangat ruangan yang berada di suhu yang pas, membuat perkerjaan yang ku kerjaan terasa ringan. Waktu berlalu dengan cepat, aku terlalu terbuai dalam paperwork yang bertumpuk-tumpuk. Tiba-tiba kudengar ketukan di pintu, segera ku tinggalkan paperworkku dan mengambil penggaris kayu nan tebal milik kantor. Ya, kalau-kalau pembunuhkan... setidaknya ada senjata.

Aku mendekatkan telingaku ke pintu. "Siapa," tanyaku.
"Ini aku, Kie. Bolehkah aku masuk?" segera ku buka kunci ruanganku dan ku buka pintu. Ku lihat dia tetap menggunakan pakaian kerjanya dan di kedua tangannya ada gelas berisi teh ,dan dari aromanya bisa kutebak 'Camomile Tea' kesukaanku.

"Silahkan masuk, pak." Sambil mempersilahkannya masuk.

"Tak usah terlalu formal, ini sudah malam bukan jam berkerja juga. Panggil saja Kie atau kalau kau ingin panggilan yang lebih bagus boleh juga," ujarnya sambil tersenyum. Ku tutup pintu dan ku kunci kembali setelah dia masuk kedalam ruangan.

Aku letakkan penggaris kayu ke tempat asalnya dan kembali duduk di kursi kerjaku dan melanjutkan paperworkku. Dari sudut mataku kulihat dia sedang melihat-lihat beberapa foto dan piagam yang di pajang di dinding, entah apa yang menarik.

"Tak kusangka ternyata kau memiliki banyak piagam penghargaan," ujarnya. Ku alihkan pandanganku kearahnya. "Ah, tidak juga... hanya sedikit dari kantor. Sisanya karena tak muat lagi di rumah jadi ku titip sementara di sini," jelasku dan kembali melanjutkan paperworkku.

Dia berjalan ke arah mejaku dan melihat pekerjaan yang sedang ku kerjakan, aku bisa menghirup aroma parfumnya dan ku rasa dia sangat dekat denganku sekarang.

"Kau tahu, kurasa kau harus pulang sekarang," ujarnya. Dia sodorkan teh camomile itu ke arahku. Aku tatap gelas itu dan kuterima, "Tapi masih banyak yang belum selesai"

Tiba-tiba saja dia menyentuh pipiku dengan lembut dan membuatku menoleh ke arah tumpukan kertas yang sangat banyak. Aku agak terkejut melihat 3 tumpuk paperwork di meja kecilku, seingatku aku baru mengerjakan sedikit saja. Sepertinya aku terlalu terbuai dalam suasana selama mengerjakannya.

"Paperwork selama 3 hari sudah kau kerjakan semua dalam waktu 3 jam 29 menit... aku terkesan," pujinya. Dia lepaskan sentuhannya dari pipiku, kurasakan pipiku mulai panas dan dengan sekejap aku kembali menggunakan wajah normalku. Aku mulai meminum teh camomile itu dan dalam sekejap habis. Entah kenapa aku merasakan dia menatapku dan itu membuatku merasa tak nyaman, aku berdeham untuk memecahkan keheningan.

"Kau tidak pulang? Ini sudah nyaris jam 12 malam, Kie," ujarku sambil merapikan paperwork dan menaruhnya pada tempatnya.

"Hmm... tidak aku sedang menunggu sesuatu yang penting." Kulihat dia mengambil sesuatu di dalam sebuah plastik ukuran sedang.

Aku menatapnya bingung, hal penting apa sampai menunggu di kantor hingga tengah malam seperti ini. Ku rapikan barang-barangku ke dalam tas dan ku kenakan mantelku.

"Kau tahu, Ada seseorang pegawai di tempat ini. Dia sungguh perfeksionis, sikapnya tegas dan disiplin tetapi ramah pada rekan-rekannya... pangkatnya cukup tinggi di tempat ini tapi tidak membuatnya menjadi sombong" Ku menatap bingung sekali lagi, aku diam dan membiarkannya melanjutkan kata-katanya.

Dia berbalik dan memberikanku ekspresi yang penuh makna, "Dia selalu mengutamakan karir dari pada kesehatannya sendiri. Pada awalnya kuakui itu cukup bodoh, tak jarang dia lembur demi tugas rekannya yang sedang sakit atau karena dia sedang bosan... tapi, itulah yang membuatnya bisa tersenyum." Dia berjalan ke arahku, aku hanya diam.

Kucoba cerna apa yang dia katakan, entah kenapa aku merasa tersindir. Sekarang dia berada di hadapanku, sebelum sempat ku bertanya dia melanjutkan kalimatnya.

"Aku selalu memperhatikan orang itu, ku cari semua tentangnya. Dan aku baru tahu kalau dia suka teh camomile, " ujarnya. Kudengar jam berdentang 3 kali tandanya sudah jam 12 malam. Aku tak bisa berkata apa-apa dengan penuturannya.

Dia berlutut di hadapaku dan mengeluarkan sebuah cheesecake ukuran sedang, tiba-tiba saja kurasakan air mata menetes dari ujung mataku. Kubaca tulisan yang di buat dari coklat di kue itu, 'Selamat Ulang Tahun'. Ini pertama kalinya ada yang memberikanku kue selain orang tuaku saat ulang tahunku.

Kurasakan dia memegang tangan kananku, dan semakin banyak air mata yang keluar dari sudut mataku setelah mendengar penuturan akhirnya.

"Aku menyukaimu, maukah kau kencan denganku?"

Aku terbangun dari tidurku, ruangan gelap dan dinginlah yang pertama kali terlintas di otakku. Kulihat kalender yang terpajang di dinding, tanggal 21 Juni tertulis dengan warna merah di situ.

Ku tersenyum lemah, ku usap pelan bagian kasur yang kosong. "Selamat hari pernikahan kita, Suamiku," bisiku pelan.

Sebuah koran tergeletak di meja, 'CEO PERUSAHAAN XXXXXXX MENINGGAL DALAM PERNERBANGAN KE AMERIKA'.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KEGABUTAN SAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang