𝙷𝚎 𝚜𝚠𝚘𝚛𝚎 𝚜𝚑𝚎'𝚍 𝚋𝚎 𝚑𝚒𝚜. 𝚂𝚑𝚎 𝚜𝚠𝚘𝚛𝚎 𝚑𝚎'𝚍 𝚛𝚎𝚐𝚛𝚎𝚝 𝚒𝚝.
♚ 𝕷𝖚𝖓𝖆𝖙𝖎𝖈 𝖂𝖔𝖗𝖑𝖉 ♚
Udara mengalir berat, pekat dengan bau anyir merasuk ke dalam penciuman. Setiap tarikan napas terasa seperti meneguk lelehan logam—lidahnya mencatat rasa besi itu. Menusuk, mengganjal, seakan partikel-partikel kehidupan yang terbuang melekat di kerongkongannya. Dadanya naik-turun tak beraturan, menggapai-gapai oksigen seakan ia baru lepas dari sesuatu yang menjerat lehernya. Sudut matanya merekam reruntuhan pertarungan tercatat dalam potongan-potongan visual yang kacau: dedaunan hancur menjadi serpihan hijau pucat, ranting-ranting patah seperti tulang yang diremukkan, tanah lapang yang tadinya dipagari pepohonan kini menjadi medan tandus, retak-retak oleh kekuatan yang saling menghancurkan.
Pedang kebanggaannya masih setia menancap pada tanah tuk dijadikan tumpuan agar tubuhnya tidak sepenuhnya ambruk. Lutut kanannya menekan bumi. Kulitnya yang terkena tanah basah mengirimkan sensasi dingin yang kontras dengan panasnya darah mengalir dari luka di sudut bibirnya. Jari lentiknya bergerak menyapu cairan kehidupan itu dengan gerakan hampir arogan.
Langkah-langkah itu mengguncang kesadarannya.
Suara derap kaki terseok-seok mendekat, disertai rintihan serak yang lebih mirip dengusan binatang terluka daripada suara manusia.
Meski demikian, kesanggupannya berjalan menandakan sosok tersebut masih mampu bertukar beberapa serangan jika pertarungan ini berlanjut.
Tak lama sosok lain itu sampai di depannya. Namun, ia tak berniat mendongak tuk bertemu mata. Lebih memilih menatap tanah sambil mengumpulkan sisa-sisa kekuatan di otot-ototnya yang gemetar.
"Tak kusangka kau akan sekeras kepala ini. Apakah begitu sulit untukmu menjadi milikku?" Rendah dan penuh intimidasi adalah ciri khas pria di depannya dalam berucap.
Seperti pisau berminyak yang digosokkan di atas kulit. Dingin. Licin. Penuh ancaman yang tersamar.
"Aku bahkan bersumpah tak akan membiarkan siapapun menyentuh atau mengganggumu. Tidakkah kau ingin menghargai sedikit usahaku?"
Gadis yang tengah bersimpuh itu mengulas senyum sinis lalu mendengus.
Dia yakin jika gadis lain di posisinya saat ini, maka orang tersebut akan salah paham. Menyimpulkan apa yang diucapkan pria itu sebagai bujuk rayu paling manis dan sudah sepantasnya ia meluluhkan hati tuk menerima.
Sayangnya dia tahu betul racun yang tersembunyi di balik kata-kata manis itu. Ucapan pria itu tak mengarah pada konotasi romantisme penuh obsesi, selayaknya kisah yang didamba para perempuan akan pria yang hanya mencintai satu wanita.
Sama sekali tidak.
Makna dari 'milikku' bagi pria tersebut tak ubahnya mainan yang ia kendalikan sesuai keinginan.
Dan maksud dari 'tak akan membiarkan apapun menyentuhnya' adalah peringatan bahwa dialah satu-satunya yang berhak menyakitinya, mengujinya, memelintirnya sampai hancur, lalu menyusunnya kembali sesuai keinginannya.
Bak anak kecil yang menggenggam erat mainan kesayangan sambil memandang teman-temannya dengan mata penuh tantangan: Coba ambil, aku akan menghancurkanmu.
Pria itu akan senang hati menyiapkan rangkaian skema, penyiksaan serta siasat buruk lainnya demi menguji ketahanan mainan yang dia punya dan tak siapapun dibiarkan melakukan hal serupa pada miliknya.
Itulah fakta sebenarnya.
"Permintaanmu terlalu banyak, sialan."
Tatapan gadis itu yang tiap detik semakin tajam, tiba-tiba teralihkan ketika tubuh pria itu tiba-tiba meluruh ke tanah, seakan terpeleset oleh gravitasi dan membentuk pose serupa dengannya.
Tanpa aba-aba durja mereka sudah sejajar, napas saling menerpa. Tangan pria itu terulur menyentuh pipi si gadis yang lekas dibalas dengan dagu terangkat, menandakan gadis tersebut tak akan terprovokasi.
Sekarang mereka sejajar. Napas mereka saling beradu—panas dan bergejolak.
"What should I do to make you mine?" Suaranya serak, dan ibu jarinya mengusap pipi sang gadis yang lembut.
"Lemme skin you—slowly, from toe to crown. Then I’ll wrap my fingers around your heart—still beating, soaked in rushing blood." Suara gadis itu mengalun lembut, mendayu, seperti sedang membacakan puisi cinta kendati kalimatnya mengerikan. "I swear to God, I'll be yours after that."
Ada tekanan di kata terakhir—sebuah ancaman yang diucapkan dengan manis.
Sang pria tertegun. Di mata aquamarine itu, ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak ada.
Api.
Api yang sama seperti yang berkobar di dadanya sendiri.
Obsesi.
Matanya jelas menangkap hal tersebut pada kilatan manik memikat di hadapannya. Hasrat yang menggila untuk meremukkan setiap bagian mainan-nya tak hanya ia rasakan sendiri. Kobaran antusias terpancar kuat di manik aquamarine tersebut.
Sial, setiap sel tubuhnya tergelitik. Jantungnya bertalu serupa genderang perang yang ditabuh. Bibir bawahnya yang kering dijilatnya perlahan, matanya terpaku pada kilatan berbahaya di mata gadis itu.
Kilatan yang gelap seperti jelaga.
Seperti lubang hitam yang siap menelannya hidup-hidup.
Dan anehnya—
Itu membuatnya bergairah.
Mendapati fakta bahwa mangsanya diam-diam berbalik menargetkannya justru membuat rasa ketertarikan yang ia tahan meluncur pada ambang batas waras, kepalanya terasa pening dengan cara yang menyenangkan.
Bak kesadaran yang terkikis karena sebotol brendi, ia tenggelam dalam lautan candu tak berkesudahan.
"You'll let me send you to hell in a sweet way, will you?"
Belum sempat pria itu menjawab, terdengar teriakan marah gadis lainnya. Gadis yang baru datang dengan busur dan anak panah mengarah kepadanya, serta tatapan nyalang penuh amarah dan sarat akan kebencian.
"Stay fucking away from her, asshole!"
♚ 𝕷𝖚𝖓𝖆𝖙𝖎𝖈 𝖂𝖔𝖗𝖑𝖉 ♚
Regards,
Arifah
Lunatic World ©2024
All rights reserved.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNATIC WORLD
Fantasy"This isn't a world where fairy tales come true. Here, you either stand with dignity or get trampled like nothing. So, welcome to the Lunatic World." -Lunatic World by aksarakhayal19 [♢] Entah berkah atau kutukan, Semesta memiliki cara yang seringk...
