Gadis bersurai hitam panjang itu masih terdiam. Mulutnya bungkam. Jemari lentik yang ia mainkan menyiratkan sebuah keengganan.
" Dua semester lagi kuliah mu selesai, kan?. "
Soprano pribadi di seberang duduknya menguar, terdengar lembut namun tegas di setiap intonasinya.
Masih bungkam, gadis yang ditanya hanya mengangguk kecil. Sungguh, ia tak nyaman dengan pembicaraan ini.Harusnya sekarang ia berendam di bath up beraroma lavendernya, menghilangkan penat setelah jadwal padat kuliahnya hari ini. Bukan ditahan dengan percakapan konyol yang sama sekali tak masuk akal baginya.
" Rose, bunda tau, itu pilihan yang sulit. Tapi kami tidak akan memaksamu, sayang"
Terdengar helaan lembut pada jedanya," Karena sebentar lagi wisuda, ayah dan bunda pikir kamu akan ambil tawarannya. Samuel anak baik kok, ya kan, yah?. "
Sang bunda tersenyum meminta pembelaan suaminya." Sudahlah, biar Rose yang menentukan, dia sudah dewasa. Berapa tahun? Ah, ya, dua puluh satu tahun. Ini bukan zaman perjodohan, kan?. "
Barulah sepuluh menit kemudian gadis yang dipanggil Rose itu mewujudkan angannya. Berendam dalam bath up dengan aroma favoritnya, lavender. Aroma yang mampu merelaksasikan pikirannya. Bukan hanya jadwal kuliahnya yang semakin padat, melainkan juga penawaran pernikahan dengan putra sahabat bundanya.
Mengingat gagasan itu membuatnya tersenyum remeh,
" Ah, sudahlah Rose, mungkin mereka hanya bercanda. "
🍁🍁🍁
Sementara itu pada lain kediaman, sosok berparas gagah tampak terpekur di balkon lantai duanya. Di tangannya tergenggam ponsel pintar dengan layar yang masih menyala. Baru beberapa detik panggilan dari ibunya berakhir.
Angin malam yang berhembus cukup dingin tak membuatnya menggigil. Maniknya tampak menatap suasana malam yang pekat, namun pikirannya melayang ke percakapan telfon barusan.
" Lusa pulanglah ke rumah, mama ingin mengenalkanmu pada seseorang. "
Sedetik sebelum menjawab ia menghela nafas berat, " Mama jangan mulai. "
" Astaga Sam, ini demi kebaikanmu. "
" Berapa kali kubilang, aku akan menikahi Irene, ma. "
" Berapa kali juga mama harus bertanya, kapan?. "
Intonasi dari seberang sana terdengar kesal, " Gadis itu memang tidak punya sopan santun!. "
" Mama... "
" Mama tidak mau tau, lusa kau harus pulang ke rumah! Atau mama adukan pada ayahmu!. "
SREET..
Suara tirai balkon yang disibak membuyarkan lamunannya. Ia menoleh, seketika senyum terbit di bibirnya. Gadisnya datang.
" Sedang apa, sayang? Disini dingin, kau tidak kedinginan?. "
Pribadi yang ditanya dengan cergas menarik tubuh sang gadis ke dalam dekapan. Dipeluknya erat seakan tak ada lagi hari esok.
" Hmm, sekarang sudah hangat. "
Merekapun tertawa bersama.
Lima menit berlalu hanya dalam desauan angin malam. Kedua insan yang tengah saling mendekap sama sekali tak bersuara. Hanya nafas yang terdengar.
Hingga sang pria melonggarkan pelukannya, meletakkan kedua tangannya pada masing-masing bahu gadisnya. Kedua pasang mata bertemu,
" Bae Irene,"
Panggilnya pada sang gadis tanpa melepas kontak mata keduanya. Sedangkan sang gadis diam-diam menelan salivanya. Jika kekasihnya memanggil namanya, berarti ada suatu hal penting yang harus dikatakan.
" Apakah kau sungguh mencintaiku?. "
Sempat tertegun sejenak, hingga gadis bermarga Bae itu menjawab,
" Apa yang kau tanyakan, sayang. Itu sudah jelas. Berapa kali harus ku katakan padamu, hm?. " ungkapnya dengan sedikit tawa agar suasana romantis ini tak berubah canggung.
" Kalau begitu harus berapa kali lagi kau menolak lamaranku?."
Irene terkesiap,
" Ak.. Aku... "Kalimat sumbang nya terputus saat sang pria mengecup bibirnya sekilas.
" Jangan tolak lagi, atau lamaran itu bukan lagi milikmu. "
Ucapnya sambil mengangkat kedua tangan sang gadis. Mengecupnya pelan, kemudian berlalu masuk tanpa sepatah kata lagi.
Sedang pribadi bernama Irene itu terhenyak. Ujung matanya mulai berair,
Haruskah ia katakan kenyataannya?
🍁🍁🍁
Hallo! Aku masih pemula🙈
Maaf kalo typo bertebaran, makasih udah mau mampir🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
pathetic
RomanceKetika fakta bahwa dunia yang luas ini tak ubahnya hanya selebar daun kelor. Akankah takdir yang ditetapkan sebercanda ini? Let's see...