02. Parkjimin or Kitten

81 12 7
                                    

"Hoam~ mhhh.." Jimin terbangun dari tidurnya. Rambutnya acak-acakan dan jangan lupakan bibir merah itu yang sedang menguap lebar. Menggeliat pelan, Jimin duduk menatap ke arah jam weker di atas nakas yang sekarang sedang menunjukkan pukul delapan. Jimin menguap lagi, dirinya masih berusaha mengumpulkan kesadaran ketika kedua kaki telanjangnya menyentuh lantai kamar. Dengan kedua kakinya Jimin berjalan keluar kamar, tanpa mencuci muka terlebih dahulu. Dirinya tidak ingat peristiwa malam tadi omong-omong. Jimin berjalan pelan menuju dapur. Mengambil sebuah botol di dalam kulkas mininya kemudian meneguk isinya secara cepat.

"Hei!"

Brushhhh

"Uhuk...uhuk"Jimin tersedak air minumnya merasa kaget ketika suara asing masuk ke dalam pendengarannya. Masih berusaha meredakan batuknya, Jimin bergumam pelan, "hhh, tenggorokanku~"

Sementara Jimin masih terbatuk, orang asing itu hanya diam mengamati tak berniat membantu Jimin yang kini kesulitan bernafas dengan benar. Mata tajamnya tak berkedip melihat leher jenjang Jimin yang kini basah karena air minum itu. Nafasnya memberat menahan hasrat yang dipendam semenjak dirinya tidur bersama pria mungil itu semalam. Ketika Jimin sudah mendingan dirinya berkata dengan nada datar andalannya,

"Kau tak apa?"

"Hhh...EH?" pekik Jimin, kedua netranya membulat kaget. Kemudian dengan gerakan patah-patah Jimin menengok ke arah pintu dapur. Dilihatnya, seseorang berbadan besar yang dipenuhi dengan tato sedang bersandar di pintu dapur dengan tangan yang terlipat di depan dada, menatap datar ke arahnya. Jangan lupakan, orang itu masih bertelanjang dada menampakkan perut ber-abs yang juga dipenuhi tato dan sebuah perban membalut perutnya sebelah kiri. Ehm, bedanya sekarang dia hanya mengenakan bokser bukan lagi celana panjang, membuat mulut Jimin terbuka lebar.

"S-siapa kau?" Jimin bertanya pelan, onyxnya sibuk mengamati pria kekar itu dari atas sampai bawah. Pikirannya mencoba mengingat siapa pria itu sebenarnya.

"Kau...tak ingat?" Pria asing itu mengernyit heran. Kedua matanya tetap memandang Jimin dengan datar.

"Ingat? Ingat apa? Tuan siapa ada di rumahku?" Jimin tak berani mendekat, penampilan pria asing itu membuat Jimin was-was dan sedikit waspada. Botol air di tangannya pun digenggamnya dengan erat.

"Kau...kemarin malam, kau menolongku!" Agust D, pria asing itu sedikit tak rela menyebutkan kata 'menolong'.

"O-oh, Tuan yang kemarin pingsan di depan rumah Jimin kan? Omong-omong, jika tuan sudah sembuh, tuan bisa pergi dari rumah Jimin" kata Jimin, bibirnya melengkung indah membuat kedua matanya tenggelam di pipi gemuknya. Botol air yang sedari tadi digenggamnya dengan erat kini diminum lagi isinya.

"Kau...mengusirku?" Agust D menatap Jimin terkejut, baru kali ini ada orang yang berani mengusirnya secara terang-terangan, dengan ekspresi polos pula.

"Eh, tidak. Jimin tidak mengusir tuan. Tapi...kalau tuan merasa juga tak apa" Jimin mengecilkan suaranya di akhir kalimatnya. Tapi apa daya, pendengaran Agust D itu tajam setajam kelelawar jadi dia mendengarnya.

"Kau tak tahu siapa aku?" Agust D kembali bertanya, menghiraukan kalimat Jimin tadi yang sedikit-banyak menyebalkan.

"Eoh? Jimin tidak tahu siapa tuan. Jadi- eh...bukankah Jimin ketiduran di sofa kenapa Jimin bisa ada di kamar?"Agust D memutar kedua bola matanya malas, kemudian mendengus pelan. Sedikit kesal karena Jimin tak menjawab pertanyaannya dengan benar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HawkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang