So Hurt

118 4 0
                                    

Cinta dan kenyataan.

Dua kata yang sama pahitnya.

Saat aku membutuhkannya, dia hilang bak di telan bumi. Berbanding terbalik dengan apa yang selalu kulakukan, aku selalu setia berada di sampingnya dalam keadaan apapun.

Satria Nugraha.

Pemikat hati setiap wanita, dengan pesonanya yang luar biasa menawan.

Sedang aku, hanya menyandang status sahabat untuknya.

Kadang, aku merasa bosan menjadi perempuan. Hanya bisa menunggu dan diam.

Satria begitu bodoh sampai tak merasakan semua sinyal dariku.

Dari mulai perhatianku padanya, semua yang kulakukan untuknya, segala pengorbanan untuknya, tapi balasan yang kudapat hanya membiarkan aku melihatnya mengaitkan tangan dengan yang lain.

Kenyataan begitu pahit.

Aku tak pernah tau bahwa semua ini harus terjadi padaku.

Mencintainya.

Suatu kebodohan yang juga telah kulakukan.

Seperti hubungan parasitisme, aku sang inang sedang Satria adalah benalu.

Terus seperti itu semenjak kami masih duduk di bangku menengah atas.

Dari kejauhan, dengan kaca cafe memisahkan pandanganku dan Satria aku bisa melihat, dibawah rintik hujan dua sejoli sedang berbagi payung sembari memandang satu sama lain.

Tatapan cinta yang kuharapkan dari Satria untukku.

Cinta benar-benar pahit.

Seperti kau mencicipi narkoba, memabukkan dan membuatmu ketagihan. Ironisnya begitu kau coba untuk berhenti, kau malah sangat membutuhkannya.

Brraaaaakk!...

Semua orang berhenti dari aktifitasnya masing-masing. Mengubah pengelihatan hanya pada satu titik—sumber suara yang sepertinya berasal dari jalan raya.

Tak terkecuali aku pun ikut melihat kearah jalan raya.

Entah mengapa, perasaan tak enak mulai menyelimutiku. Aku mengubah arah pandang dimana tempat Satria bersama kekasihnya yang sudah tak berdiri lagi disana.

Perasaan tak enak mulai mendesak hatiku.

Di jalan raya sana, terlihat kerumunan orang sedang berlomba-lomba melihat korban tabrak yg kini  berbaring diatas aspal, dengan darah mengalir dimana mana, nama Satria tiba-tiba terlintas di benakku.

Jangan-jangan...

Aku segera berlari keluar dari cafe, menerobos kerumunan manusia hingga aku melihat seseorang berbaring berlumur darah.

Aku menutup mulutku setelah menyadari siapa yang berbaring disana.

Tepat di sebelah korban, terdapat seseorang yang begitu ku kenal sedang terisak. Sungguh pemandangan yang sangat menyakitkan mengingat air matanya tak pernah tumpah untukku.

“Satria?“ aku menyentuh bahunya pelan, membuat pemiliknya membalikkan badan sembari mengusap air mata.

Sedetik kemudian baru kusadari badan mugilku telah di rengkuh oleh badan tegapnya.

“Apa yang terjadi? Tenang, ayo kita segera larikan ke rumah sakit“

Kulihat Satria hanya tersenyum miring menanggapi perkataanku, dengan tenang ia segera membopong korban menuju mobilnya, membuat orang2 yang tadinya membentuk lingkaran bubar begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PretendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang