Juni, 2018. Aku mulai menjalani psikotes untuk menentukan jurusan di Daegu High School. Menjawab sekumpulan soal yang terkadang di luar nalar. Pertanyaan yang menurutku memiliki dua jawaban. Psikotes kadang memang membuat orang yang membuat soal menjadi menalar tiga kali lipat. Membingungkan.
Sama seperti dia. Membingungkan.
Dan juga... rumit.
Aku duduk di dekat pintu kelas. Memutuskan untuk duduk paling depan karena sisa bangku yang tersisa hanya itu. Dari SMP ku sebelumnya, hanya ada lima orang yang bisa masuk ke Daegu High School. Entahlah. Yang lain lebih memilih sekolah SMA biasa. Tapi, ada juga yang memilih sekolah di luar kota.
Wajar saja. Sudah SMA. Semua orang pasti mulai memikirkan masa depannya.
Teman dari SMP-kuーJulia dan Arinーmemilih masuk sini karena alasan yang sama. Dekat dari rumah. Sisanya? Katanya sekolah ini bagus. Entahlah.
Walaupun dulu kami satu sekolah, tapi kami berlima sama sekali tidak dekat. Mungkin aku sempat satu kelas dengan Arin, tapi kami tidak dekat. Paling hanya mengobrol tentang pelajaran. Itupun dia dulu yang menghampiriku.
"Haii!" Aku melambaikan tanganku ke arah Julia dan Arin yang duduk di belakang. Menyapa mereka. Mereka ikut melambaikan tangan, membalas sapaanku.
Dari awal masuk SMP sampai sekarang, mereka masih sama. Seperti biji. Selalu berdua. Kemana-mana berdua. Ke kantin berdua. Pulang sekolah berdua. Makan berdua. Seolah tak mau dipisahkan. Yah, mungkin karena rumah mereka berdekatan, jadi itu menjadi salah satu alasan mereka dekat.
Anak perempuan berkacamata tiba-tiba masuk, lalu duduk di sampingku. Aku hanya tersenyum, canggung. Dia ikut tersenyum, manis.
Beberapa menit kemudian, ada seorang pria muda masuk. Mungkin... guru?
Dia menjelaskan dirinya siapa. Ah, ternyata benar, dia guru di sini. Siapa namanya tadi? Pak Yixing? Ah, ya itu.
Pak Yixing mulai mengabsen kami semua satu persatu.
"Aeri Kim?"
"Saya!"
"An Hyeri?"
"Saya!"
Aku hanya menunggu giliran.
"Jung Hyura?" Nah, giliranku.
"Saya!" tegasku. Aku kembali menenggelamkan kepala. Sumpah, aku benar-benar mengantuk.
Sampai akhirnya, nama itu terdengar menggema di telinga.
"Na Jaemin?"
"Hadir!"
Aku langsung mengangkat kepalaku. Kaget. Kenapa nama Jaemin itu terdengar lagi? Padahal aku berusaha untuk melupakannya.
Jaemin?, batinku. Aku menoleh ke arah Jaemin menatapnya lekat.
Astaga, potongan rambutnya benar-benar mirip dengan Jaemin-ku yang dulu.
Pak Yixing mulai memberikan kertas ke masing-masing anak, lalu menyuruh kami mengerjakan. Waktu yang diberikan hanya 30 menit.
Baru saja lima belas menit dimulai. Tiba-tiba, Julia dipanggil oleh seseorang di bibir pintu. Dispensasi katanya. Julia mewakili sekolah mengikuti lomba menyanyi.
Murid berprestasi memang berbeda. Julia dan Arin memiliki bakat yang sama. Menyanyi. Bahkan mereka masuk ke sekolah ini tanpa tes. Hanya dengan memberikan beberapa sertifikat, dan yah, kalian tau apa yang terjadi.
Tak sadar, tiga puluh menit terlewat sudah. Tiba-tiba, guru yang berbeda masuk, menggantikan Pak Yixing. Ah biarlah, yang penting aku ingin cepat-cepat pulang. Aku begadang semalam.
Bu Cantikーsiapapun, aku tak tahu namanyaーmencari Julia. Aku diam, ingin menjawab, tapi lidahku kaku. Aku benar-benar lemah berbicara di depan orang banyak, apalagi yang tak kukenal. Beberapa anak menatapku, seperti menuntutku untuk menjawab, karena posisiku sangat dekat dengan Bu Cantik.
"Ah!ーJulia lombaーanu, dia disー"
"Dispensasi. Julia izin lomba, tadi dipanggil oleh salah satu guru di sini." Holy shit! Benar-benar mamalukan.Bahkan berbicara salah lidahku rasanya sangat kelu untuk bicara. Beruntung, Jaeminーhah? Jaemin?
Ya. Dia yang memotong pembicaraanku barusan. Dengan tegas. Penuh keyakinan. Aku hanya bisa melirik ke arahnya. Dan tanpa sengaja, tatapan kami bertemu. Aku langsung mengalihkan pandanganku, fokus dengan kertas yang ada di depanku.
Kenapa harus bernama Jaemin sih?!
///
Pukul dua belas siang. Akhirnya selesai juga. Aku menunggu di depan gerbang sambil sekali-dua kali melihat ke layar ponsel. Berharap jemputanku cepat datang. Aku benar-benar tidak memiliki teman di sini!
"Lama banget sih!" gerutuku.
Aku bersandar di tembok sambil menunggu. Tiba-tiba pandanganku berhenti tepat di depanku. Seseorang dengan seragam biru dari sekolahnya. Sedang menatap layar ponselnya, sama sepertiku barusan.
Dia Na Jaemin. Aku tak salah lagi. Dia Na Jaemin yang tadi.
Dan kejadian yang sama seperti tadi terulang kembali. Mata kami bertemu. Dia menatapku dingin.
Iya aku tahu aku ini jelek. Tapi, nggak usah segitunya juga kali?
Tak lama, dia mengalihkan pandangannya, melihat mobil hitam yang ada di hadapannya. Kemudian, masuk ke dalam. Aku terus memerhatikannya.
Benar-benar mirip dengan Jaemin-ku yang dulu.
Lamunanku berhenti. Segerombolan anak laki-laki muncul di hadapanku. Mataku berhenti di salah satu anak laki yang memakai kacamata bulat di sana.
Ganteng, hehe..., batinku.
Ya, dan beginilah cerita singkat, namun sederhana, yang ternyata cerita ini berjalan menjadi rumit.
Tentang aku dan Na Jaemin yang...
Yah, begitulah. Kalian tebak-tebak saja sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Jaemin
FanfictionSebenarnya, sebelum masuk SMA, aku sudah memutuskan untuk tidak lagi menyukai cowok brengsek seperti Lee Jaemin. Aku, Jung Hyura. Mulai masuk ke Daegu High School mulai Juli kala itu. Dan pertemuanku dengan Na Jaemin di mulai saat itu. Na Jaemin da...