BAB 5 ー Three Years Ago

8 3 0
                                    

Dugaanku benar kala itu. Na Jaemin akan benar-benar menjadi sainganku di kelas iniーdan beberapa anak lain tentunya. Hanya saja, dia yang paling terlihat mencolok.

Apalagi kalau ada sesi tanya-jawab. Dengan cepat tangannya itu akan terangkat, lalu menjawabnya dengan tegas dan penuh percaya diri.

Jujur, aku kagum.

Dua minggu berlalu. Wendy masih belum tahu-menahu soal Jaemin-ku yang dulu. Namun, aku sudah mengetahui beberapa rahasianya di masa lalu. Tentang Wendy dan Chanyeolーadik kelasnya yang sudah membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Dua minggu sudah berlalu dan dua minggu itu aku juga sudah mempermalukan diriku sendiri. Dengan cara menjawab pertanyaan dengan jawaban konyol. Mulai berani menjahili Wendy dan membuat beberapa anak perempuan di kelasku menatapku heranーsekaligus ngeri.

Apakah aku se-bar-bar itu?

Lupakan soal aku yang pendiam. Itu hanya tipuan. Tidak sepenuhnya tipuan sih. Hanya saja, memang aku ini terlihat pendiam dari luar. Tapi, kalau orang sudah dekat denganku, ya sifat asliku akan muncul begitu saja tanpa sadar.

Sekarang hari Rabu. Sekarang pelajaran Bahasa Jerman sedang dimulai.

Satu hal lagi yang aku baru tahu. Na Jaemin dengan mudah menjawab soal-soal yang ada di papan tulis. Astaga! Apa ada google translate di dalam otaknya?

Setelah menjelaskan beberapa hal, Herr Ryan (Pak Ryan) menyuruh kami menjawab soal yang ada di buku paket halaman 7. Ada lima belas soal di sana. Dan aku sama sekali tidak mengerti apa arti kata-kata ini.

"Wen sumpah gue gapaham samsek!" pulpen yang ada di antara hidung dan bibir Wendy terjatuh. Dia bahkan sama sekali tidak menjelaskan penjelasan Herr Ryan.

"Emang yang mana sih?" Dia mengambil buku paketku, membolak-balikkan halaman asal. Aku membukakan halaman 7, lalu memberikan buku itu kepadanya.

"Mending ngerti lo!" Wendy mengabaikanku. Aku melihatnya yang sedang menatap bukuku dengan serius. Dia mulai menulis jawaban.

Aku melirik Wendy yang sedang menjawab soal. Auf Wiedersehen, tulisnya. Aku mengernyit. Bagaimana dia bisa menjawab soal-soal itu? Aku menggelengkan kepala tak mengerti.

Di sisi lain, aku mendengar keributan di antara anak-anak cowok. Sepertinya mereka ribut menanyakan jawaban pada Na Jaemin. Aku menghela napas kasar. Kenapa dia selalu mengejutkanku dengan hal-hal yang tak terduga? Bahasa Jerman ini misalnya.

"Nih, yang ini lo tanya sama Jaemin aja. Gue nggak tahu artinya. Dia kayaknya udah jawab semua. Kalo enggak lo contekin aja. Tinggal dua nomor ini," ucapnya santai. Lalu Wendy menenggelamkan kepalanya ke dalam lipatan tangannya.

"Kok gue sih?!" seruku tak terima. Bahkan mengobrol saja tak pernah. Masa sekalinya ngobrol minta contekan. Jaem, nyontek dong!, begitu?!

Enggak banget!

"Ya kan ini soal udah gue jawab. Masa gue juga yang nanya?" pikirku benar juga sih. Tapi, apa benar harus aku?

Oke, calm. Ini hanya Jaemin. Ingat. Hanya Na Jaemin. Bukan Lee Jaemin.

Aku menarik napas, lalu menghela napas kasar.

Aku berjalan ke barisan bangku anak-anak cowok. Dengan memberanikan diri aku mulai mendekati Jaemin.

"Jaemin!" Aku memanggilnya sambil memeluk bukuku. Jaemin menoleh. Beruntung hanya dia yang menoleh. Karena yang lainnya sibuk melihat buku Jaemin.

"Apa?" Gurat wajahnya tak bisa kubaca. Antara suka dan tak suka. Tapi, sepertinya lebih banyak tidak sukanya.

My Second JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang