Part 1

74 10 3
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Ramadhan,2012.

Kuala lumpur, Malaysia.

Sorot jingga dari barat terlihat lebih pekat dari hari sebelumya. Segerombolan burung berformasi pesawat tempur terlihat terbang melintasi langit persis di atas bangunan Twice Tower. Ah, mana pula hamba yang tak mau bersyukur jika disuruh melihatnya.

Sekali lagi, awan jingga berarak tertiup angin sore, kumandang azan ashar yang begitu merdunya, juga masyarakat ramah tamah. Apa lagi yang perlu diadukan pada Tuhan tentang nikmat dunia sebegitu eloknya ini. Ini pembahasan Ramadhan kareem. Kala anak kecil Melayu bersuka ria jikalau saja ada perayaan buka puasa bersama di madrasah mereka.

Dan, seperti hari ini.

Di depan sebuah madrasah tinggi di kota Melayu, di atas podium panggung yang sudah dipersiapkan berhari-hari lalu, pria berkumis tebal mengenakan kopyah putih, juga berkacamata tengah berpidato tentang Ramadhan kareem. Itu terlihat biasa jika tidak ada ribuan anak berakhlak yang duduk teratur meyimak seseorang yang sedang berpidato itu.

Ya,kecuali seorang anak perempuan menggemaskan di pintu gerbang yang merengek minta pulang pada Ibunya.

Ibunya tentu bersikeras untuk tidak pulang sekarang. Bagaimana tidak, madrasah itu tengah dihadiri ulama terkemuka yang sering muncul di TV.

"Saya mahu pulang, ibu..."

"Sekejap,lah. Tak dengarkah kau pengajian itu indah sangat. Lepas ini kau dan kawanmu pergi ke bazar makanan di depan sana,bukan?"

Benar saja. Dua puluh menit sebelum azan maghrib, anak madrasah itu buru-buru menuju bazar dan membeli santapan yang akan mereka bawa lagi ke dalam madrasah.

Lagi-lagi gadis kecil yang menggemaskan tidak ingin membeli apa-apa.

"Kau ini nak apa?" Ibunya menanyakan untuk kesekian kali,"Ini Festival Ramadhan, macam mana pula kau tak bahagia. Ayo pilih saja santapan yang kau nak!"

Anak itu menggeleng. Gemas sekali melihat kedua bola matanya yang berbinar. Juga pipi tebalnya yang memesona. Namun satu hal, anak itu amat pemalu jika diajak bergabung bersama kawan-kawannya.

"Deen..!!" Suara menggemaskan lain datang dari seberang.

Ibu dan anak gadis menoleh pada seorang anak laki-laki mengenakan jubah violet dan peci hitam pekat. Anak itu adalah putra salah satu guru yang mengajar di madrasah.

Gadis yang dipanggil Deen tersenyum. Sepersekian detik, senyumnya terbalas dengan seringai gigi putih milik kawannya. Deen kembali ditanya mengapa ia tak membeli santapan padahal sebentar lagi waktu berbuka tiba.

Deen menjawab semangat,"Dari tadi aku menunggumu, Rayy. Aku bingung mau membeli apa,"

Sedari tadi wajah gadis menggemaskan itu pucat tak bersemangat dengan bibir melengkung meniru pelangi. Apa yang terjadi saat Rayyan datang? Sungguh tidak masuk akal jika dimiliki subjek anak madrasah berumur sembilan tahun.

Rayyan, kawan karib Adeena, tertawa sambil memegang perut. Si ibu terkejut membuka mulutnya lebar-lebar. Inikah yang menjadi alasan Adeena sejak kemarin murung tak enak badan. Karena Rayyan-kah? Tak percaya, si ibu balas menepuk jidatnya sendiri.

Selepas menukar uang dengan santapan berkuah kari, Adeena dan Rayyan buru-buru mencari tempat duduk.

Ulama berjenggot panjang memimpin do'a dan diikuti seluruh peserta. Langit Kuala Lumpur mendadak cerah. Mega mendung terlihat bergerak menjauh menyisakan sore berhias gerombolan burung terbang. Setiap bait adzan menembus langit hingga seisi dunia-pun ikut merasakan nikmat Tuhan kala Ramadan Kareem ini.

Dimulai dengan minum susu unta arab dan mengunyah kurma, mereka lanjutkan dengan shalat Maghrib berjamaah. Kemudian tak lama mereka kembali memadati lokasi berbuka.

Semua berjalan normal. Hingga seluruh isi madrasah tertoleh pada keributan yang terjadi di tempat Adeena dan Rayyan duduk.

Berawal saat Hakeem, yang duduk di sebelah Adeena dan berseberangan dengan Rayyan, menumpahkan kuah kari dengan sengaja ke baju Adeena. Tujuannya supaya Adeena menangis dan membuatnya terlihat lebih baik daripada Adeena yang ia anggap bodoh--padahal Hakeem sendiri yang bodoh. Adeena mengela napas kesal, namun ia tak menghiraukan. Karena Adeena tidak menangis-seperti biasanya jika dijahili-Hakeem mendorong Adeena hingga terjatuh terduduk.

Ya, tentu saja Rayyan langsung bertindak. Bentakan keras ia utarakan. Mengapa kau selalu membuat Adeena susah, mengapa kau benci pada Adeena, atau apalah.

Yang ditanya justeru membalas dengan tatapan garang dan seketika mendorong tubuh kecil Rayyan hingga terjatuh seperti halnya Adeena. Kedua anak kecil berakhlak itu bangun berdiri bersama-sama. Adeena takut-takut berdiri di belakang Rayyan. Satu-dua anak lain mulai memperhatikan mereka.

Rayyan menggeleng tak terima. Ia mengambil gelas berisi susu unta dan menyiramkannya pada Hakeem. Dengan cekatan, Hakeem mencoba menepis.

Kalah cepat! Celana Hakeem terkena noda susu. Ia tak terima telah di remehkan, sekalipun itu putra guru madrasah. Tak mau kalah, tangannya bergegas mengambil gelas kosong dan membenturkannya pada pelipis Rayyan.

Astaga.

Hampir saja mengenai mata, gelas itu pecah menghantam pelipis kiri Rayyan. Rayyan kecil merasa dirinya terbang tak seimbang. Badannya linglung hingga ia merasakan wajahnya basah oleh air merah yang terus mengalir.

Sepersekian detik, seisi madrasah langsung tertuju pada mereka. Alasan pertama, karena suara benturan gelas sangatlah keras hingga memancig orang-orang. Kedua, Adeena berteriak histeris meminta tolong. Wajahnya pucat pasi melihat Rayyan menahan sakit kemudian badannya jatuh tak sadarkan diri.

* * *

Esoknya, Rayyan dirawat di rumah sakit. Hakeem dibawa ke kantor keamanan madrasah. Sedangakan Adeena dibawa Ibunya ke bandara.

Adeena baru ingat, hari ini ia harus terbang ke Indonesia untuk menghabiskan Hari Raya dengan saudaranya. Ia sempat menengok Rayyan, namun hanya sebentar. Itupun melihat Rayyan berbaring lemah dengan kondisi masih tak sadar.

Di dalam pesawat, Adeena melihat luar jendela. Awan kelabu mengiringi langit Kuala Lumpur. Dipeluknya boneka panda saat ia beli di bazar Festival Ramadhan. Tak apalah berpisah dengan Rayyan. Toh selesai syawal ia akan jumpa kembali.
" Kau akan melanjutkan sekolah di Indonesia,Deen," Ibunya tersenyum memberitahu. Adeena terheran. " Ya, untuk kebaikanmu. Kau akan di sana hingga tingkat Perguruan. Semoga kau betah,nak."

Adeena menatap boneka panda tak berkedip. Matanya berbinar ingin meneteskan air. Semoga saja ia bisa kembali berjumpa. Semoga saja Rayyan baik tanpa dirinya.

Awan kelabu tak lagi terlihat. Udara tropis mulai terasa. Burung besi itu melesat jauh meninggalkan Kuala Lumpur, melintasi lautan biru, sesekali berada di atas daratan hutan atau pemukiman.

Surya timur terlihat megah berselimut awan tipis. Kisah tentang keberanian Rayyan melindungi Adeena mulai ia catat di buku Rihlah Alhaya miliknya sendiri.

*Kisah Adeena dan Rayyan akan berlanjut di bagian ke-2. Yang akan menyusul segera dengan cerita yang lebih bagus.😁
Bagaimana ceritanya? Jika kalian suka dengan cerita ini, jangan lupa untuk memberi suara dengan menekan bintang. Jangan lupa juga untuk memberi masukan berupa komentar,ya. See you later. Wassalam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NESTAPA RASA [Coming Soon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang