Tersakiti

49 1 0
                                    


Aku berlari menuju halte bus di depan perumahan rumah, berkali-kali aku melirik jam tangan merah jambu yang melingkar di tangan kiriku, sudah jam 7 lewat, berharap ada keajaiban sehingga tidak telat, walau aku sudah pesimis akan berdiri di barisan itu. Kalau saja adikku mau mengalah, pasti aku sudah di jalan diantar kakak sekarang.

Benar saja, gerbang tertutup saat aku baru turun dari bus, dan akhirnya aku tidak mengikuti upacara, karena tertahan di gerbang bersama anak-anak ini. Mereka melihatku dengan pandangan aneh, mungkin bagi mereka aku ini wajah baru, ini pertama kalinya aku telat selama hampir 2 tahun aku bersekolah di sekolah favorit ini. Pak Rudi, guru BK kami keluar gerbang, aku tertunduk malu.

“Laura? Tumben sekali kamu telat?” Tanya Pak Rudi yang pada akhirnya mengenali diriku juga

“anu pak, kesiangan..”jawabku asal seraya menggigit bibir

Beliau menggeleng, “kamu ini anak OSIS kan? Kok bisa-bisanya telat gitu loh… karena kesiangan lagi, yasudah sana kamu masuk, sepertinya tadi kamu dicari sama Fikri..” beliau mengizinkanku masuk

Aku mengangkat kepalaku, terasa tidak adil bagiku, apalagi  bagi siswa lain yang masih tertahan di gerbang. Aku masuk dan segera berlari ke ruang OSIS sambil mengendap-endap supaya tidak menarik perhatian peserta upacara, suara sorakan riuh terdengar di luar sana, habis ini bakal tambah lagi hatersku, haduh.

“Ri..” ucapku dengan rasa bersalah, mengingat hari ini aku membawa dokumen penting dan datang terlambat, membuat anak di hadapanku ini sempat panik. “sorry banget nih ya.. lo kan tau adek gue resehnya naudzubillah, jadi hari ini gue nggak bawa motor jadi ya…you know lah traffic Jakarta kan super macet, walaupun si komo udah ngga lewat lagi..” ocehku seraya mengeluarkan piagam penghargaan yang akan segera dibagikan, saat amanat berlangsung

“iye terserah lo aja, cepetan bawa sini sertifikatnya! Terus temenin gue ke depan lapangan upacara, sebagai hukuman, dan gue ngga nerima NO dari lo!” respon Fikri, dengan memberi penekanan di kata ‘no’, terpaksa aku manut.

Kami berjalan berdampingan, aku melanjutkan kisahku, Fikri hanya geleng-geleng mendengar ceritaku, Ketua OSIS sekaligus teman sekelasku ini sudah paham betul bagaimana seorang Alkarima Laurani ini, sudah hampir 2 tahun kami bersama-sama sebagai partner dan teman sekaligus, jangan heran bila kami akrab sejak awal. Namun setelah ia terpilih menjadi ketua OSIS, keakraban kami ini mengundang kesyirikan para Fansnya yang kini mencakup pula menjadi Hatersku. Kalo kata Fikri sih, HAHA-in aja. Kami berdiri bersandingan dengan para Guru, bisa ku lihat dari depan sini, beberapa orang menggunjing dan menghujat kami, terutama aku yang sedang berdiri bersama Fikri, sekalian saja kubuat lebih dekat, biar yang iri makin iri, apalagi saat kami bersama sama membagikan sertifikat untuk para pemenang perlombaan yang lalu, sorakan bukan hanya untuk para pemenang tapi untuk kami pula. Lucu sekali pemudi masa kini. Mereka tidak tau saja, kalau kedekatan kami ini hanya sebatas sahabat.

Selepas upacara, aku mengambil tasku yang tadi kutinggal di ruang OSIS, ada Aura yang sudah duduk disana, ia sekretaris I OSIS sekolahku ini, raut wajahnya tampak bingung, aku menghampirinya dan menanyakan apa yang terjadi.

“kenapa ra” tanyaku, sambil duduk disampingnya

“ini Alin… liat deh gue ngga bisa nemuin dokumen classmeeting besok di flashdisk ini, kayaknya ini ke format deh, padahal pak Andri udah minta proposalnya, terus juknisnya kan belum sempet dikasih tau ke anggota lain.. bisa gawat nih, gue juga ngga bisa inget lagi kalo misalnya suruh bikin lagi, gimana dong.. ancur deh reputasi gue di depan Fikri..” keluhnya, aku hanya tertawa mendengar kekonyolan Aura, teman dekatku “kok lo malah ketawa sih Lin! Jahat banget… gimana dong ini?”

Aku mengeluarkan laptopku dan membuka folder bertuliskan ‘Classmeeting’ di dalam dokumen OSIS “sebagai sekretaris lo yang baik plus super pengertian, gue udah backup di Laptop gue dong say! Gue tau kok kalo lo Cuma nyimpen di flashdisk bakalan ilang, soalnya kan flashdisk lo error terus…” aku terbahak melihat ekspresi Aura yang sampai terharu melihat dokumen ini masih ada, “Fikri ngga gitu kok orangnya..”sambungku sambil memeluk Aura erat karena gemas
Pintu tiba-tiba terbuka, dan tanpa di duga Fikri masuk, ia langsung terbelalak melihat kami sedang berpelukan dan sengaja beristigfar dengan suara agak kencang, seraya mengelus dada “ikutan dong..” ia merentangkan tangan dan menghambur kearah kami, aku melepaskan pelukanku

Sayap Sayap PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang