Bab 1 ; Sang Matahari

5 1 0
                                    

Laki-laki bertubuh tegak dengan setelan jas hitam yang melekat di tubuhnya itu berjalan dibawah sinar bulan sambil membawa satu cup es kopi hitam ditangannya. Sesekali ia menyeruput kopi itu sambil bersenandung kecil.

"Seperti biasa, tempat ini selalu sepi." gumamnya sambil memperhatikan tempat yang hampir setiap hari ia datangi,taman di dekat kantornya bekerja. Ia duduk di salah satu bangku taman, lalu memakai earphone untuk menenangkan dirinya sejenak dari pekerjaan pekerjaan kantornya. Belum sempat ia membesarkan volume lagu, suara tangisan perempuan didengarnya.

"Bukan hantu kan ya?" ucapnya. Ia melepas earphonenya, melihat ke kanan dan kirinya. Tatapannya berhenti saat melihat seorang perempuan yang duduk tidak terlalu jauh darinya. Bahu gadis itu berguncang hebat, rambutnya diikat asal. Sesekali gadis itu telihat memukul kepalanya sendiri.

Axel memperhatikan sejenak gadis itu. Namun, tangisan gadis itu tidak berhenti juga. Axel memegang dadanya sendiri, terasa sakit. Kenapa ini?

Ia mendekati gadis itu perlahan lalu menepuk bahunya. Gadis itu terlonjak kaget sampai sampai berdiri dari bangku yang diduduki. Gadis itu menatapnya curiga, dengan mata yang sembab tentunya.

"Kamu siapa?" tanya gadis itu sambil merapatkan jaketnya. Axel melihat dengan jelas tatapan takut gadis itu terhadapnya.

"Hey! Ditanya kok diam saja. Kamu siapa?" tanya gadis itu lagi, nadanya sedikit meninggi. Axel berjalan mendekat, gadis itu dengan cepat mundur beberapa langkah.

"Wow..wow. Kalau kamu maju, saya teriak!" ucapnya. Axel tersenyum menahan tawanya.

"Santai saja, saya orang baik kok. Saya menghampiri kamu karena mendengar dan melihatmu menangis" jelas Axel. Gadis itu menatapnya tidak percaya.

"Tidak percaya ? Kamu menangis kencang di sini sambil memukul kepalamu sendiri. Saya memperhatikanmu dari sana" jelas Axel lagi sambil menunjuk bangku yang ia duduki beberapa menit lalu.

Gadis itu mengangguk paham. Ia membenarkan ikattan rambutnya , mengambil tasnya dan mulai melangkah pergi.

"Hey ?" Axel menahan lengan gadis itu. Gadis itu menoleh ke arahnya, masih tanpa senyuman.

"Apa kamu butuh teman cerita?" tanya Axel. Gadis itu terdiam. Axel terus menatapnya.

Yaaa.. Axel memang tipe laki-laki yang tidak bisa mengabaikan kondisi seseorang. Wajar bila ia seperti ini.

"Nama ku Ashabel Giovani. Kau bisa panggil aku apa saja." ucap Gadis itu sambil kembali duduk di bangku taman. Axel sedikit terkejut karena gadis itu memperkenalkan dirinya tiba-tiba. Ia dengan cepat duduk di sebelah Ashabel, lalu tersenyum manis.

"Saya Axel Isaiah. Jadi mau bercerita,nona ?"

Gadis bernama Ashabel itu mulai bercerita. Bahkan bagian bagian penting hidupnya ia tumpahkan semua malam itu di hadapan pria yang baru ia kenali. Tidak, Ashabel bukanlah gadis yang terbuka pada orang yang baru ia kenal. Namun, berbeda untuk Axel.

Axel tercengang mendengar cerita cerita yang ditumpahkan gadis itu. Sudah beberapa kali gadis itu ditinggalkan, sudah berapa kali gadis itu dirundungi oleh keluarganya, sudah berapa lama gadis itu menahan dan menyembunyikan depresinya. Axel tidak mengira akan seberat ini. Ashabel terlihat tersenyum, menahan air matanya untuk jatuh. Sesekali gadis itu memukul pelan dadanya yang terasa sesak. Axel tiba tiba menahannya.

"Jangan menyakiti dirimu sendiri. Saya disini" ucapnya sambil secara tidak sadar menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Ashabel terkejut, namun airmatanya tidak dapat ia tahan lagi. Ia tumpahkan semuanya di dalam pelukan Axel, dibawah ribuan bintang.

--

Kedua manusia itu tampak canggung setelah 20 menit yang lalu melepas pelukkan mereka. Maupun Axel atau Ashabel sama sama sibuk dengan pikiran mereka sendiri.

Ashabel tersadar. Ia menoleh ke arah Axel yang masih menatap kosong.

"Maaf sudah membuatmu repot!" ucap Ashabel dengan senyum tipisnya. Axel menoleh, menatap gadis itu.

"Sudah terlalu malam. Aku harus pulang" lanjut Ashabel. Ia bangun dari duduknya, menggendong kembali tas punggung kecil yang ia bawa. Menoleh ke atas,lalu tersenyum. Axel menatapnya bingung.

"Bintang malam ini indah. Aku pulang duluan ya tuan Matahari?" Setelah itu Ashabel langsung berjalan pulang dengan cepat, tidak memberikan kesempatan Axel untuk menahannya lagi.

"Ah.. saya belum minta nomor telfon kamu" keluh Axel. Ia bangun dari duduknya dan melangkah pulang.

Tanpa Ashabel sadari, matahari mulai muncul lagi di hidupnya yang kelam. Tuan mataharinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sun and StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang