Tahun ini aku resmi lulus sma, aku meneruskan untuk kuliah agar bisa menjadi seorang dosen. Pagi itu sangat cerah, matahari bersinar terik sekali, langit terlihat seperti laut biru tanpa awan yang menutupi. Aku pergi ke kampus yang ku inginkan dan mendaftar disana. Dan beruntungnya aku diterima disana setelah menunggu beberapa hari hingga waktu pendaftaran berakhir.
Disana aku mendapat banyak pengalaman dan salah satunya adalah pengalaman tentang asmara. Awal kuliah aku sudah dapat teman banyak mereka baik baik semua. Sampai pertengahan kuliah, hubunganku dan aku pun masih baik baik saja. Hingga aku bertemu dengan dia. Namanya Adrian, dia adalah temannya temanku. Kami sering ketemu karena aku yang ingin ketemu temanku itu. Dia baik dan ramah itu yang ku lihat dari dia.
Suatu hari dia ngajak keluar. Yaah mungkin sekedar nongkrong atau ngobrol di cafe pikirku waktu itu. Saat tiba disana ternyata hanya ada aku dan dia, teman teman yang lain tak diajak. Saat ku tanyakan, katanya mereka sedang sibuk semua. Mulai saat itu dia jadi makin deket sama aku. Mulai sering ngajak keluar buat jalan jalan atau hanya sekedar ngobrol di cafe. Aku mulai nyaman dengan dia yang selalu bersama dengan ku. Hampir di setiap waktu aku bersama dengannya. Dan kemana mana aku jadi lebih sering sama dia. Karena kedekatan kami yang semakin dekat, nggak lama setelahnya dia nembak aku. Dia ngajak pacaran, akhirnya pun kami pacaran.
Aku yang dulunya terkenal anak yang baik berubah jadi anak nakal semenjak pacaran sama Adrian. Tapi omongan teman teman ku abaikan begitu saja. Toh itu cuman celotehan saja mungkin karena mereka iri padaku yang memiliki pacar seperti Adrian, itulah yang ku ucap dalam hati. Kami pacaran sudah lama, hampir setahun. Karena sudah hampir setahun aku ingin mengenalkannya kepada orang tuaku. Waktu mau ku kenalin ke keluarga dia selalu menolak dengan mengatakan alasan ini itu seperti ingin mengatakan tidak tapi secara tidak langsung dan keluargku juga menolak ku perkenalkan dia sebelum ketemu. Nggak lama setelah itu kami jadi sering bertengkar, cuman karena masalah sepele pun di dipertengkarkan. Malam itu malam sabtu aku dan dia putus. Tidak ada hubungan istimewa lagi diantara kami. Padahal tak ada alasan yang jelas disana untuk menyebabkan aku dan dia putus. Aku terima saja keputusan dia malam itu.
Esoknya, sepulang sekolah tak sengaja aku bertemu dengannya, Adrian bergandengan tangan dengan seseorang. Seseorang itu adalah perempuan. Saat ku tanya siapa. Katanya, seseorang itu adalah pacar barunya. Aku sedih, marah, dan kecewa sama dia. Baru semalam kami putus tapi hari ini dia sudah menggandeng yang baru. Apakah perasaanku ini hanyalah sebuah mainan. Yang dimiliki saat di inginkan dan setelah tak dibutuhkan dibuang begitu saja.Ternyata Adrian bukanlah orang yang selama ini kupikirkan.
Malamnya ku renungkan semua yang telah terjadi. Dan tak seharusnya aku menerima ajakannya untuk pacaran waktu itu. Karena sebelum aku dekat dengan Adrian ada seseorang yang lebih pantas dan lebih baik darinya disisiku. Seseorang yang membuat komitmen denganku tapi ku sia siakan dia begitu saja. Namanya Bian. Aku menangis, luruh sudah air mataku karena telah menyia-nyiakan dia.
Ku rubah diriku kembali jadi yang dulu dan memperbaiki diri jadi semakin lebih baik. Aku yang nakal dan boros hanya untuk membeli barang barang tak berguna untuk mempercantik diri agar Adrian tak berpaling, sekarang telah berubah menjadi aku yang dulu yang akan membantu serta memberikan sumbangan pada yang lebih membutuhkan. Bukan untuk foya foya tak jelas. Ku buang semua sifat buruk yang memempel padaku. Aku memilih menunggu jodohku saja tak mau berpacar pacaran lagi. Hari terus berlanjut, hidupku berjalan baik baik saja seperti sebelum bertemu dengan Adrian.
Hampir tiap pulang kuliah, di sore hari aku selalu bertemu seorang nenek yang menjual gorengan di depan kampusku. Ku ingin membantunya dengan memberikan uang sakuku yang sisa padanya tapi ia menolak, ia ingin aku membeli dagangannya itu maka ia mau menerima uang saku sisaku itu dengan sejumlah sama dengan gorengannya itu. Ku terima saja, toh itu juga bisa membantunya, pikirku.
Tak kusangka sore itu Bian, seorang lelaki baik yang berkomitmen padaku dulu adalah cucu sang nenek itu. Aku terkejut tapi aku senang bisa bertemu kembali dengannya. Aku masih sering ketemu nenek itu ketika pulang tapi tidak dengan Bian. Ku jalani saja kalau jodoh pasti bakal ketemu kok. Waktu terus berjalan hingga di tahun terakhir kuliah dan kelulusan. Setelah kelulusan aku bosan di rumah saja.
Hari itu hari sabtu sore, aku keluar rumah untuk jalan jalan di sekeliling komplek tempat tinggalku dan tak sengaja bertemu dengan nenek itu. Kuhampiri dia di sebrang jalan, kami berbincang bincang cukup lama. Aku mengajak nenek itu ke rumah untuk yaah tengok tengok saja lah hehe. Masak nenek yang sudah tua dibiarin diluar kedinginan, sudah gitu waktu berjalan makin malam. Nenek itu pinjam hpku untuk menghubungi cucunya yaitu Bian kalau ia akan menginap di rumahku. Kok bisa? Yaa karena aku yang minta, orang tuaku sedang keluar kota jadi aku di rumah sendirian. Dan sang nenek itu mau serta Bian pun juga memperbolehkan neneknya menginap dirumahku, aku senang sekali ada yang menemaniku dirumahku. Jadi aku tak sendirian.
Esok paginya ku antar sang nenek pulang ke rumahnya atau rumah Bian dan apakah kau tau? Rumah sang nenek besar dan tergolong rumah mewah. Lebih besar dari rumah keluargaku. Disana, di depan rumah ku lihat Bian yang tengah menunggu neneknya pulang. Ku sapa dia sebentar dan berpamitan pulang. Kenapa aku bisa terkejut? Yaah karena baru pertama kali itu aku melihat rumah Bian yang baru, jadi ini maksutnya untuk memintaku menunggunya untuk terus berkomitmen padanya.
Satu minggu setelah kejadian itu Bian datang ke rumahku bersama neneknya dan pamannya. Tanpa kabar dia datang tiba tiba dan dia bilang ingin bertemu orang tuaku. Aku curiga ada apa kenapa mencari orang tuaku. Untung saja orang tuaku sedang libur jadi tidak masuk kerja karena baru pulang dari luar kota. Mereka semua duduk di ruang tamu, aku juga duduk disana disamping ibukku. Pamannya Bian mengatakan sesuatu yang menurutku berbelit. Saat aku paham aku terkejut dengan kata kata paman itu. Benarkah? Bisakah ku percaya itu? Apakah aku sedang bermimpi? Atau ini hanya halusinasiku saja? Dan ternyata itu bukanlah mimpi itu nyata dia datang ke rumah ku untuk melamar ku. Meminangku menjadi pendamping hidupnya. Menjadikanku makmum dalam sholatnya. Senang, bahagia, dan haru kurasakan bersama sama.
Dia ada disana, dia yang telah ku sia siakan datang kepada ku dan sekarang tengah duduk di hadapan ku. Memberikan kebahagiaan hingga akhir hidupku. Air mata jatuh dari mataku, ia bertanya kenapa? Aku tak sanggup menjawabnya, suara ku hilang. Lalu ia bertanya lagi apakah aku mau menjadi pendamping hidupnya? Hanya anggukan kepala ku saja yang menjadi jawabannya.
Beberapa tahun kemudian aku bertemu dengan Adrian. Aku yang telah berkeluarga, membuatnya iri melihatku yang telah memiliki seorang suami dan anak yang bahagia, sedangkan dia ditinggalkan oleh istrinya dan bekerja untuk menghidupi dirinya serta anaknya yang masih kecil. Rasa iba ada di lubuk hatiku tapi dia tak mau menyapaku sama sekali, dia malah memaki makiku bahwa hidupnya sekarang karena aku. Apa salahku? Bukankah dia yang memutuskan untuk meninggalkan aku? Ingin ku layangkan kalimat itu padanya. Tapi belum sempat ku katakan dia sudah lebih dulu pergi.