A

32 2 0
                                    

    Dawal Pratama, itulah namanya. Dia lebih sering dipanggil dengan nama kecilnya " Wal", menurut teman dan semua orang disekitarnya, nama itu lebih cocok bersanding apik dijajaran remaja tampan di SMA Bangsa.

    Dia cerdas, tampan, tinggi, pintar olahraga, rajin menabung. Tapi, cuma satu kekurangan yang melekat pada diri seorang Wal. Wal ialah orang dengan kadar peka sangat rendah.

    "Daw, lagi ngelamunin apaan sih? " Tanya seseorang bertubuh agak tambun, yang cukup berhasil merusak ilusi seorang Daw.

    "Nafsah, nggak bisa apa sekali aja, kamu nggak ganggu lamunan indahku. " Balas Daw dengan intonasi agak sewot, maklum dia sedang galau berkepanjangan atau dengan kata lain, Daw sedang jealous.

    "Gitu saja marah, oh iya, aku mau ngasih berita yang bisa bikin kamu ceria lagi. Berita ini tadi aku lihat langsung di mading sekolah, jadi tenang saja, berita ini terjamin kebenarannya. " Ucap Nafsah dengan menggebu, Nafsah berharap kalau sahabat sekaligus sepupunya itu akan melupakan masa galaunya.

    "Berita apaan memang? Aku takut berita ini nggak ada sangkut pautnya denganku. " Ucap Daw, dia sangat yakin kalau berita yang akan disampaikan Nafsah padanya, hanyalah berita kacangan, yang bila di injak akan mengotori lantai, begitulah pemikiran terdalam seorang Daw.

    "Berita ini tentang pertandingan yang akan di ikuti Wal, selaku kapten basket sekolah. " Ucap Nafsah.

    "Oh, ya sudah, ngapain dibikin pusing, Wal juga udah punya pacar baru lagi, kalau pun Wal mau aku nonton ,aku juga masih fikir-fikir dulu. " Ucap Daw, sambil menelungkupkan kepalanya di atas meja, jujur ia sangat ngantuk saat ini, lebih baik tidur dari pada kelas sedang kosong.

     Karena terlalu nyenyak Daw sampai lupa akan waktu, dia jadi kebablasan saat tidur. Salahkan Nafsah yang tak membangunkan tidur ngebonya itu.

    Mata bulan sabit itu mengerjap saat rentinanya menangkap keadaan kosong di dalam kelas, dan sialnya waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, berarti belum pulang sudah berbunyi dari 2 jam yang lalu, tanpa fikir panjang Daw langsung bergerak keluar kelas, setelah terlebih dahulu mengambil tas sekolahnya.

    Daw berjalan dengan amat tergesa, takut-takut bila gerbang sekolahnya terkunci. Tapi, setelah dia melewati lapangan yang cukup ramai lapangan sekolah yang masih ramai, dia bisa bernafas lega karena berarti gerbang sekolahnya masih terbuka dengan lebar.

    Daw bisa melihat kalau ada nebula impiannya disana, tepatnya di sisi lapangan basket, sepertinya nebulanya sedang istirahat seusai latihan.

    Karena hari semakin sore, Daw memutuskan segera pulang, takutnya nanti orang rumah akan was-was menunggunya. Belum juga kaki jenjang itu bergerak lebih jauh, ada panggilan dibelakang punggungnya.

    "Dau... Dau!! " Teriak orang itu, dengan gerakan cepat Daw berbalik, untuk melihat siapa gerangan orang yang memanggil namanya itu.

    Ternyata pemanggil itu tak lain dan tak bukan adalah Wal. Wal berdiri dengan nafas ngos-ngosan, terlihat jelas baju basketnya basah karena keringat.

    "Namaku itu Daw, pakai w bukan Dau yang pakai u. " Ucap Daw tersinggung, meski begitu Daw tetap merogoh tasnya, untuk mengambil sapu tangan, sapu tangan itu dia gunakan menghapus peluh yang masih setia menetes di dahi Wal.

    Wal ialah nebula impian seorang Daw, dia juga sahabat terbaik menurut Daw.

    "Sama saja, oh iya Daw, kamu pulang sama siapa?, tadi Nafsah pesan kalau kamu pulang bareng aku saja, takutnya nanti nggak dapat angkutan. " Ucap Wal usai Daw memasukkan sapu tangannya kembali kedalam tas.

    Sambil berfikir sebentar, akhirnya Daw mengangguk patuh pada Wal, karena bila difikir lagi, jam segini taksi atau angkutan umum sudah jarang yang lewat depan sekolah.

    "Dawika Putri! " Panggilan ini bukan berasal dari Wal, melainkan orang yang berada tepat dibelakang Wal, sepertinya cowok itu teman se-tim basket dengan Wal, terbukti dengan jersey yang di pakainya saat ini sama persis dengan Wal, yang menjadi pembeda cuma nomor bajunya saja.

    "Kamu siapa? " Tanya Daw, jujur dia bingung, perasaan dia tak pernah terlalu dekat dengan teman basketnya Wal, kenapa tiba-tiba ada yang bisa tahu namanya, itu sungguh membuatnya bingung.

    "Oh, Daw, dia Reza temanku, nanti dia yang akan membonceng kamu, lagi pula aku juga mau buat kamu dekat dengan seorang cowok, siapa tahu Reza bisa jadi pengobat ke jombloanmu selama ini." Bukannya orang itu yang menjawab, malah yang berkata sepanjang itu adalah Wal. Perkataan Wal membuatnya sadar, dia tak akan pernah bisa menjadi yang teristimewa di hati nebulanya itu.

    Daw bagi Wal hanya sebatas sahabat mungilnya, tak akan pernah lebih dari itu. Lagi pula, Daw lupa kalau Wal pasti lebih memilih pulang dengan pacar mingguannya itu.

    Daw hanya mampu tersenyum kecut akan kenyataan yang menamparnya barusan, terasa sangat perih, walau dia sudah sering mengalami ini. Selalu di nomor duakan untuk para pacar tak jelas Wal.

    "Daw, aku kesana dulu, mau ngambil motor, nanti aku tunggu kamu sama Reza di gerbang, sekalian aku mau ke Rossa dulu, kasian udah nunggu dari tadi. " Ucap Wal. Wal langsung berjalan begitu saja, meninggalkan Daw dan Reza berdua, Wal tak tahu kalau Daw tak bahagia akan usulnya tadi, bukannya bahagia, Daw malah merasa galaunya lebih berat lagi.

     Dan apa kata Wal tadi, pacar barunya menunggunya  lama?  Wal tak pernah sadar bahwa yang lebih lama menunggu Wal ialah seorang Daw, bukan siapapun itu.

    "Ehm... Daw, ayo kita ke pakiran, sambil jalan, kita bisa saling ngobrol ringan. " Ucap Reza, tanpa berkata lebih banyak, Daw bergerak meninggalkan tempatnya berdiri tadi, dengan di iringi Reza disampingnya. Bisa di bilang Reza juga termasuk ke dalam kategori tampan, walau tak setampan Wal.

    "Daw, kamu sekelas dengan Wal kan? " Tanya Reza, terlihat sekali kalau Reza berusaha membuat sebuah percakapan manis diantara mereka, siapa tahu Daw akan terpikat pada Reza. Padahal Daw sedang tak mau di ajak bicara, perasaan Daw kacau hingga mempengaruhi mood bicaranya yang juga rusak pula.

    Tak menjawab itulah Daw lakukan, bahkan anggukan juga tak dilakukan oleh Daw. Karena merasa tak ada jawaban, Reza langsung sadar kalau gadis disampingnya sedang dalam mood yang jelek, jadi Reza memutuskan untuk untuk tak membuat percakapan lagi.

    Keterdiaman mereka berlanjut hingga Daw dan Reza sampai di pakiran sekolah, Daw memutuskan berhenti, guna menunggu Reza mengeluarkan motor besarnya dari sekat pakiran.

    Usai berhasil mengeluarkan motor, Reza mulai menstater motor untuk mendekati Daw. Tanpa fikir panjang Daw bergerak naik ke boncengan motor, tak perlu memegang pinggang, karena itu cukup menggelikan menurut Daw.

    Motor bergerak menuju gerbang sekolah, di depan sana ada motor yang tak kalah besar dengan motor yang dimiliki Reza, motor itu adalah punya Wal.

    Yang membuat hati Daw makin sakit, adalah di boncengan Wal ada gadis lain yang jelas bukan dirinya. Tanpa berhenti, motor milik Reza bergerak mendahului motor Wal. Lagi pula jarak rumah Daw dengan sekolah tak terlalu jauh, mungkin bila di ukur tak akan lebih dari 6 km.

    Akhirnya, motor besar itu berhenti juga di depan gang rumah Daw. Reza tak tahu persis dimana rumah Daw, karena Daw pun tak bilang banyak, Daw cuma mengatakan pada Reza untuk berhenti di depan gang saja.

    Daw tak mau Reza tahu rumahnya berada, biar orang terdekatnya saja yang tahu. Daw turun dari motor itu sambil berucap terimakasih pada Reza.

    Dirasa tak ada pembicaraan lagi, Reza memutuskan pergi, di saat itulah Daw baru beranjak memasuki gang rumah itu. Tapi, sebelum itu Daw menyempatkan terlebih dahulu untuk melirik ke samping, tepat dimana rumah Wal berada.

    "Ternyata mencintai akan semenyakitkan ini. " Gumamnya saat dia menutup pintu rumahnya, begitu juga mencoba menutup rasa galau itu sampai disini

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DawalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang