or what?

668 95 143
                                    

Ada Seokjin yang satu, ada pula Seokjin yang dua. Saling bertatapan, abai akan segala hal. Satu, dua, tiga—hingga sepuluh menit lamanya saling tatap.

Katakan Tuhan Maha Kuasa, tetapi Seokjin yang satu dan Seokjin yang dua merasa lebih kuasa. Keindahan, juga harta. Padahal masih anak kuliah.

Aaah, semua Seokjin saling benci. Padahal hanya ada dua Seokjin. Seokjin, Seokjin, dan cukup Seokjin. Hingga Seokjin yang tiga hadir, buat dua sosok Seokjin sebelumnya tersentak pasang wajah tenang.

Seluruh Seokjin saling tatap—berdiam-diaman tanpa bicara sepatah kata, pun karena mustahil keluarkan suara selain desahan.

Seokjin yang satu sentuh bibir.

Seokjin yang dua sentuh leher.

Seokjin yang tiga sentuh dada.

Mereka berbeda, tetapi sama.

Apalah yang dilakukan, hanya saling goda, lantas ereksi. Hingga desah keluar, napas kambuh, nafsu membunuh.

Segalanya luluh lantak, ketika kulit memerah oleh pelukan cakar. Tertekan keseluruhan, teristimewa kelamin. Lalu putih datang.

Sedari awal memang tak berbusana. Kacau, macam binatang. Atau bagai iblis, yang berkuasa saat diri terjerumus. Begitulah.

Aaah. Lega yang kian dalam dari Palung Mariana, gelap. Ujung neraka, cocok?

Demi Seokjin—bukan demi Tuhan, Seokjin yang satu habis napas.

Nahas. Sesuatu mencekik. Tancapkan kuku pada leher sertamerta merobeknya.

Seokjin yang satu, mati.

Aaah, sejak pertama Seokjin dua maupun tiga bukanlah cermin.[]

Ma Self √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang