Meira Dan "Dia" Dikedai Kopi

19 1 1
                                    

Mei terbangun di pagi yang masih berembun suhunya, duduk bersandar di kasurnya sambil perlahan menunduk menyeka mata yang mulai berlinang, dan menguatkan hatinya untuk tidak rapuh hari ini. Belakangan ini Meira sudah mulai bisa sedikit lebih sering tersenyum di bandingkan beberapa bulan lalu yang yang terlihat sekali Mei sedang mengalami hal yang menyulitkannya, tidak banyak yang tahu apa yang di alami Mei, hanya orang-orang tertentu saja yang ia percaya untuk cerita.
"Pagi Mei. Tepat waktu kan gue hari ini." Sapa Habbi sahabat Mei sejak kecil.
"Tumben, bisa juga ternyata hacker bangun pagi" ujar Mei dengan senyuman meledek.
"Hehe bisa dong, pasang 5 alarm biar bisa bangun pagi, kalo kesiangan sedikit aja, pasti lu ngamuk lagi."
"Ish! Udah ayok cepetan nanti gue malah telat" Mei pun mengambil helm yang di gantung di stang motor Habbi, sambil menaiki motor Habbi dan mereka bergegas berangkat menuju kantor tempat Meira bekerja. Cukup menempuh waktu perjalanan 30 menit dengan sepeda motor untuk sampai ke tempat kerja Meira.
"Entar sore mau di jemput jam berapa?" Tanya Habbi sambil mengambil helm yang di berikan Meira.
"Entar gue telfon"
"Lu mau ke kafe itu lagi ya pulang kerja?" Tanya Habbi.
"Mei. Lu semakin membaik Mei, gue yakin lu bisa lewatin ini semua. Tapi jangan terlalu berlarut Mei. Trauma punya batas waktu buat berhenti.."
"Bi please! Gue mau kerja, dan kalo Lo ga bisa jemput gue ya ga masalah."
"Bukan gitu Mei."
Mei pun pergi meninggalkan Habbi dan bergegas masuk ke dalam kantornya.
"Hai Mei.." sapa Andin. Mei hanya tersenyum sebagai balasan sapaan Andin sambil berjalan menuju meja kerjanya yang tidak jauh dari meja Andin.
"Gimana kemarin sama si itu?" Tanya Andin penasaran.
"Itu siapa?"
"Mmmm pura-pura bego deh.. itu lho mas Tiyo. Kemarin nge-date kan sama dia, terus gimana? Lo terima?" Tanya Andin dengan senyum penasaran.
"Ih apaa sih Lo, terima apaan lagi! Cuma ngobrol-ngobrol biasa yaa kaya biasanya lah"
"Yahh" Andin dengan ekspresi kecewa mendengar jawaban Meira.
"udah sih Din, gue ke dia juga biasa aja" Mei sambil mulai menata meja kerjanya dengan barang-barang yang ia bawa dari rumah untuk keperluan kerja.
"Bukan biasa aja Mei. Tapi gue paham perasaan Lo. Lo masih takut kan? Mei. Ada banyak orang jahat di dunia, tapi bukan berarti Lo kehabisan orang baik. Please Mei, coba buat buka hati Lo. kalau emang bukan buat mas Tiyo mungkin buat orang lain di luar sana. Mereka ga seburuk monster masalalu Lo Mei. Gue tau semua butuh waktu, tapi Lo tetap harus mencoba. Jangan terus-terusan begini Meira." Ujar Andin.
Meira terdiam, sudah sering sekali dia mendengar berbagai ucapan serupa dari beberapa orang terdekatnya yang mengetahui apa yang sebenarnya di alami Meira. Sepertinya belum berapa banyak nasihat yang benar-benar bisa ia terima. Mungkin ada sesuatu yang benar-benar menyakitkan yang membuatnya terpukul di masa lalu Mei.
Sore itu selesai jam kerja Meira. Mei pergi ke kedai kopi yang tidak terlalu jauh dari kantornya, sektar 10 menit perjalanan dengan ojek online. Beberapa waktu belakangan ini Meira sedang menjadikan tempat tersebut sebagai tempat favoritnya untuk melepas penat kadang bersama teman-temannya, sering pula sendiri untuk sekedar menyendiri, seperti sore ini.
Waktu menunjukkan pukul 18:30 sore. Mei hampir menghabiskan secangkir kopi yang ia pesan, di meja sudut dekat jendela kaca.
"Sendirian lagi mba?" Tegur laki-laki berkemeja biru polos dan berkacamata dari samping kanan Mei, dan membuat Mei sontak kaget.
Laki-laki tersebut menyodorkan tangan kanannya dengan tujuan untuk berkenalan dengan Mei. Namun Mei hanya memperhatikan wajah pria tersebut dengan mimik wajah heran dan tidak tertarik dengan peria itu tanpa menerima jabatan tangan pria itu. Pria itu pun duduk di kursi sebelah Mei.
"Hmm.. besok-besok kalau mbaknya Dateng ke sini lagi sendirian saya temenin ya? Saya sering liat mbak kadang sendirian di sini."
Meira masih diam sambil menatap tajam pria itu seolah menunjukkan ia tidak tertarik.
"Oh iya, mbak kerja di sekitar sini?" Tanya peria itu untuk membuka percakapan.
"Iya. Maaf ya saya harus pulang" jawab Mei singkat lalu pergi keluar cafe.
Pria itu tersenyum kecil, pikirnya pasti dia akan mengalami kesulitan jika ingin berteman dengan Mei lebih jauh.
Lusa. Seperti biasa cafe itu masih jadi tempat favoritnya untuk beberapa waktu ini. Kali ini Mei tidak menemukan pria itu lagi. Meira agak penasaran karena dia bilang dia tahu bahwa Mei sering datang ke cafe itu dan sering memperhatikan Mei.
Besok hari pun sepertinya menjadi hari yang cukup berat untuk Mei di kantor, entah apa yang terjadi di kantornya tapi hari itu Mei terlihat cukup lelah. Mei pergi ke tempat favoritnya lagi untuk menenangkan diri. Di dalam, di meja sudut tempat kesukaannya dia memperhatikan setiap meja. "dimana orang itu?" Pertanyaan pun muncul di benak Meira. Sepertinya Mei sudah mulai semakin penasaran. Tidak satupun dia menemukan yang ia pikirkan di ruangan tersebut.
Hari semakin gelap, suhu menurun dari sejuk ke dingin. Sesekali terdengar petir kecil dan Kilauan kilat. Mei bergegas keluar kedai dan ketika di luar di lihatnya rintik gerimis kecil. Hari itu, Mei mengenakan dress model midi selutut, lengan panjang namun tanpa blezer. Mei memperhatikan sekitarnya dan jalanan yang mulai membasah. Mulai terasa dingin sehingga tangan Mei merungkut memeluk tubuhnya sendiri tanda dingin mulai merasuk ke tulangnya. Mei menggerutu menyesal hari ini dia tidak bawa blezer dan menyesal sudah menolak jaket yang di tawarkan Habbi tadi pagi saat mengantar Mei ke kantor. Tiba-tiba seseorang menghampiri dan memberikan jaket kepada Mei.
"Yahh gerimis. Nih pake, kamu kedinginan" tiba-tiba pria yang hari itu menyapa Mei datang memberikan Mei jaket yang tadi telah ia gunakan. Mei kaget dan menatap dalam ke orang itu.
"Saya tadi di lantai satu. Kamu pasti nyariin yaa di lantai dua. Sengaja saya ga di lantai dua hari ini biar kamu nyariin. Oh iya, maaf ya kemarin juga saya ga ke sini, sengaja biar kamu penasaran." Sambung pria tersebut dengan pe-de nya.
"Apa sih mas. Siapa juga yang nyariin." Jawab Mei judes.
"Hmm. Yaudah kalo ga nyariin saya, nih pake jaketnya, nanti pasti bakal nyariin saya. Saya duluan ya, ga mau ngajak kamu bareng hari ini. Tapi nanti pasti kita bakal jalan bareng. Nih pake biar ga sakit." Ujar pria tersebut sambil memberikan jaket nya kepada Mei. Mei lebih memilih mengambil jaket tersebut dari orang "aneh" itu dari pada dia harus sakit karena kedinginan dan pasti hal itu akan menambah hal menyebalkan yang terjadi hari ini. Pria tersebut pergi berlari kecil meninggalkan Mei, entah dia datang berkendara atau tidak, yang jelas pria tersebut hanya terlihat menjauh dengan berlari meninggalkan Mei. Mei pulang dengan menggunakan taxi online agar bisa sampai ke tempat tinggalnya tanpa basah oleh gerimis air hujan. Di dalam mobil, Mei merasa cukup nyaman dengan jaket itu dan aroma yang segar dari jaket berbahan kain jeans tersebut. Mei memasukan kedua telapak tangannya ke dalam kantong jaket agar tidak semakin kedinginan. Tiba-tiba Mei merasakan tangannya menyentuh sesuatu di dalam kantong. Ada secarik kertas kecil bertuliskan "hangatkan jaketnya? Tapi kembaliin jaket saya kalau sudah selesai. Jangan lupa di cuci dan pakai pewangi ya. Rey 087300113344"
Mei tertawa kecil membaca isi pesan di kertas yang ada di jaket tersebut, niat sekali lelaki itu ingin mengenal Meira dengan cara yang berbeda. Mood Mei membaik malam itu di sepanjang jalan, dan malam itu Mei terfokus pada lelaki bernama Rey yang berhasil membuatnya tersenyum dengan caranya yang sederhana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEMBUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang