2] Pengumuman Lomba

10 0 0
                                    

Aku lari dengan tergopoh-gopoh karna suatu hal yang sangat penting kali ini. Aku penasaran tentang pengumuman seleksi Lomba Cerdas Cermat mewakili sekolah tingkat provinsi. Tentu saja aku sangat penasaran dan ingin tahu siapa yang akan lolos seleksi.

Yah, walaupun ini baru seleksi babak pertama, aku ingin tahu lebih lanjut tentang lomba itu.

Nama peserta akan di pajang di mading ke sekolah yang letaknya tidak jauh dari kelasku. Aku berlari sambil menggandeng Sisil, sahabatku, untuk melihat pengumuman itu bersamanya.

"Woy! Pelan-pelan dong!" Sisil sewot karna aku berlari terlalu kencang.

"Haduuhh... Gue udah gak sabar!" Langkahku semakin cepat, Sisil pun berusaha menyesuaikan langkahnya agar sejajar denganku.

"Yaelah..." Ia menghela nafas panjang seraya memandangiku yang kian menjauh darinya.

• • • • •

"Permisi... Gue mau liat."

"Heh! Gue juga mau liat!" Bentak salah satu anak di sebelah kiriku.

"Oh! Kak Tasha. Maaf, kak."

Aku bingung mengapa adik kelasku meminta maaf padaku.

"Lah? Kenapa lo minta maaf?" Tanyaku padanya.

"Tadi aku udah nyerobos sama bentak kakak," Jawabnya dengan rasa bersalah padaku.

"Ah elah. Itu mah masalah kecil yang gak perlu dibesar-besarin." Aku berusaha untuk memahami perkara kecil yang melibatkannya.

"Iya, kak. Sekali lagi maaf. Guys, biarin Kak Tasha liat dulu pengumumannya. Setelah itu, baru kita. Dia kan Most Wanted sekolah!"

Astaga... Anak ini benar-benar keterlaluan. Memang, sih aku anak Most Wanted di sekolah. Tapi ketika ada orang yang mengatakan hal itu, aku jadi malu setengah mati.

Menurutku, mereka sepertinya terlalu terobsesi oleh anak Most Wanted sepertiku. Bagaimana tidak? Dari kelas 10-12, banyak laki-laki naksir padaku dan mencoba mendekatiku setiap hari. Tentu saja mereka selalu ku abaikan dan memutuskan untuk tidak meladeninya satu per satu.

Buat apa sih ladenin anak kayak gitu? Gak penting juga kan? Bukannya aku sombong. Melainkan, itu bukan hal penting untuk aku hiraukan.

Lagipula, para lelaki yang mencoba mendekatiku adalah lelaki yang gak punya malu sama sekali. Istilahnya, mereka itu tukang gombal setiap kali aku lewat. Of course, aku risih sama rayuan ditambah gombalan dari mereka.

Sahabatku, Sisil, iri dengan kepopuleranku di sekolah. Ia selalu bertanya-tanya padaku mengapa aku sangat populer di sekolahku. Jangan nethink (negatif thinking) dulu, teman-teman. Ia selalu mendukung kepopuleranku selama ini.

• • • • •

"Nama gue dimana, ya?" Aku mencari namaku yang tertera di mading, sambil menggunakan jari telunjukku untuk mempermudah dalam menemukan namaku.

Saat aku tertuju pada salah satu nama mading tersebut, aku terkejut saat membaca namanya dalam hati.

Karina Anastasha Windy.

Fix! Itu namaku. Ini berarti...

"Yess!!! Gue lolos babak penyisihan!"

"Serius? Mana nama lo?"

"Ada di nomor 12."

Sisil langsung mencari namaku yang tertera di pengumuman dan mendapati namaku ada di urutan ke 12.

"Wiihhh... Hebat lo! Selamat, Sha!" Sisil memberi ucapan selamat padaku seraya memelukku erat.

"Makasih karna lo udah mau nyemangatin gue, Sil."

"No problem, Sha. Pokoknya, lo harus lolos di seleksi berikutnya."

"Iya, makasih Sil."

Sebenarnya, Sisil sudah mengikuti seleksi untuk lomba tersebut. Tetapi sepertinya ia tidak lolos saat seleksi. Terlihat jelas di wajahnya, ia tidak menampakkan ekspresi sedihnya karna ia tidak lolos. Ia justru menyemangatiku supaya terus berusaha agar dapat lolos di seleksi selanjutnya.

"Eh, ada yang lagi seneng nih..."

Lagi-lagi Indri, anak paling tajir di sekolahku yang memiliki tampang angkuh dan semena-mena terhadap teman-temanku. Indri merupakan salah satu orang yang paling aku benci di sekolah-mungkin lebih tepatnya ia musuh bebuyutanku.

"Iya. Kenapa?" Tanyaku pada Indri dengan ekspresi marah karena sifat angkuhnya.

"Gue gak yakin kalo lo menang seleksi."
Dia mengejekku seenaknya di depan banyak orang kali ini.

"Oh, terus? Gue peduli sama lo?"

"Hmmm... Lalu mau gimana lagi? Lo jangan sok pede kalo lo bakal menang seleksi nanti!"

"Iya, deh. Terserah lo mau bilang apa."
Aku tidak mau ambil pusing dengan perkataannya-sekaligus sifat sombongnya.

"Inget, ya. Jangan pernah berharap kalo lo bakalan lolos seleksi. Lo pikir, gue gak bisa nandingin lo?! Lihat tuh nama gue di mading. Tertera jelas kan nama Anjani Indriana Lukman?!"

"Iya, gue juga udah liat. Udahlah, gak usah nyombongin diri dulu. Liat aja elonya lolos apa enggak."

"Lu nyebelin banget, sih?! Yuk ah cabut!"

Indri dan se-genknya pergi meninggalkanku dan Sisil-yang masih berada di mading sekolah.

Aku sungguh muak dengan perlakuan Indri dan teman se-genknya terhadapku. Apalagi ia selalu menyombongkan diri atas prestasinya.

"Biarin aja, Sha. Orang kayak Indri gak usah di ladenin. Entar juga kena karma."

"Hush! Jangan ngomong gitu ih!"

"Kenapa? Dia kan pantes digituin, Sha."

"Sstttt... Mending, kita balik ke kelas karna ini udah mau bel." Aku berusaha mengalihkan pembicaraanku agar ia berhenti mengoceh.

"Yuk!" Ajak Sisil.

• • • • •

Pelajaran pertama hari ini adalah Matematika. Pak Juan, guru Matematika kami belum datang ke kelas untuk mengajar. Ia selalu datang terlambat saat mengajar. Hal ini semakin membuat teman-temanku senang karena mereka bisa mengobrol sebelum pelajaran berlangsung.

Suasana kelas yang semakin rame membuatku risih-ingin rasanya melaporkan mereka pada Bu Yanti, wali kelasku.

"Woy! Bisa diem gak sih?" Aku berteriak di depan papan tulis.

"Santai sat. Gak usah nge-gas."

"Tau, nih. Ketua kelasnya nge-gas mulu."

"Lo semua bisa diem gak sih? Gue laporin Bu Yanti nih!"

"Halahh... Cupu amat lo dikit-dikit lapor!" Ejek Rio, salah satu temanku.

"Iya, nih gak asik ah!"

"Udah diem!!" Sekali lagi aku membentak mereka. Menandakan bahwa aku sudah muak dengan perlakuan teman-temanku satu per satu

Alhasil, seluruh teman-temanku diam-mungkin terkejut karna aku baru saja membentak mereka.

"Jangan buat keributan lagi dikelas. Gue laporin Bu Yanti baru tau rasa lo semua!"

Beberapa menit kemudian, Bu Yanti datang ke kelasku.

"Anak-anak, hari ini ibu akan mengumumkan jadwal praktek untuk seleksi berikutnya. Masing-masing harus membuat kelompok yang terdiri dari 5 orang. Jika ada nama kalian yang tidak tercatat di mading, dimohon untuk saling men-support satu sama lain. Yang namanya tercatat di mading dekat TU bisa langsung membuat kelompok hari ini. Ngerti?" Jelas Bu Yanti panjang-lebar.

"Ngerti, Bu." Semuanya menjawab dengan serempak.

"Sha."

"Hm?"

"Semangat, ya. Lo pasti bisa."

"Iya, thankyou Sil."

• • • • •

NEXT? KOMEN YA.
JANGAN LUPA BUAT VOTE JUGA.

THANKYOU :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Scenario [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang