Selamat Datang di Ruang Tunggu

97 2 0
                                    

Siapa bilang ini cerita fiksi, mungkin kamu salah. Siapa bilang ini kamu, mungkin kamu hanya sedikit merasa. Kamu akan mengetahui siapa dia yang aku tulis dalam cerita ini, dan setelah itu kamu akan bertanya kepada ku siapa dia yang sebenarnya. Tapi terkhusus untuk kamu, yang menyempatkan untuk membaca ini aku berterima kasih karena menyempatkan membaca perasaan aku kepada kamu di saat ini. Jangan mengerutkan dahi gitu, entar senyum kamu terlihat beda dari yang aku lihat kemarin.

Jika kamu temukan aku di dalam nya tidak perlu khawatir aku masih tetap di kamar kok, dengan lagu – lagu yang mengantar kan ku pada barisan diksi puisi, tapi jika kamu ingin mengirim pesan pada ku, tak perlu khawatir juga kalau kamu merasa mengganggu ku, karena memang itu yang aku tunggu. Dan mengenai inspirasi yang kemarin sempat aku bilang ke kamu, inilah hasil nya semoga kamu menikmati ya tulisan dari seorang yang sedang belajar untuk menulis.

Oh iya untuk pembaca yang lain, jangan menerka dulu cerita nya akan bagaiamana, karena nanti kalian akan temukan beberapa part dimana kalian bisa menyimpulkan, tetapi jangan terlalu cepat menyimpulkan, selesaikan aja dulu bacaan ini biar dugaan kalian benar.

Mungkin aku tak perlu banyak ber-mukaddimah, jika kamu dan pembaca yang lain mencari ku, aku sedang di kamar dengan buku, kopi yang sempat aku seduh, dan handphone di sisi kanan ku yang menunggu.

"Selamat Membaca"

-Rabka FS

Yogyakarta, 01 Juli 2019

. . . . . . . . 

Terimakasih senja

Kau hibur hati yang berduka

Tak mengapa walau hanya sedikit saja

Setidaknya kau penawar sebuah nestapa

Aku paham akan sebuah pertemuan yang kadang kala mengantar kita pada sebuah kesedihan, begitu sulit kita berbicara tentang kebahagiaan yang kerap tersembunyi di kelopak mata seseorang yang kita suka. Mungkin kalian sudah membaca sepenggal prolog sebagai pengantar cerita ini, aku tau itu penuh tanya, beberapa orang pasti sudah menerka siapa figur yang akan di kisahkan dalam cerita ini. Ya, tak perlu jauh kita mencari nya sampai ke ujung timur Indonesia atau ke ujung barat Nusantara, tak lain dan tak bukan ialah aku, mahasiswa yang senang berjalan diatas puing – puing luka hanya untuk sekedar mencari sebuah bahagia berkenalan dengan seorang hawa.

"Ini kopi lu" mengejutkan ku yang sedari tadi memandangi ke arah Merapi yanng sedang melihatkan kegagahan nya.

"eh, iya makasih men" jawab ku pendek, sembari meraih gelas kopi di tangan Tanto.

Ya, Tanto adalah teman karib ku, kami bertemu ketika sama – sama masuk dalam organisasi tempat aku belajar, ia seorang yang suka dengan kopi, beberapa kesempatan kami sering menyesap seduhan kopi barista yang tak tau siapa nama dan darimana asal nya di bawah kaki merapi. Melihat jingga di langit yang hendak pamitan dengan seisi bumi melengkapi cerita kami.

"gimana dengan si doi?" tanya nya, "respon ke elu bagus gak?" sambung nya

"ah, gak tau deh, gimana bilang nya" sambil menyesap kopi yang sudah berada di tangan ku'

"udah elu chat belum? Jangan jual mahal deh men, jual murah aja kagak laku, apalagi jual mahal, bagus di lelang" sambut nya dengan tertawa menyenggol lengan ku.

"dia sama seperti senja men, kadang merah, merekah, bahagia, tapi kadang hitam, gelap, berduka" jawab ku sambil mengingat kutipan dari film yang pernah aku tonton.

Pertemuan BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang