ini remake dari cerpenku. Jika ada kesalahan nama harap maklum.
Karakter Naruto milik Masashin K, cerita ini milikku.
Sebenarnya ini tokohnya lebih cocok buat Sasuke, karena terlanjur bilang mau bikin ItaHina buat pembaca jadi buat Itachi.
Latar aslinya sebenarnya bukan di Jepang, tapi di Indonesia, tokoh aslinya juga Orion dan Eve.
**************
Kegelapan telah sempurna menyembunyikan pesona senja. Mobil yang dikemudikan Itachi kembali menanjak. Jalan sempit dan berkelok yang kami lalui akan mengarahkan kami ke titik tertinggi di Tokyo, puncak Gunung Fuji.
Di saat pasangan lain mengisi malam minggunya di dalam gedung bioskop menikmati film romatis, Itachi Uchiha malah mengajakku masuk ke dalam hutan. Luar biasa!
Hampir jam sepuluh malam kami baru sampai di parkiran, mulai dari posko ini kendaraan pengunjung di larang naik.
Suasana perjalanan yang awalnya dihiasi kegelapan yang mencekam berangsur lebih mencair dengan adanya beberapa kelompok orang yang berkumpul di kedai-kedai sederhana.
Ada sekelompok mahasiswa seusia kami yang terlihat sedang briefing sebelum memulai perjalanan mereka.
Itachi menarik tanganku, mengajak mampir ke warung yang dipenuhi para mahasiswa itu, ada sekitar tujuh orang terdiri dari empat lelaki dan tiga perempuan. Mereka terlihat antusias dan tentu saja sangat siap.
Berbeda denganku yang diajak paksa, aku bahkan masih pakai sandal berhak.
"Bu, ada kopi susu rasa vanilla?"
"Ada, Nak!"
"Tolong buatkan dua ya, Bu!?" pesan Itachi.Aku sendiri telah memilih spot yang nyaman untuk duduk lesehan di pojok warung yang berhadapan dengan jalan
setapak.Lelaki jangkung itu melepas carrier-nya, lalu duduk tepat di depanku, ia melihatku sejenak dengan senyum jahil yang tak lepas sejak ia menjemputku di rumah.
"Ini ...." Sekantung kresek putih tersodor, "Ganti sendalmu."
Aku tak mau menerimanya. Sikap diamku membuat pemuda berkulit kuning keemasan itu menghela napas. Ia memutuskan untuk memakaikan sendiri sepatu yang baru dibelinya untukku.
Tak sengaja mataku melihat seorang lelaki berpet hitam dengan strip merah melintas. Tas ransel besar yang dibawanya tampak penuh dan berat . Ia tak menyapa, atau pun sejenak menoleh ke arah bapak-bapak penjual kopi yang menawarinya untuk mampir.
"Ayolah, Hin! Jangan kelamaan ngambeknya. Apa kita pulang aja?"
Sebenarnya aku tak masalah dengan hobi Itachi yang suka naik gunung, tapi karena ini malam Minggu, dan kebetulan kita baru jadian, seharusnya kami makan malam romantis atau apalah! Bukannya ke hutan terus nanti malah ketemu setan!
"Masa kita mau balik lagi!" kataku sedikit sewot.
"Habis, kamu-nya nggak asik."
"Ya, udah deh, maaf..., " pintaku dengan wajah masih cemberut.
"Nggak tulus banget minta maafnya." Itachi mengusak rambutku"Duuh ..., dari tadi ibu perhatiin mesra sekali." Tiba-tiba si Ibu pemilik kedai ikutan nimbrung, dia menaruh kopi pesanan kami sambil bertanya-tanya asal kami.
"Ooh, jadi adek-adek ini dari Distrik Setagaya. Mau langsung naik atau nginep dulu?"
"Langsung naik, Bu," jawab Itachi.
"Kirain mau nginep dulu." Si Ibu senyum-senyum sendiri.Aku menyambar gelas kopiku untuk menutupi rona merah yang menjalar di wajah. Kulihat Itachi pun tersenyum canggung.
"Hati-hati loh! Nanti saat di perjalanan menuju puncak jangan melakukan hal-hal yang aneh, nanti diganggu sama makhluk di sana. Mereka bisa marah kalau ada yang berbuat tidak sopan. Jangan mengucapkan kata-kata kotor dan setiap kali berpapasan dengan orang lain harus menyapa."