Oleh: Mayraa Pluto
Hari Senin adalah Hari Keramat. Mengapa begitu? Karena setiap Hari Senin ada upacara bendera. Namun, untuk hari ini, Hari Keramat tidak jatuh di Hari Senin, melainkan Hari Rabu.
Pagi-pagi buta, aku sudah dimintai untuk menjemput kedua orang tuaku di bandara. Dan kemudian, bukannya aku melanjutkan aktivitasku mengerjakan beberapa pekerjaan rumah yang belum aku selesaikan, aku justru menonton Drakor. Tanpa aku sadari, aku hanyut dalam tidurku.
Alarm di ponselku terus berdering, tapi aku tak emnghiraukannya, dan memilih untuk melanjutkan tidurku yang pulas.
Tak disangka, ketika aku bangun dan mengerjapkan mataku, aku melihat jam dinding biru, dan kemudian,
“Aaaaaaaaaaa. Gue terlambat. Gimana nihhh? Mana lagi Mama sama Papa uda berangkat aja. Sial banget sihhh idup gue.” Teriakku yang menggema diseluruh penjuru ruang hingga Mbok Rini datang menghampiri kamarku.
“lhoh Nak Aya kok engga sekolah. Ini udah jam delapan kurang seperempat loh,” ujar Mbok Rini setelah menemukanku dengan balutan baju pergi, karena aku belum sempat mengganti bajuku setelah menjemput kedua orangtuaku.
Dengan gesit, aku langsung mengambil setelah seragam sekolahku, dan kemudian membawanya ke kamar mandi. Tak kurang dari 5 menit, aku keluar dengan rambut yang sama sekali tidak tertata. Kemudian aku mengambil tas sekolahku, dan menurunu anak tannga menuju garasi untuk mengambil sepeda kesayanganku.
Aku mengayuh pedal sepedaku dengn kencang, hingga sampailah aku di depan sekolah dengan gerbang yang sudah tertutup rapat. “Pak, tolong bukain dong. Saya sudah terlambat nih,” pintaku dengan memelaskan raut wajahku. Pak Untung (satpam sekolahku) mendatangiku seraya menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “sekarang sudah pukul delapan lebih tujuh menit. Kamu mau sekolah atau mau cari masalah?” tanyanya kepadaku.
Aku menundukkan kepalaku, “maaf pak, tadi saya terlambat karena harus menjemput orangtua saya dibandara.” Ujarku kembali.Tanpa disangka-sangka, Pak Untung membukakan pintu gerbang tersebut. “ya sudah kamu boleh masuk karena sekarang sedang ada upacara di aula belakang.” Persilah Pak Untung dengan menilin-milin kumis panjangnya. “terimakasih pak,” dengan cepat aku kembali mengayuh sepedaku menuju parkiran khusus sepeda, dan kemudian berlari menuju aula belakang sekolah.
Sesampainya disana, aku melihat Kepala Sekolahku sedang berpidato ditengah-tengah aula. Dengan rasa takut, aku mengahampiri gerombolah kelasku tanpa meletakkan tasku terlebih dahulu. Tanpa aku sadari, Bu Sri (Guru BK disekolahku) telah menatapku dari kejauhan, dan memberi tahu kepada Kepala Sekolah tentang aku yang terlambat sekolah. Ditambah lagi aku adalah Ketua OSIS di SMA Merdeka.
“bagi yang terlambat maju kedepan.” Panggil Kepala Sekolah dengan lantang. Aku maju kedepan dengan kepala yang sedikit pusing. Dan ketika aku ingin melanjtkan langkahku, aku sudah terlebih dahulu menutup mata, dan badanku terbaring di atas lantai aula.
***
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Kini aku mulai menyadari dimana aku sekarang. Diruang UKS. Aku menatap sekelilingku, tapi aku tak menemukan siapapun. Aku memutuskan untuk mengambil ponselku, dan kemudian membuka aplikasi berwarna oren. Aku membuka bagian via chatku bersama beberapa teman di media sosialku. Ketika aku mengeceknya, aku melihat ada satu buah pesan yang baru saja masuk. Dengan kepo aku membukanya. Di atas terpampang namanya, dan juga foto profilenya.
Aku membaca pesan yang ia kirimkan, lalu aku membalasnya. Dilanjutkan dengan dia yang juga membalas pesanku. Hingga tak terasa bahwa waktu sudah menjelang sore hari.Aku mengakhiri obrolanku yang sangat mengayikkan dengan bertukar nomor handphone. Kemudian, aku meletakkan ponselku, dan mencari keberadaan tasku.
***
Setibanya dirumah, aku membersihkan tubuhku, dan kemudian memainkan ponselku. Tiba-tiba, ada sebuah pesan masuk. Ketika aku membukanya ternyata dia Rama, teman yang berkenalan lewat Aplikasi Wattpad. Aku membalasnya, dan kemudian melakukan Video Call.
Disana aku hanya dapat melihat pemandangan dari atas kota. “ehh Rama, kamu tinggal dimana sih?” tanyaku disela-sela video berlangsung. “aku tinggal di Yogyajarta yak,” ujarnya yang kubalas dengan anggukan kepala.“kamu kelas berapa yak?” tanyanya melanjutkan pertanyaanku. “aku kelas sebelas Rama,” balasku, “kalo kamu?” tanyaku kembali. “aku masih jomblo kok tenang aja. Kalo kamu naksir sama aku, aku juga.” Candanya yang membuat pipiku merah merona. “apaan sih ram kamu tuh. Ga nyambung banget jawabnya.” Omelku. “tapi sukakannnn?” goda Rama tak henti-hentinya disambung dengan gelak tawa yang sudah pecah.
Aku membuang muka, dan kemudian menutup kamera depanku. “sekali lagi ngomong kaya gitu. Auto block.” Ucapku dan kemudian mematikan tersebut.Tanpa sadar, aku terlelap kedalam dunia mimpi.
***
Keesokan harinya, lebih tpatnya dipagi hari, Rama selalu mengingatkanku untuk sarapan, belajar, dan juga untuk selalu melakukan Video Call dengan dirinya. Tak terasa sudah 1 bulan lebih beberapa minggu, aku mengenalnya lebih dekat.
Tapi, aku tak pernah tahu wajah dari Rama. Tapi aku tak menghiraukan itu. Hinnga suatu pagi alarm yang berasal dari ponselku, berbunyi sangat keras, hingga memekik gendang telingaku. Aku bangun dari tidurku, lalu duduk untuk mengumpulkan sebagian nyawa yang masih bergelud dengan mimpi.
Aku mengambil ponsel yang berada diatas nakas, dan kemudian mematikan alarm. Aku melihat ada beberapa notifikasi yang bermunculan diatas setelah aku menyalakan dataku. Aku terlonjak kaget ada beberapa notifikasi yang berasal dari Mama, Papa, dan juga Rama. Ha? Rama?
“kenapa nih. Banyak banget wanya,” gumamku ketika membaca satu persatu pesan yang Rama kirimkan kepadaku. Aku tercengang, hatiku berdegup kencang, air mataku berhasil lolos dari pelupuk mataku, ketika aku mengetahui bahwa Rama adalah orang yang telah meyelamatkanku dari kecelakaan beberapa tahun lalu. Tepatnya di bangku kelas 2 SMP.
Semenjak kecelakaan tersebut terjadi, Rama pergi dan tak datang kembali. Setiap hari aku merasa bersalah atas kecelakaan yang terjadi. Aku selalu meminta Mama dan Papaku untuk mencari tahu, dimana Rama sekarang. Tapi, mereka berkata, bahwa Rama telah pergi untuk selamanya.
Makadari itu, aku telah berjanji untuk tidak akan mencari pengganti Rama, sampai saat ini.
Mengingat kejadian tersebut, air mataku tak kunjung berhenti. Dan aku memutuskan untuk membuka pesan yang Mama dan Papa kirim. Aku kembali menitihkan air mata melihat kondisi Rama yang mengenaskan, ditambah alat-alat medis yang terpasang di bagian tubuhnya.
Aku langsung menelphone mamaku, “mama, dimana Rama sekarang? Aya mau kesana ma.” Ujarku diiringi isak tangisan.
Begitu mama menyebutkan lokasi dimana Rama sekarang, aku langsung kesana. Setibanya disana, aku terlambat, Rama sudah terlebih dahulu pergi sebelum aku mengucapkan terimakasih.
Selamat tinggal Rama, aku disini selalu menyayangimu.
-Sahabatmu, Aya
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Online
Random"Sahabat online itu mengasyikan!" . . . Cermin karya member BWC