"Ya, dia memang nggak peka."
Itulah kata orang orang. Salah satu sifat dia memang tidak peka.
"Dia" adalah my first love.
Alvian Matthew Ralister. Panggilannya Vian.
Aku jatuh cinta padanya sejak kelas VIII. Dan sekarang aku kelas XI. Ya, dulu aku satu SMP dengannya. Sayangnya, aku belum pernah sekelas dengannya.
Dia ketua OSIS dan ketua team basket di SMA Harapan Jaya, sekolahku. Dia wanted dan populer.
Sedangkan aku, hanya cewek biasa anak kelas XI-1 IPA, yang tidak terlalu populer. Aku punya rambut panjang coklat kemerahan, mata hazel abu- abu.
Hanya sedikit yang mengenalku di sekolah ini.
Vian kelas XI-4 IPA. Bersebrangan dengan kelasku. Dan ya, aku penguntitnya. Aku selalu memperhatikannya. Nggak selalu juga sih. Hanya disaat yang tepat saja atau jika ku mau.
Aku duduk pas disebelah jendela. Dan kebetulan juga Vian duduk di sebelah jendela juga. Jadi aku suka intipin dia di sebrang sana.
Kenapa aku suka sama dia? Aduh, gimana ya? Aku juga bingung kenapa aku suka sama dia. Susah jelasinnya. Dia tuh...
Beda aja gitu sama cowok cowok lain.
Tapi, apa cinta butuh alasan?
Hehe.. Aku suka tiba- tiba bijak, jadi maklumi saja lah yaa.. :)
He's just.. Unique.
And of course, dia cakep. BANGET! Kan tadi aku udah bilang dia cowok yang wanted. Pasti cakep lah. Yakali wanted nggak cakep.
Vian kenal sih sama aku. Tapi sekedar nama dan kelas doang. Gak lebih.
Sekali lagi aku katakan. GAK LEBIH!
Dia tuh kenal sama aku juga karena waktu itu dia lagi main basket, terus kakinya cedera. Waktu itu dia tuh lagi main sendiri gitu. Mungkin lagi latihan sendiri kali ya?
Yaaa.... Aku bantuin. Orang disitu cuman ada aku sama dia. Kebetulan aja aku lagi lewat abis dipanggil guru. Aku anter dia ke UKS.
Walupun aku udah ngebantu dia, itu sama sekali nggak bikin dia dan aku deket. Awalnya aku kira kalau aku bantu dia, kita bisa jadi dekat, ternyata perkiraanku salah. Sama aja. Same old same old.
Jadi, sebenarnya aku bingung gimana caranya biar aku bisa deket sama dia. Ngobrol aja belum pernah.
"CARISAAAA!!! Bengong lagi kamu. Perhatiin Ibu nggak sih? Ayo coba jelasin, apa arti dari gelombang? Kalau kamu nggak bisa jawab, Ibu hukum!"
Ya, itu guru IPAku yang sangat killer. Namanya Bu Nola. Untung aku suka IPA. Jadi nggak susah lah ngikutin pelajarannya.
Haha. Nih guru ngasih pertanyaan gampang banget sih! Jelas- jelas ini pelajaran kelas VIII.
"Gelombang adalah getaran yang merambat." jawabku dengan sangat mudah.
"Iya, betul. Sekarang, jangan bengong lagi. Perhatikan Ibu." ucap Bu Nola tegas.
Aku hanya mengangguk.
Tiga puluh menit kemudian bel pun berbunyi untuk waktu istirahat.
"Kantin yuk Riss.." itu temen sebangkuku sekaligus sahabatku sejak SD. Namanya Sherina Kaytlen Landcaster.
Dia cantik, rambut sebahu hitam ombre coklat, tingginya sama denganku. Matanya light chocolate. Pokoknya dia cantik. Banyak cowok yang udah nembak dia, tapi nggak diterima semua. Dia bilang belum ada yang cowok yang pas untuk dia.
"Woy! Bengong aja sih lo. Mikirian Pian cayang ya??" ucap Sherina dengan mata mengoda.
"Dih apa dah lo. Najis banget bahasa lo. Dasar alay! Wuuu, alay!" balasku.
"Alah, lo kan pikirannya Vian mulu."
Dan ya, Sherina memang tau kalau aku suka sama Vian. Of course dia tau, she's my BFF!
"Tuh kan bengong lagi! Jujur aja sih lagi mikirin dia."
"Ihh, udah ah ke kantin." jawabku sambil jalan duluan.
Kelasku diatas jadi harus turun tangga dulu deh. Kantin ada di bawah, dipojokkan lagi. Aku heran kenapa kantin dibikin di situ.
Tiba- tiba, aku lihat jus mangga yang tumpah dan aku udah terlanjur menginjaknya. Dan ya, aku kepleset. Kututup mataku.
HAP!
Aku masih menutup mataku. Kayaknya ada yang nangkep aku. Ku rasakan ada yang nyentuh pinggangku!
Aku membuka mataku perlahan- lahan. Dan ku membeku saat melihat sosok itu didepanku.
---------------------------------------------
A/N
Here it is!! Part 1. Semoga kalian suka. Voments don't forget ya. Maaf kalo bahasanya kurang nyambung. Gue masih new author, hehe.. ;D
KAMU SEDANG MEMBACA
The Letter
Teen FictionAku pikir, dengan sebuah surat, dia akan peka. Aku pikir, semua kelakuanku akan membuatnya tahu bahwa aku mencintainya. Bodohnya aku, mengira itu semua terjadi. Lalu, apa yang harus aku lalukan untuk membuatnya peka?