~Epilog~

1 0 0
                                    

Secangkir teh di sore hari bersama hembusan angin, menemani seorang remaja laki-laki yang duduk termenung di teras rumahnya. Dia masih sama, lelaki yang menunggu hujan reda.

Aran butuh waktu lama menunggu hujan yang tidak kunjung berhenti sementara dia sibuk sendiri meratapi hatinya. Handphonenya berdering, dia tersentak. Ada seseorang yang menelponnya. Namun, dia memilih mengacuhkan. Keluarlah dari dalam rumah seorang remaja lain seusianya, Rian. Rian adalah saudara kandung Aran. Remaja berlesung pipit berwajah manis itu mulai mengganggu Aran yang sibuk dengan diri dan kegalauannya.

"Kak! Lu angkat napa telpon cewek loe tu! Bikin bising tau!" sahut Rian mengacau.

"Biarin aja yan!", jawab Aran tertunduk.

"Hah? loe kenapa disini? katanya pacar loe mau ngajak jualan?", ucap Rian menegur Aran.

" Eh, asal nyahut! Jalan woi bukan jualan! Loe ngomong masih aja ga becus", bantah Aran.

Wajah Aran merah padam.

"Ok...Ok, selow! Kalau ga salah ini hari jadi kalian kan? Biasanya kan ada acara perayaan kan? Hari pertama kalian paca..?", tebak Rian.

Sembari merangkul saudaranya. Aran ternyata hanya diam.

Aran tak banyak bicara. Dengan lunglai diperlihatkannya pesan terakhir pacarnya pada Rian dari handphonenya.

" Jangan diganggu saudaramu, yan! Dia baru habis putus", tiba-tiba sahut Bundanya dari dapur.

"Eh? kok bisa Bun? Haha. Lah, nasib kita sama kak! Makanya gue bilang jangan pacaran, loe sih ngeyel" celetuk Rian sembari tertawa.

Aran hanya diam memendam rasa sakitnya dan memilih diam.

"Kak, lu emang lagi ga mujur! padahal tampang ga jelek-jelek amat! Bak mutiara tersembunyi" sindir Rian sambil memijit Aran yang lemas.

Sesekali Aran menepis pijitan Rian.

"Ah, ga tau lah! cuma gara-gara telat bangun, dia malah dijemput temen cowok dia, terus dia tiba-tiba minta putus!" sahut Aran sambil manyun.

" Kayaknya Vio emang manfaatin loe kak. Gue udah sering denger dia ada maunya sama loe. Maklum loe kan juara umum kan. Kan die bisa bimbel gratis sama loe selama ni!" terka Rian memanas-manasi Aran.

"Gak mungkin yan! Mungkin emang takdirnya pisah" sahut Aran berusaha bijak.

Rian memandangi saudaranya lama. Sampai terpikir hal aneh dibenaknya.

" Rugi dia ninggalin loe kak!" sahut Rian.

"Maksudnya?" tanya Aran bingung.

"Eum, dilihat-lihat bibir loe lumayan kak, rada mungil cuma item dikit. Hidung mancung cuma jarang dibersihin, dan cuma ganjelan di mata loe yang agak bermasalah" sahut Rian.

Aran kaget menoyor kepala Rian menahan malu.

"Apaan sih lo! Loe ngeledekin kakak sendiri? Loe muji atau mau caci?" bantah Aran malu.

"Seriusan gue, gue yakin loe bisa digilai sama anak satu sekolah kalau loe ubah dikit penampilan lu." celetuk Rian percaya diri.

Aran tertegun.

"Udahlah, biarin sakit buat gue aja dik, ga usah ikut campur. Ga perlu ada yang diubah. Udah nasib." jawab Aran.

" Stttt..... Giliran adikmu yang bermain " ujar Rian tersenyum.

Mungkinkah?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

90 Hari Bersama YanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang