Bab 1

171 30 22
                                    

Pagi hari yang cerah, ayam berkokok terdengar syahdu, disertai sang surya yang bersinar terik menyorot tajam ke jendela. Angin sepoi-sepoi menyapa seorang pemuda yang sedang tidur lelap.

KRING! KRING!
Alarm berbunyi tanpa henti.

"Hoam, jam berapa ini?" tanyanya malas, dengan mata setengah terbuka, ia melirik jam di meja belajar. Waktu menunjukkan pukul 06.15! Segera ia beranjak dari tempat tidurnya.

Tak lama pintu diketuk tiga kali dengan suara yang sangat dikenalnya.

"Den Kevin, ayo bangun ... sekolah!"

"Iya bi, ini udah bangun kok," balasnya.

Pemuda itu berjalan ke arah kamar mandi sambil membawa handuknya, membersihkan diri, kemudian membuka lemari dan langsung memakai seragam putih abu-abunya. Berkaca sebentar, setelah semuanya rapi ia menyambar tas lalu menutup pintu kamarnya.

Kevin Mahendra, namanya. Ia anak tunggal dari pasangan Raya dan Rendra. Sejak kecil, ia sudah terbiasa ditinggalkan. Meski begitu anak laki-laki itu tak pernah merepotkan orang lain. Apa pun yang ia lakukan dikerjakan sendiri, sangat mandiri. Orang tuanya terlalu sibuk sehingga melupakan anak sematawayangnya yang telah beranjak remaja, yang seharusnya diperhatikan. Namun, ia tak lagi mengeluh.

"Selamat pagi semuanya!" sapa Kevin  dengan ceria.

"Selamat pagi, Aden," balas Bi Ida dan Mang Asep dengan kompaknya.

Bi Ida merupakan asisten rumah tangga, sedangkan Mang Asep seorang supir pribadi kadang pria baya itu berpindah profesi menjadi tukang kebun. Kevin tak lagi sendiri karena ada mereka berdua. Baginya itu sudah lebih dari cukup.

"Ini sarapannya, Den. Monggo dimakan."

Kevin mengangguk, seperti biasa ia mengajak mereka untuk sarapan. "Ayo Bi makan bareng. Gak enak kalo makan sendirian."

Bi Ida menggeleng, wanita itu tersenyum. "Tidak usah, Den. Saya sudah makan tadi."

Kevin tak memaksa, lalu ia melirik Mang Asep yang berdiri di sebelahnya. Jawaban yang diberikan pun hampir sama dengan Bi Ida barusan. Sepertinya mereka sengaja.

Kevin mengerucutkan bibirnya, ia pun tak lagi memaksa. "Yaudah deh terserah kalian saja."

Sebelum makan ia membaca basmalah terlebih dahulu, kemudian menyantap makanan dengan lahap, tidak lupa menghabiskan susu hangatnya.

Setelah sarapan, Kevin pamit ke Bi Ida, "Aku ke sekolah dulu ya. Assalamualaikum." Tidak lupa ia mencium telapak tangan wanita paruh baya itu.

Bi Ida menyambutnya dengan hangat, dan berpesan, "Hati-hati di jalan. Jangan ngebut."

Motor hitam dikeluarkan dari garasi, sebenarnya banyak sekali mobil mewah dengan merek terkenal. Namun, Kevin tak terbuai akan keindahan yang terpancar, ia lebih suka memakai kendaraannya yang biasa. Mau sebagus apa pun barang yang dimiliki, tak lantas membuatnya gelap mata. Kevin hanya ingin menjadi orang biasa bukan orang yang memiliki segalanya.

Pintu gerbang terbuka lebar, Bi Ida dan Mang Asep mengantarkan majikannya ke depan. Dengan setia mereka menunggu kepergiannya. Setelah memanaskan mesin motor, Kevin melambaikan tangannya ke arah mereka, ketiganya saling melempar senyuman. Jarak ke sekolah lumayan jauh.

Keluar dari perumahan, motor hitam melesat pergi ke jalan raya. Tak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Cuaca di pagi hari sangatlah sejuk apalagi ditemani angin sepoi-sepoi yang menyapu rambutnya yang setengah rapi.

***

Kevin disekolahkan di tempat yang cukup elit, kebanyakan anak orang kaya yang datang mengendarai mobil super mewah, hobinya pamer sana-sini. Kekuasaan membuat mereka ria hingga melupakan keberadaan rakyat jelata. Berbeda sekali dengan Kevin yang hidupnya sederhana. Dari awal masuk ke sekolah ini, ia sudah membuat keputusan bahwa dirinya tak ingin terkenal. Cukup diakui sebagai murid biasa sudah membuatnya cukup.

After the Rain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang