Malam ini aku melihatnya. Bagaimana saturnus yang beberapa waktu ini mencoba untuk mendekati bumi dan akhirnya malam ini memberikan cincin pada sang planet teristimewa di galaksi ini.
Saturnus tersenyum. Begitu lebar. Lalu aku sang mentari, tak kuasa untuk tetap memandang.
Aku mengalihkan pandanganku. Tepat saat saturnus melihat ke arahku.
Sedang kini aku berusaha menghilang ditelan keramaian tata surya.
Donghyuck membuka matanya. Mengerjapkannya beberapa kali sebelum mengusap kasar. Berusaha mengumpulkan nyawa yang berpencar layaknya domba gembala yang dilepas di padang hijau rerumputan.
Pria dua puluhan itu meraih ponselnya. Memastikan hari dan waktu jikalau ia memiliki janji yang akan terlewat. Meski nyatanya ini akhir pekan. Membuat pria bersurai kecoklatan itu memilih kembali bergelung dalam selimut untuk meresapi dingin yang merambat meski terik sedang mencambuk di luar kamar sewanya.
Sayang, sebelum kembali masuk ke alam mimpi, kepalanya memutar kembali memori cerita dalam bunga tidur semalam. Mengenai matahari yang terluka karena saturnus yang bersuka. Walau entah apa maknanya, tapi itu mengganjal di pikiran Donghyuck.
Setelah merasa masa bodoh, kini matanya mulai memberat. Hendak membawanya kembali terbuai dalam kantuk. Hampir saja ia kembali terlelap jika bukan karena pintu kamarnya yang dibuka keras dan ranjangnya yang tiba-tiba memantul seolah diberi beban lainnya dari sisi belakang.
"Kau masih mau tidur lagi walaupun kembaranmu sudah bersinar terik di atas sana?"
"Aku tak punya kembaran, Bodoh."
Sosok itu tertawa kecil, "Tentu saja punya, kau kan kembaran tuan matahari yang bersinar di sabtu yang damai ini."
Donghyuck memang tak perlu menoleh ataupun membuka mata, ia sudah begitu hapal pada tangan yang merengkuh pinggangnya dan suara berat yang menggelitik belakang telinganya. Pria manis itu pun kini hanya membiarkan suara sosok itu semakin membuai dan mengantarkannya hampir kembali ke alam mimpi.
"Ibu membawakanmu makanan dan jangan membuatku sia-sia kesini."
Gelitikan mulai menyerang pinggangnya. Donghyuck menggerang. Akhirnya menyerah dan membalik badannya, berhadapan dengan sosok pengganggu paginya. Bibirnya mengerucut. Sebal. Akhir pekan yang selalu ia nanti tak bisa berjalan sesuai harapannya.
"Aku akan menghangatkannya nanti, ya, Kak? Aku benar-benar mengantuk."
Lee Minhyung, Sang Kakak, sosok di depan Donghyuck yang kini merengkuhnya, memilih mengalah. Dia membiarkan adiknya untuk kembali tertidur dengan tangan mereka yang saling memeluk tubuh satu sama lain. Memberikan kenyamanan sebelum gelap mengarungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pause [MarkHyuck]÷
FanfictionSad Anthology of MarkHyuck dedicated to MarkHyuck Summer Party