Dia

10 2 0
                                    

Ini cerita tentang hari pertama aku mengenalnya. Tidak sengaja. Dan hanya kebetulan.


Saling bertabrakan di koridor fakultas, meminta maaf dan kemudian saling berkenalan. Begini?

Tak sengaja saling bersentuhan di perpustakaan akibat memilih sebuah buku yang sama. Atau begini?

Sungguh. Kisah kami sebenarnya tidak klise dan romantis seperti yang kalian pikirkan. Kisah kami, bahkan dapat disebut konyol.

Korsa jurusan kami tertukar. 

Salahku? Bukan. Itu semua salahnya! Dia terlalu berisik dan terburu-buru.


Saat itu, aku baru saja keluar dari masjid. Membawa dua korsa, milikku dan miliknyaㅡtentu saja- yang tertinggal di tempat mengambil wudu. Warna dan bahannya persis.

Tak lama, dia berlari menghampiriku yang sedang mengikat sepatu, "Terimakasih sudah mengamankan Korsa saya. Duluan! Saya ada kelas... Sekali lagi terimakasih ya!" Begitu katanya. Belum sempat aku menyahuti, dia sudah merebut salah satu Korsa di tanganku dan bergegas meninggalkanku, berlari dan terkadang terantuk batu kerikil atau jalanan yang tidak rata. 

Aku hanya mengamatinya, berjalan menjauhi masjid dengan menjinjing korsa. Tidak ada kelas setelah ini, namun aku harus menghadiri rapat himpunan.

Mendekati sekre, kurasa rapat sudah akan dimulai. Aku kemudian menggunakan korsaku dan memasuki ruangan dengan tergesa. Segera duduk di samping ketua himpunan.

Tak lama menjelang giliranku berdiri, aku membuka dengan salam. Dan menjelaskan secara singkat laporan keuangan himpunan. Semuanya terdiam memperhatikanku. Setelah aku menutup presentasi laporan keungan. Esa, salah satu pengurus himpunan mengangkat tangannya.

"Bit, aku mau nanya..." Aku mengangguk mempersilahkan. "Itu... Korsa siapa yang kamu pakai?" 

Mataku mengerjap, semua orang kembali memperhatikanku. Aku menjatuhkan pandanganku ke arah korsa yang aku pakai.



Buyung Chaniar Arsetya.

01161998



Dahiku berkerut, lalu menjatuhkan pandangan pada lengan sebelah kanan...

Teknik Elektro


Huh?

Pantas saja korsaku rasanya lebih longgar.

Aku kemudian mengedarkan pandangan kepada teman-temanku, mereka balas memandangku.


Kesunyian yang awkward.

Tiba-tiba Yohanㅡsalah satu anggotaku- berseru, "CIE, ORBIT SEKARANG PACARANNYA SAMA ANAK ELEKTRO!!!" Mataku membola. "Kadiv Humas kita telat melangkah nih!!!"

Lalu, mereka semua bersorak sorai. Tidak memberikanku waktu untuk menjelaskan.

Duh.

Seperti yang bisa kalian tebak, di tengah keramain ruang rapat. Tiba-tiba saja pintu diketuk dari luar, dan terbuka. Sebuah kepala menyembul, "Assalammualaikum. Hai, Orbit!" Ia tersenyum dan melambaikan tangannya kepadaku. Ia mengedarkan pandangannya sembari tetap mempertahankan senyumannya. Loh, dia?

"Duh, maaf saya mengganggu... Tapi, Orbit bisa kita bicara di luar?" Aku meliriknya, mengangguk dan menatap ketua himpunanku. Dia hanya tersenyum dan mengangguk kecil.


Aku menghampiri lelaki itu dan berjalan keluar ruangan. Namun, dia tidak beranjak. "Mohon maaf, saya pinjam Orbitnya dulu ya teman-teman. Hehe." Dan baru setelahnya, ia menutup pintu dari luar. Seiring teredamnya suara suara di dalam.

Aku menghela napas. Menatapnya yang sedang menggaruk tengkuknya.

"Kamu... benar Orbit kan?" Ia tersrnyum canggung, lalu sebelah tangannya mengulurkan juntaian kain berwarna biru dongker. "Ini... korsamu. Tertukar dengan punya saya." Matanya menatapku, dan tersenyum sembari menyombongkan dua buah lubang di kedua pipinya.

"Ah... Iya." Aku mengambil korsaku yang berada pada genggamannya. "Uhm, terimakasih?" Nada yang terlontar dari bibirku terdengar begitu canggung.

Kesunyian yang awkward.

"Baiklah, sayaㅡ pamit. Sebentar lagi kelas saya akan dimulai." Dia tersenyum, berjalan mundur sembari menatap jamnya. "Sampai jumpa. Lain waktu, mungkin?"

Aku mengangguk, masih dengan korsa di genggamanku.

Eh?

Tepat saat dia berbalik dan berancang-ancang berlari, aku memanggilnya.

"KAK BUYUNG!!!" Ia kemudian berhenti, lalu menoleh ke arahku.

Aku tersenyum kecil dan menggelengkan kepala perlahan. Tubuhku mendekat ke arahnya. Sembari melepaskan korsa yang aku pakai.

"Milikmu. Maaf, sedikit lecek." Aku menggantungkan korsanya di tali tas yang ia pakai. "Lain kali, jangan ceroboh ya, Kak Buyung." Aku tersenyum padanya, berusaha ramah.

Telinganya memerah! "A-ah Iya. Terimakasih."

"Aku yang harusnya terimakasih dan maaf sudah merepotkanmu, Kak." Tanganku bergerak membenarkan ikatan rambutku. "Baiklah. Aku harus melanjutkan rapat. Sampai jumpa, lain waktu!" Kakiku melangkah menjauhinya.






Sejak hari itu, aku tahu dia adalah Buyung Chaniar Arsetya dari Teknik Elektro 2016.

Tanpa akan ku ketahui, selanjutnya ia akan memainkan peran penting dan menarik di hidupku.

Tanpa akan ku ketahui, selanjutnya ia akan memainkan peran penting dan menarik di hidupku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dariku Untuk Kak BuyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang