Saat itu, lagi-lagi... kami bertemu atas dasar kecerobohannya.
Sepatu temannya terlempar, dan tepat mengenai kepalaku. Ia yang melemparnya, Kak Buyung.
Aku hanya tertunduk sembari memejamkan mata menahan sakit.
"EH?! ADUH SORRY SORRY, SAYA NGGAK SENGAJA." Aku masih mengelus kepalaku yang terkena lemparan sepatu. Kemudian, tanpa ku sadari ia sudah berada di hadapanku.
Aku mendelik ke arahnya.
"Eh!!! Orbit?!" Matanya melebar. "Aduh, serius deh saya nggak sengaja. Mana sini yang sakit?" Tangannya mengikuti gerak tangan kiriku, kemudian menggantikan tanganku untuk mengusap bekas hantaman sepatu terbang.
"WAH BUYUNG PARAH SIH. JANGAN JAIL MAKANYA!!!" Terdengar suara di belakang punggung Kak Buyung.
Kak Buyung memutar kepalanya untuk membalas ucapan temannya, "Diem bisa nggak?" Namun tangannya tidak berhenti mengelus kepalaku. "Sakit banget ya?" Ia merunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajahku.
Aku sedikit mengangguk, "Pusing tau, Kak."
"Mau ke Poliklinik?"
Aku hanya menggelengkan kepala.
"Nggak separah itu kok. Lagian habis ini masih ada praktek." Aku meraih tangannya, untuk menghentikan usapannya pada kepalaku. "Makasih Kak, saya udah ngga apa apa kok."
Ia menggaruk pelipisnya, "Yaudah, sebagai permintaan maaf. Saya traktir kamu setelah selesai kamu kelas. Sekalian saya juga mau terimakasih soal Korsa kemarin."
"Saya maksa nih."
Aku hanya mengerjapkan mataku, mengangguk kecil sambil menatapnya. "Oke. Saya beres kelas jam 14.40."
Senyumnya mengembang. "Tapi, kalo saya tunggu di parkiran bawah ngga apa-apa? Saya masih harus ngerjain proyek di lab."
Aku menganggukkan kepala.
"Oh ya Orbit, saya boleh pinjam ponselkamu? Sebentar aja kok."
Aku merogoh saku jaketku. "Ini..." Tanganku menjulurkan ponselku.
Kebiasaanku memang tidak pernah memakai sandi, toh tidak ada yang penting-penting amat.
Ia mengambilnya. Mengetikkan sesuatu di ponselku. Tak lama, ia menyerahkan kembali ponselku.
"Saya sudah simpan nomor saya di sini. Siapa tau nanti kamu selesai lebih cepat, jadi kamu bisa hubungi saya." Cacat pada kedua pipinya kembali muncul.
"Ah, iya terimakasih Kak."
"Saya duluan ya Bit." Sepatu kawannya yang ia lempar, ia ambil sembari berlari menjauhiku.
Ia berkejaran dengan kawannya. Entah siapa, aku tak kenal. Punggunya kurusnya nampak bergetar, ku pastikan ia sedang tertawa terpingkal-pingkal.
"Hei. Liatin apa?" Sebuah tangan terjulur untuk menyentuh kepalaku.
Aku menatapnya, menggendikkan bahu. "Ayo ah, Yo. Balik ke fakultas."
"Dih? Iya deh, Cil." Dengan seenaknya ia merangkulkan tangannya padaku.
"Satrio! Aku tuh ngga kecil ya!" Tanganku mencubit gelambir lemak di lengannya. Aku menghentakkan kaki dan berjalan meninggalkan Satrio.
"Aduh, Bit. Sakit. Tungguin! Manyun mulu..." Dia pasti sedang tersenyum jahil. Menyebalkan sekali.
Satrio Yudha Cakralesmana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Salah satu teman dekatku di jurusan, di kelas juga. Kepala Divisi Humas Himpunan. Jahil dan super berisik.
Ah- aku juga jadi ingat. Satrio. Ternyata banyak juga tokoh yang hadir dalam ceritaku untukmu, Kak.