"iya, bapak bisa langsung transfer uangnya kerekening saya. Nanti saya akan segera bawa dia kesana"
Samar samar Luna mendengar perbincangan ayahnya dari ruang tamu, gadis iti hendak mengambil segelas air dari dapur.
"Luna" sontak gadis dengan mata hazelnya itu melihat kearah sang ayah,
"iya yah? kenapa?"
"kamu cepet mandi, dandan yang cantik terus ikut ayah"
"ikut ayah? Kemana? Terus kenapa luna harus dandan?"
"banyak tanya! Udah turutin aja permintaan ayah" kemudian ayahnya menjadi sedikit membentak.
Kini gadis itu sudah siap berapa didepan cermin, memandangi setiap inci badannya. Ia tersenyum menatap puas bayangannya namun seketika raut wajahnya berubah karena rasa penasaran yang terbesit dibenaknya, akan dibawa kemana dia pergi?
"Aduh lama banget sih kamu tuh dandan aja" ujar sang ayah mengambil kunci motor yang tergantung ditembok.
"Kan ayah yang suruh Luna dandan cantik, emang kita mau kemana sih yah?"
Pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban sedari tadi mau sekeras apapun ia berusaha untuk bertanya pada sang ayah. Semakin jauh mereka berada diluar rumah, entah mengapa perasaan Luna semakin bercampur aduk, seperti sesuatu akan terjadi padanya. Namun ia bersi keras untuk mempercayakan semuanya pada sang ayah.
"Jadi ini yang namanya Luna?" semenjak kedatangan luna dan sang ayah, pria paruh baya didepannya ini terus memandangi setiap lekukan tubuh gadis itu dengan senyuman yang membuat luna tidak nyaman berada didekatnya. Sungguh luna tidak mengerti mengapa ia bisa ada disini, bahkan ia tetap merasa tidak walaupun berada disamping ayahnya.
" y - yah.. kita ngapain disini? ini siapa?"
"luna, mulai hari ini ayah serahkan kamu sama om ini. Panggil aja om Hardi"
Luna terbelalak, mencerna setiap kata kata yang diucapkan sang ayah, tidak, ia tidak salah dengarkan? Apa maksud dari kata kata 'serahkan'.
"mmaksud ayah apa? emang ayah mau kemana? kenapa luna harus tinggal sama om ini, yah?" matanya betul betul memerah, tangannya keringat dingin, ia tidak bohong, saat ini luna dalam ketakutan yang amat sangat.
"Om ini udah beli kamu, makanya kamu harus baik baik sama om ini! Dia bakal kasih kamu apa aja yang kamu mau, asal kamu bisa layanin dia sampai puas, kamu ngerti kan?"
Luna terdiam sejenak, tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja. Rasanya ia tidak sanggup bicara apapun, mulutnya terkunci. Bagaimana bisa orang yang sangat ia percayai selama ini, menjual dirinya? Hanya demi uang ayahnya rela menyerahkan luna pada orang lain.
"A - ayah.. "
"Dah, ayah pergi dulu"
"AYAH LUNA GAK.. "
"kamu mau kemana, cantik? sekarang kamu tinggal sama saya" tangannya terkunci kuat oleh genggaman.
Luna terus terisak berharap ini hanyalah mimpi buruk yang ia alami. Kepalanya mulai terasa pusing karena semalaman menangis.
"Kamu mau sampai kapan nangis? Kapan kamu bisa melayani saya kalau kerjaan kamu hanya nangis! Ingat ya, saya beli kamu itu mahal!" kata kata itu semakin membuat hati luna tergores, bagaimana tidak bahkan rasanya ia dipandang sangat rendah oleh orang didepannya ini.
"Kalau begini, sepertinya kamu harus saya paksa, ayo cepet berdiri!" Hardi menariknya kuat dan terus menyeret luna kedalam kamar.
"OM SAYA MOHON JANGAN LAKUIN ITU OM! SAYA MASIH SEKOLAH! SAYA MASIH PUNYA MIMPI YANG BELUM SAYA RAIH" luna terus menangis dan memohon
"Memangnya saya perduli? Yang penting saya udah beli kamu! Sekarang kendali kamu adalah saya, jadi kamu harus mengikuti kemauan saya!" badannya semakin disudutkan, luna tak tau harus melakukan apalagi, tapi dia memohon kepada tuhan untuk mengirimkan malaikat untuk membantunya.
BRAK!
Pintu kamar terbanting hebat setelah seseorang dari luar mendobraknya kuat.
"PAPA!" seorang pria lainnya masuk kedalam kamar, apa lagi ini? Setidaknya bisa membuat luna bernafas walaupun tidak lega."Gatan? Kamu ngapain disini"
"Ternyata bener ya dugaan gatan, papa punya selingkuhan! Pa, mama dirumah sakit dan papa disini malah asik asikan?" bukannya mencoba menyelamatkan luna tapi pria itu memilih untuk menatap luna dengan tajam, kemudian perlahan menghampiri luna yang sudah berantakan.
"Jadi lo selingkuhan papa gue? Lo tuh masih muda! Kok mau aja sih jadi selingkuhan. Dasar murahan"
sekali lagi kata kata yang membuat hati luna terasa ditusuk oleh seribu anak panah yang ditembakan tepat diuluh hatinya, bahkan pria itu tidak tau apa yang terjadi padanya namun kata kata itu sangat mudah keluar dari mulutnya. Tidak heran, ayahnya saja seperti itu, mungkin saja anaknya senang bermain dengan wanita dan mengikuti aliran pergaulan bebas. Luna hanya terdiam menatap pria itu, entah mengapa semenjak ayahnya pergi tadi mulut luna terasa terkunci. Rasanya tidak adil jika dia hanya berdiam diri, dia harus melakukan sesuatu.
"t tolong saya, saya mohon" luna mencengkram lengan pria itu kuat kuat, meninggalkan lekukan dikeningnya.