BAB 2

1.1K 93 31
                                    

Meskipun sudah berjanji pada Taehyung untuk menahan diri, dia tetap saja mendatangi Seokjin di kamarnya.

Taehyung bisa marah, nanti. Tapi dia tidak peduli. Bagaimana mungkin dia tahan berdiam diri begitu saja saat Seokjin yang sudah ditunggu-tunggunya sekian lama sekarang ada di rumah yang sama dengannya?

Dia berdiri di sudut ranjang, mengamati Seokjin yang tertidur pulas seperti bayi.

Sejenak kemarahan menyelimuti hatinya.

Sampai kapan dia hanya bisa melihat Seokjin di saat lelaki itu sedang tertidur?

Taehyung harus cepat. Mereka sudah sepakat tentang Seokjin, padahal jarang sekali mereka berdua sepakat. Dia dan Taehyung bertolak belakang dalam segala hal.

Taehyung cenderung baik hati dan menggunakan cara-cara pintar untuk meraih tujuannya, sedangkan dia selalu menggunakan cara-cara licik. Licik, bukan pintar – untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan. Dan seperti yang Taehyung katakan tadi, dia sangat kejam.

Tapi Seokjin adalah lelaki yang sudah menyentuh perasaannya. Mungkin lelaki itu sudah melupakannya, bahkan mungkin Seokjin tidak menyadarinya, tapi kejadian dua belas tahun lalu itu tidak akan pernah dilupakannya, pertemuan pertamanya dengan Seokjin sekaligus hari di mana dia memutuskan akan memiliki Seokjin.

Taehyung harus memaklumi ketidaksabarannya, dia sudah menunggu selama dua belas tahun. Menunggu dan menunggu sampai Seokjin siap menjadi miliknya. Dan sekarang lelaki itu ada di depan matanya.

Dia mendekat, tangannya menyentuh pipi Seokjin lembut. Seokjin bergeming, masih pulas, tidak menyadari ada sosok yang mengamatinya lekat di tepi ranjangnya.

“Kau milikku Seokjin, jangan lupakan itu.”

***

Seokjin bermimpi. Dia ada di sebuah taman hiburan yang sangat ramai. Penuh dengan pedagang dan para orangtua yang menggandeng anak-anak mereka. Suara musik dari berbagai stan permainan dan suara-suara manusia terdengar bercampur menjadi satu, riuh rendah di telinganya.

“Seokjin, jangan kesitu,” suara neneknya terdengar memperingatkan.

Seokjin mengernyit. Neneknya masih hidup? Dia menolehkan kepalanya dan mendapati neneknya berdiri di belakangnya, neneknya benar-benar masih hidup. Hidup dan tampak lebih muda.

Dengan bingung Seokjin mengamati sekeliling, dan menyadari kalau bukan dia yang dipanggil neneknya, di sana berdiri seorang anak, mungkin delapan tahun, kurus dan agak canggung, itu adalah dirinya yang masih berumur delapan tahun!

“Jangan bermain terlalu jauh Seokjin, nenek tidak mau kamu tersesat, di sini sangat ramai,” sang nenek menggandeng tangan Seokjin kecil, lalu membawanya ke sebuah kursi kosong yang terletak di pinggir taman.

“Duduk di sini dulu, nenek akan membelikanmu es krim,” kata sang nenek sambil menunjuk stan es krim dengan antrian pembeli yang panjang, yang terletak kurang dari seratus meter dari tempat mereka, “Jangan kemana-mana dan jangan berbicara dengan orang asing, kalau ada apa-apa teriak saja, nenek pasti akan mendengarnya.”

Seokjin kecil mengangguk tapi matanya memandang sekeliling dengan penuh semangat.

Seokjin tetap mengamati dari kejauhan, kenangan ini masih terpatri samar-samar di benaknya, kenangan saat pertama kali dia di ajak ke taman hiburan.

Tiba-tiba Seokjin kecil melangkah turun dari kursi, dan mulai berjalan menjauh.

Seokjin langsung panik.

Hey… Kembalilah, kau bisa tersesat!

Dengan gugup Seokjin menoleh ke arah sang nenek yang sedang antri di stan es krim, dia ingin berteriak tapi entah kenapa suaranya tidak keluar, setelah beberapa kali usaha yang sia-sia, ahkirnya Seokjin memutuskan untuk mengikuti Seokjin kecil.

From The Darkest Side [Taejin Vers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang