Nadine membuka matanya dan terlonjak kaget. Nafas dan detak jantungnya agak tidak beraturan seperti seseorang yang baru saja berlari dalam waktu yang lama. Ia kemudian duduk di pinggir ranjang sambil menatap kearah jendela.
"mimpi itu lagi.." gumam Nadine pelan.
Nadine mengambil gawainya yang ada diatas nakas. Jam di gawainya menunjukkan pukul 6 pagi. Bagi Nadine ini masih terlalu pagi, karna ia masih memiliki waktu 2 jam sampai kelas pertama milik dosen paling baik hati di fakultasnya dimulai.
Gadis yang kini berusia 19 tahun itu memutuskan kembali berbaring sambil mengecek pesan-pesan yang masuk ke gawainya ketika ia tertidur.
Satu jam berlalu namun Nadine masih tak beranjak dari tempat tidurnya, hingga suara ketukan pintu membuat ia menghentikan aktivitasnya.
Tok.. tok.. tok..
"Maaf Mbak Nadine, udah ditunggu Tuan buat sarapan dibawah" suara Bi Ayum terdengar dari balik pintu.
"10 menit lagi aku turun Bi"
"Nggih Mbak, saya tinggal dulu"
***
"Nadine, kamu tidur jam berapa semalam?"
Nadine sama sekali tidak berniat menoleh ke arah sumber suara, ia memilih sibuk mengoleskan selai di rotinya.
"Nadine kamu denger Papa?" tegur ayah Nadine setelah meletakkan cangkir yang berisi kopi yang baru saja diminumnya.
"Jam 2 pagi" jawab Nadine singkat.
"Lain kali tidur lebih awal lagi, liat tuh mata kamu ada kantong matanya gitu"
Tak ada jawaban apapun dari Nadine, ia masih sibuk dengan roti selainya. Meski demikian, tak sedikitpun sang ayah berniat untuk mempermasalahkan sikap Nadine.
"Papa berangkat dulu. Nanti malam Mama balik dari luar kota, kamu jangan pergi main kemaleman ya"
Ayah Nadine mengambil tas kerjanya yang ia letakkan disamping kursi makannya. Ia baru saja hendak mencium pucuk kepala Nadine ketika dengan cepat Nadine bangkit dengan roti selai ditangannya menuju ke kamarnya di lantai atas. Melihat itu, ayah Nadine pun pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.
Nadine menutup pintu kamarnya dengan kasar. Ia lalu duduk dipinggir ranjangnya. Matanya refleks menoleh kearah foto keluarganya yang terpajang di bingkai ukuran 5R diatas nakas.
"Makasih karna Papa dan Mama udah berusaha bikin semuanya kayak baik-baik aja selama 5 tahun kebelakang ini. Tapi bagi Nadine, gaada yang baik-baik aja Pa, Ma.. semuanya udah beda.."
***
"Nad lo semalem ga tidur lagi?" tanya Vidya yang merupakan satu-satunya teman yang Nadine percaya dari SMA sampai saat ini. Adalah sebuah keberuntungan karena Tuhan membuat mereka bisa masuk ke universitas, fakultas dan jurusan yang sama.
Nadine melirik Vidya sebentar sebelum menjawab "Tidur kok, sok tau banget lo"
"Terus itu item-item bawah mata sampe kayak gitu kenapa coba"
"Udahlah, emang mata gue kayak gini dari dulu"
Vidya memicingkan matanya "Cubit gue kalo gue salah, lo kemarin gabisa tidur terus pas udah bisa tidur lo mimpi buruk itu lagi"
"BINGO!" teriak Nadine dalam hati
Memang tebakan Vidya tidak salah, namun membenarkan tebakan Vidya adalah kesalahan bagi Nadine. Tanpa aba-aba tangan Nadine dengan cepat mencubit lengan Vidya.
"A-aww sakit tau Nad!"
"Kan lo sendiri yang minta dicubit kalo salah"
"Iya tapi ga sekeras itu juga kali"
Nadine tertawa kecil melihat Vidya yang kesal karna ia cubit. Sementara Vidya sendiri, ia sebenarnya merasa khawatir pada Nadine. Ia khawatir jika Nadine harus terus mengingat masa lalunya hingga terbawa mimpi setiap malam.
Masih jelas di ingatan Vidya bagaimana Nadine dulu selalu memilih sendiri ketika mereka sama-sama masih di bangku SMA. Vidya yang awalnya bersikap bodo amat terhadap Nadine, berubah ingin berteman dengan Nadine ketika Nadine dengan berani membelanya saat ia dibully oleh teman-teman sekelasnya.
Awalnya, Nadine yang dimatanya adalah gadis yang dingin, tegas dan berani. Sama sekali tidak ada kelemahan yang dia lihat pada diri Nadine. Sampai akhirnya di hari ulang tahun ke-16 Nadine, ketika Vidya ingin memberinya kado, Vidya sama sekali tidak bisa menemukan Nadine. Dia tidak datang ke sekolah dan rumahnya pun sepi.
Namun siapa sangka bahwa Vidya malah bertemu Nadine di sebuah minimarket yang buka 24 jam tidak jauh dari rumah Nadine. Nadine duduk disana dengan begitu banyak bungkus makanan dihadapannya. Vidya dapat menyimpulkan bahwa Nadine sudah duduk disana dalam waktu yang lama.
Saat melihatnya datang, Nadine tiba-tiba saja menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Hal ini membuat Vidya bingung bukan main. Lalu untuk menghindari menarik perhatian semakin banyak orang, Vidya mengajak Nadine pergi dari minimarket itu. Vidya membawa Nadine pulang ke rumahnya.
Rumah Nadine sepi, Nadine bilang kedua orang tuanya pergi keluar kota dan pembantunya sudah pulang jika sore. Ia tidak ke sekolah hari itu karena kecewa setelah mendengar kedua orang tuanya tidak bisa pulang di hari ulang tahunnya. Saat itu juga Nadine mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengannya. Mulai dari orang tuanya yang sudah tidak harmonis lagi sampai Nadine yang kehilangan orang-orang yang ia sayangi.
Vidya menjadi semakin memahami Nadine sejak saat itu. Ia adalah satu-satunya orang yang tau bahwa ada malam dimana Nadine tidak akan bisa tidur atau malam ketika Nadine memimpikan kejadian buruk di masa lalunya, karena biasanya Nadine akan menceritakan segalanya padanya. Tapi hari ini, Nadine sama sekali tidak menceritakan apapun.
"Lo ga makan Vid?"
Vidya terlonjak kaget mendengar suara Nadine.
"Sejak kapan baksonya udah didepan gue?" Vidya bertanya bingung.
"Lo kebanyakan ngelamun, liat nih bakso gue udah abis separuh. Lagian lo mikirin apa sih? Mikirin si Daylon?"
BRAKK
Vidya menggebrak meja hingga membuat kuah bakso di mangkok mereka tumpah sedikit diatas meja. Vidya memang sedikit sensitif dengan nama itu, maklumlah, karena mereka baru putus seminggu yang lalu.
"Jangan sebut nama itu lagi" ujar Vidya galak.
Nadine mengangguk takut kemudian melanjutkan makannya dengan tenang. Namun ketenangan diantara mereka rasanya akan segera berakhir ketika tanpa mereka sadari seorang laki-laki mendekati meja mereka. Meski ketika laki-laki itu lewat ada banyak sekali terdengar bisikan memuji dan mengagumi sosok laki-laki itu dari orang-orang disekitar mereka, namun nampaknya Nadine sama sekali belum menyadari siapa orang yang akan datang ke mejanya.
"Halo, Nadine. Ga nyangka ya kita ketemu disini" ujar laki-laki itu yang kini sudah berdiri disebelah tempat duduk Nadine. Jika Nadine melihatnya, senyuman laki-laki ini mengembang ketika menyebut nama Nadine.
Nadine dan Vidya menghentikan aktivitas mereka, lalu menoleh ke sumber suara. Vidya tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak menganga ketika melihat siapa yang berdiri disebelah tempat duduk Nadine. Berbeda dengan Nadine yang terlihat biasa saja.
"Lo masih inget gue kan? Gue gabung makan disini ya?"
Nadine tidak mengiyakan ucapan laki-laki itu, namun laki-laki bernama Javas Mahendra itu seenaknya duduk di kursi kosong disebelah Nadine. Nadine dengan mata sipitnya menatap Javas dengan tatapan tajam.
"Nad, lo sebelumnya udah kenal sama kak Javas?" Vidya berbisik pelan, namun cukup untuk didengar oleh Nadine dan Javas.
Nadine melirik sebentar kearah Vidya sebelum akhirnya ia kembali menatap Javas dan berkata "Nggak, aku nggak kenal dia"
KAMU SEDANG MEMBACA
SELERA
FanfictionDalam hidup, kesenangan dan kemalangan memang berjalan berdampingan. Kesenangan tanpa kemalangan adalah lupa. Kemalangan tanpa kesenangan adalah hampa. Segalanya tergantung pada kita. Tergantung "SELERA" kita menikmati hidup. © grtwall [14 Juli 2019]