1. Chinese Boy

14.7K 1.1K 43
                                    

"Maaf Master, tapi 5 box senjata yang kita pesan dari Mr.Wang masih belum sampai saat ini. Saat dihubungi, pihak Mr. Wang berkata pengiriman senjata itu telah diketahui pihak berwajib."

"Shit. Bagaimana bisa si tua bangka itu membiarkanku rugi. Siapkan perjalananku ke China sekarang juga!"

"Baik Master. Akan saya siapkan. Tetapi dugaan sementara dari mata mata kita di China, mengatakan bahwa itu hanya akal-akalan Mr. Wang saja, Master."

"Sial! Berani-beraninya si tua bangka Wang mempermainkan kita. Malam nanti ambil paksa senjataku yang mereka tahan. Siapkan diri kalian dengan baik. Aku tak mau mendengar kata gagal. Pastikan besok pagi senjata itu sudah sampai di Korea."

"Baik Master!"

***

"Renjun, pamanmu berlari ke sini!!"

"Astaga. Bagaimana ini? Le, ini pesanan untuk meja nomor 23. Aku akan keluar menemui paman." Renjun lari begitu cepat setelah berbicara pada teman kerjanya di cafe.

"DI MANA ANAK BODOH ITU?!"

Seorang pria mengamuk di cafe pinggir jalan itu. Meskipun jalanan agak sepi. Tapi ia berhasil menjadi pusat perhatian beberapa pejalan kaki yang melintas.

"HUANG RENJUN!! REINTENIR TELAH DATANG DAN KAU TAK MEMBERIKANKU UANG! DI MANA KAU BOCAH??!"

Renjun langsung menarik pamannya ke sebuah gang sepi. Meskipun ia harus mendapatkan perlawanan dari pamannya, tapi ia tak mungkin mengganggu kenyamanan di tempatnya bekerja.

PLAK

Paman Huang menampar pipi kanan Renjun. "DASAR BOCAH SIALAN! DI MANA UANGNYA?!! MEREKA MENGAMBIL BARANG BARANGKU DI RUMAH. DAN ITU SEMUA GARA GARA KAU YANG TAK BECUS BEKERJA."

Renjun memegangi pipinya yang terasa perih. Ini bukan saatnya menangis. Ia harus menenangkan pamannya.

Renjun merogoh saku celana kerjanya dan mengambil sebuah amplop untuk diberikan pada pamannya. "Maaf paman. Kemarin Winwin ge belum memberiku gaji. Hari ini Winwin ge baru membe--"

"Aish. Aku tak butuh penjelasanmu. Aku hanya butuh uang." Paman Huang mengambil amplop itu dan mengecek isinya. "Sana kembali bekerja." Kemudian ia mendorong tubuh kecil keponakannya hingga kepala sang keponakan membentur dinding. Setelahnya ia berlalu dari sana, meninggalkan Renjun yang mengaduh kesakitan.

Renjun menatap pamannya yang mulai menghilang. Ia mengusap air mata yang berhasil lolos membasahi kedua pipinya. "HATI HATI PAMAN. BELILAH MAKANAN YANG MENYEHATKAN!! AKU MENYAYANGIMU!"

Renjun berdiri dengan berpegangan pada tembok. Kepalanya agak pusing karena benturan tadi. Ia melangkahkan kakinya untuk kembali masuk ke dalam cafe.

"Renjun! Ada apa dengan pelipismu??! Kenapa sampai berdarah seperti itu?" Winwin mendekat ke arah Renjun yang baru sampai di dapur cafe.

Renjun tersenyum. "Aku tak apa ge. Hanya luka kecil."

"Bagaimana kau masih bisa tersenyum? Pasti terasa perih. Ayo ke ruanganku sebentar. Biar ku obati."

Renjun menggelengkan kepalanya. "Tak perlu ge. Aku akan mencuci darahnya. Lagipula ini sudah memasuki jam makan siang. Pasti banyak pelanggan yang datang."

"Jangan menolak Renjun. Biar bagaimanapun, keselamatan adalah yang utama." Kemudian Winwin menarik tubuh Renjun ke ruangannya.

***

Renjun mengeratkan mantelnya. Udara malam ini entah mengapa terasa lebih dingin dari biasanya. Ia berjalan pelan, menyusuri jalan setapak yang akan bermuara pada rumah pamannya, tempat tinggalnya.

Sesekali ia akan menggosok-gosokkan telapak tangannya. "Ugh, kenapa begitu dingin."

Waktu berjalan 5 menit, tapi Renjun masih belum sampai. Rumah pamannya itu memang agak jauh dari keramaian kota.

Tiba tiba terdengar suara bising. Ia melirik ke sebuah gang yang dilewatinya sekarang. Seharusnya, ia tak perlu untuk berhenti berjalan dan malah memasuki gang itu. Tapi suara lirih permintaan tolong menggerakkan hatinya.

Ia mengintip di balik tembok ujung gang kecil itu. Tubuh kecilnya terlonjak saat pendengarannya menangkap suara tembakan beruntun. Ia meyakinkan dirinya untuk kembali melihat kejadian di balik tembok itu. Dan penyesalan pun datang.

Kedua matanya mendapati banyak pria di sana. Belasan atau mungkin puluhan telah tumbang dengan darah yang masih menetes deras ke aspal. Ia bisa melihat asal suara tadi. Suara permintaan tolong.

Pria tua yang duduk terikat di sebuah kursi itu lah orangnya. Renjun menutup mulutnya rapat rapat. Tak ingin sebuah isakan lolos  dari mulutnya. Seharusnya ia tak di sini. Ia harus pergi.

Belum sempat ia berbalik. Suara tembakan itu terdengar lagi. Seorang pria bertopeng berhasil melesakkan pelurunya ke tubuh pria tua itu. Renjun hampir saja menjerit ketakutan bila ia tak sadar situasinya di sini.

Renjun segera melangkahkan kakinya untuk meninggalkan tempat itu. Namun, sepertinya dewi fortuna sedang tak ingin berada di pihakanya. Baru satu langkah ia beranjak. Tubuhnya jatuh dengan suara debuman agak keras karena tak sengaja menginjak tali sepatunya. "Tuhan.. selamatkan aku.."

"Tangkap bocah china itu!!"

Renjun sekuat tenaga berdiri dari jatuhnya. Ia harus lari dari sana agar selamat. Dengan tergopoh-gopoh akhirnya ia bisa sampai di rumah pamannya. Ia langsung menutup pintu dan menguncinya. Tubuhnya langsung merosot di lantai.

"Apa yang kau lakukan di depan pintu dengan wajah seperti itu?"

Renjun terlonjak pelan, "Eung itu paman.. tadi.. tadi sepertinya aku melihat hantu."

"Dasar bocah. Makanya jangan banyak nonton film. Banyak bekerja biar dapat banyak uang."

"Iya paman. Renjun minta maaf.."

***
Terima kasih sudah membaca😊
Maaf kalo masih ada banyak kesalahan😭
Kritik dan saran selalu ditunggu😁
Jangan lupa vote and comment💞

master's ; norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang