Hubungan Yuna dan Yugyeom: Cinta di Antara Bayang dan Cahaya
Di Universitas Hanbit, Yuna—mahasiswi baru jurusan Desain—adalah bunga liar yang tumbuh di tengah keramaian kampus. Dia ceria, penuh warna, dan tak takut mengejar apa yang dia inginkan. Tapi di balik tawanya yang renyah, ada satu nama yang diam-diam mengisi setiap sudut hatinya: Yugyeom, mahasiswa tingkat akhir jurusan Olahraga, kapten tim basket yang jadi legenda hidup di kampus. Bagi Yuna, Yugyeom adalah lebih dari sekadar senior—dia adalah api yang membakar mimpinya, sosok yang dia pandang dari kejauhan dengan mata penuh kekaguman dan harapan yang tak pernah padam.
Pertemuan pertama mereka terjadi di lapangan basket, saat Yuna tersesat mencari gedung seni di hari keduanya sebagai mahasiswi baru. Hujan baru saja reda, meninggalkan genangan kecil di aspal, dan Yuna berdiri di pinggir lapangan, bingung sambil memegang peta kampus yang basah. Tiba-tiba, bola basket meluncur ke arahnya, nyaris mengenai kepalanya. "Hati-hati!" teriak seseorang, dan sebelum Yuna sempat bereaksi, Yugyeom muncul—berlari kecil dengan seragam basket yang sedikit basah, rambutnya acak-acakan karena angin. Dia mengambil bola itu, lalu menatap Yuna dengan alis sedikit terangkat. "Kamu baik-baik aja?" tanyanya, suaranya dalam dan sedikit serak setelah latihan.
Yuna membeku, jantungnya berdegup kencang. "I-iya, Kak… makasih," jawabnya tergagap, matanya tak bisa lepas dari wajah Yugyeom yang tampan di bawah cahaya senja. Yugyeom tersenyum kecil—senyum yang sederhana tapi cukup membuat dunia Yuna berputar. "Jangan bengong di tengah lapangan, junior. Nanti kena bola beneran," katanya santai, lalu melempar bola ke temennya dan berbalik pergi. Tapi bagi Yuna, momen itu seperti kilat yang menyambar—dia tahu, saat itu juga, dia sudah jatuh.
Sejak hari itu, Yuna jadi bayang-bayang Yugyeom yang setia, meski dari kejauhan. Dia sering sengaja lelet jalannya di koridor dekat gedung olahraga, berharap bisa sekilas melihat Yugyeom pulang dari latihan. Dia ikut nonton setiap pertandingan basket, duduk di tribun paling atas dengan sketsa di tangan, pura-pura menggambar padahal matanya terpaku pada Yugyeom—cara dia melompat mencetak poin, cara dia menyeka keringat dengan lengan bajunya, atau cara dia tersenyum lebar saat timnya menang. "Kak Yugyeom itu kayak pahlawan di film," gumam Yuna pada dirinya sendiri suatu malam, sambil menggambar siluet Yugyeom di buku sketsanya, jari-jarinya gemetar karena perasaan yang tak bisa dia ungkapkan.
Momen yang benar-benar mengguncang hatinya terjadi saat bazaar kampus. Yuna membuka booth kecil, menjual gelang handmade yang dia buat dengan penuh cinta. Dia sedang sibuk menata barang dagangannya saat Yugyeom muncul—sendirian, tangannya dimasukkan ke saku celana, ekspresinya santai seperti biasa. "Ini buatan kamu?" tanyanya, mengambil gelang hitam dengan manik-manik kecil, memandangnya dengan tatapan yang bikin Yuna lupa cara bernapas. "I-iya, Kak! Aku bikin sendiri," jawab Yuna cepat, wajahnya memerah. Yugyeom mengangguk, lalu tiba-tiba memakainya di pergelangan tangannya. "Keren. Berapa?" tanyanya sambil mengeluarkan dompet.
Yuna panik, tapi dia buru-buru melambaikan tangan. "Nggak usah bayar, Kak! Itu… itu hadiah buat kakak. Soalnya kakak kapten basket terbaik yang aku kagumi!" katanya dengan semangat, tapi ada getaran di suaranya yang tak bisa dia sembunyikan. Yugyeom menatapnya lama, lalu tersenyum—senyum yang lebih hangat dari biasanya. "Serius? Makasih, junior. Aku bakal pake ini di pertandingan besok," katanya, lalu melambai kecil sebelum pergi. Yuna berdiri mematung, tangannya memegang meja untuk menahan lututnya yang lelet, hatinya bergetar hebat. "Dia bilang bakal pake… buatanku…" bisiknya, dan malam itu, dia tak bisa tidur, membayangkan gelangnya di tangan Yugyeom.
Hari pertandingan tiba, dan Yuna duduk di tribun, matanya tak berkedip menatap Yugyeom. Benar saja, gelang hitam itu ada di pergelangan tangannya, berkilau samar di bawah lampu lapangan. Setiap kali Yugyeom mencetak poin, Yuna merasa seperti dia juga bagian dari kemenangan itu. Setelah pertandingan, saat tim merayakan di pinggir lapangan, Yugyeom sekilas melirik ke tribun dan mengangkat tangan—entah sapaannya untuk siapa, tapi Yuna yakin itu untuk dia. "Kak Yugyeom notice aku…" gumamnya, air mata kecil menggenang di matanya karena bahagia.
Tapi drama mulai muncul saat Yuna menyadari Yugyeom tak pernah benar-benar melihatnya seperti dia melihat Tzuyu. Suatu sore, dia tak sengaja melihat Yugyeom di taman kampus, berdiri di dekat Tzuyu yang sedang membaca buku. Cara Yugyeom memandang Tzuyu—penuh perhatian, dengan senyum yang berbeda—membuat hati Yuna terasa seperti ditusuk. Dia bersembunyi di balik pohon, tangannya mengepal, air matanya jatuh pelan. "Aku nggak akan nyerah, Kak," bisiknya pada dirinya sendiri, meski suaranya bergetar. "Suatu hari, kakak bakal lihat aku… bukan dia."
Yuna pernah memberanikan diri mendekati Yugyeom di kantin. Dia membawa dua es kopi, salah satunya untuk Yugyeom, dan dengan jantung hampir copot, dia menghampiri meja basket. "Kak, aku bawa ini buat kakak! Habis latihan kan capek," katanya, tersenyum lebar meski tangannya gemetar. Yugyeom menoleh, mengambil kopi itu dengan anggukan kecil. "Makasih, junior. Kamu baik banget ya," katanya santai, lalu kembali ngobrol sama temennya. Yuna tersenyum, tapi hatinya perih—dia tahu, bagi Yugyeom, dia cuma "junior baik", bukan lebih.
Hubungan mereka adalah tarian yang tak seimbang—Yuna menari penuh gairah di bawah bayang-bayang Yugyeom, sementara Yugyeom berjalan di cahaya, tak pernah benar-benar menoleh ke arahnya. Yuna mencintainya dengan seluruh hati—setiap gelang yang dia buat, setiap sketsa yang dia gambar, adalah puisi bisu untuk Yugyeom. Tapi Yugyeom, dengan pikiran yang penuh Tzuyu, tak pernah tahu betapa dalam luka yang dia tinggalkan di hati Yuna—luka yang manis, penuh harapan, namun tak pernah terbalas.
Dan di balik semua itu, ada I.N—sosok yang selalu ada untuk Yuna, yang memandangnya dengan cinta yang Yuna tak pernah sadari, sementara dia sibuk mengejar bayangan Yugyeom yang tak pernah benar-benar miliknya.
To Be Continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Hearts (✔️)
FanfictionCinta Segitiga sudah biasa. Bagaimana dengan cinta segiempat??? !@#$%&*