Momen Kedua: Malam Film dan Dekatnya Jarak - Langkah Menuju Hati
Universitas Hanbit selalu punya cara untuk menyatukan orang-orang, dan malam pemutaran film outdoor adalah salah satunya. Lapangan utama kampus disulap jadi bioskop terbuka—layar besar dipasang di tengah, lampu-lampu kecil digantung di pohon-pohon sekitar, dan selimut serta bantal tersebar untuk mahasiswa yang ingin menikmati film klasik di bawah langit malam. Tzuyu, dengan kecintaannya pada cerita-cerita lama, tak pernah melewatkan acara ini. Dia datang sendirian seperti biasa, mengenakan jaket tipis abu-abu dan membawa buku kecil—kebiasaan yang tak pernah lepas darinya, seolah dia selalu siap melarikan diri ke dunia lain jika malam terasa terlalu ramai.
Yugyeom, di sisi lain, bukan tipe yang suka film klasik. Dia lebih sering menghabiskan malam minggu di lapangan basket atau nongkrong di kafe bersama timnya. Tapi malam itu, dia datang—bukan karena filmnya, tapi karena dia tahu Tzuyu akan ada di sana. Dari temen Tzuyu yang kebetulan satu klub basket dengannya, Yugyeom mendengar bahwa Tzuyu tak pernah absen di acara ini. Dengan hati penuh harap dan sedikit gugup yang dia sembunyikan di balik sikap santainya, Yugyeom tiba lebih awal. Dia mengenakan hoodie hitam simpel, tangannya dimasukkan ke saku, dan memilih duduk di barisan belakang—tempat yang cukup tersembunyi tapi strategis untuk melihat Tzuyu masuk.
Saat Tzuyu muncul di kerumunan, langkahnya tenang seperti biasa, Yugyeom tak bisa menahan senyum. Dia melambai kecil, gerakannya santai tapi penuh antusiasme. "Tzu, sini!" panggilnya, suaranya cukup keras untuk terdengar di atas obrolan mahasiswa lain, tapi tak terlalu mencolok. Tzuyu mendongak, matanya menemukan Yugyeom di antara barisan kursi. Dia ragu sejenak—biasanya dia lebih suka duduk sendirian di sudut, jauh dari perhatian—tapi ada sesuatu di senyum Yugyeom yang membuatnya tak bisa menolak. Dengan langkah pelan, dia mendekat dan duduk di sampingnya, meninggalkan jarak kecil yang terasa sopan tapi penuh arti.
Film dimulai—sebuah kisah cinta klasik dengan dialog puitis dan musik piano yang lembut. Tzuyu langsung tenggelam dalam cerita, matanya terpaku pada layar, tangannya sesekali membalik halaman buku kecilnya untuk mencatat kutipan favorit. Yugyeom, yang duduk di sampingnya, tak benar-benar fokus pada film. Matanya terus melirik Tzuyu—cara alisnya sedikit berkerut saat adegan sedih, cara dia menggigit bibir bawahnya tanpa sadar saat cerita memuncak, dan cara rambutnya jatuh menutupi sisi wajahnya saat angin malam bertiup. "Cantik banget," gumam Yugyeom dalam hati, lalu cepat mengalihkan pandangan saat Tzuyu menoleh sekilas, takut ketahuan.
Malam semakin dingin, angin musim gugur membawa hawa sejuk yang menusuk. Tzuyu, yang hanya pakai jaket tipis, mulai menggosok tangannya pelan, mencoba menghangatkan diri tanpa mengeluh. Yugyeom notice gerakan kecil itu, dan tanpa pikir panjang, dia melepas hoodie-nya. Dengan gerakan lembut tapi tegas, dia menyelimutinya di pundak Tzuyu, jari-jarinya sedikit menyentuh bahunya saat melakukannya. "Kamu dingin," katanya sederhana, suaranya rendah dan penuh perhatian, hampir seperti bisikan di tengah suara film.
Tzuyu menoleh, matanya bertemu dengan Yugyeom dalam jarak yang begitu dekat—hanya beberapa inci memisahkan mereka. Cahaya dari layar memantul di wajah Yugyeom, membuat matanya terlihat lebih hangat dari biasanya. "Kamu selalu gini ya?" tanyanya, suaranya lembut tapi ada nada penasaran yang terselip, hampir seperti tantangan kecil. Yugyeom tersenyum—senyum yang kecil tapi tulus, yang membuat jantung Tzuyu berdetak lebih cepat dari biasanya. "Cuma buat kamu, Tzu," jawabnya, nadanya santai tapi ada kelembutan yang tak bisa disembunyikan. "Aku nggak mau kamu ngerasa sendirian di malam kaya gini."
Tzuyu tak menjawab langsung. Dia menunduk, tangannya menggenggam ujung hoodie Yugyeom yang kini membungkusnya. Aroma Yugyeom—campuran sabun segar dan sedikit keringat dari latihan sebelumnya—tercium samar, dan entah kenapa, itu terasa nyaman, seperti pelukan yang tak perlu disentuh. Untuk pertama kalinya, Tzuyu tak menarik diri—dia membiarkan hoodie itu tetap di pundaknya, membiarkan kehangatan Yugyeom meresap ke dalam dirinya, meski hanya melalui kain.
Film terus berjalan, tapi suasana di antara mereka terasa lebih hidup daripada cerita di layar. Yugyeom, yang biasanya penuh percaya diri, merasa jantungnya berdegup tak karuan setiap kali jari Tzuyu tak sengaja menyentuh lengannya saat menggeser posisi. Tzuyu, yang selalu menjaga jarak dengan dunia, merasa dindingnya perlahan retak—setiap kata Yugyeom, setiap tatapan singkat, seperti membukakan pintu kecil yang selama ini dia kunci rapat.
Saat adegan puncak film tiba—pasangan di layar berpelukan di bawah hujan—Yugyeom melirik Tzuyu lagi, dan kali ini, Tzuyu membalas tatapannya. "Kamu suka cerita kaya gitu?" tanya Yugyeom pelan, ada nada bercanda di suaranya. Tzuyu mengangguk kecil, lalu berkata, "Kadang. Tapi aku lebih suka yang nyata." Yugyeom terdiam, matanya melebar sejenak sebelum tersenyum lebar. "Kalau gitu, aku harus bikin cerita nyata yang lebih bagus buat kamu," katanya, nadanya penuh janji yang tak terucapkan.
Malam berakhir dengan sorak sorai mahasiswa saat kredit film bergulir, tapi bagi Tzuyu dan Yugyeom, waktu seolah berhenti di barisan belakang itu. Tzuyu akhirnya melepas hoodie Yugyeom, menyerahkannya kembali dengan gerakan pelan. "Makasih," katanya singkat, tapi matanya tak bisa menyembunyikan kelembutan yang mulai tumbuh. Yugyeom mengambilnya, jari-jarinya sengaja menyentuh tangan Tzuyu lebih lama dari yang diperlukan. "Kapan-kapan kita nonton bareng lagi ya, Tzu," katanya sambil berdiri, senyumnya penuh harap.
Tzuyu tak menjawab, tapi saat dia berjalan pulang sendirian di bawah langit penuh bintang, dia merasa ada sesuatu yang berbeda. Malam itu bukan hanya tentang film—itu tentang Yugyeom, tentang kehangatan hoodie-nya, tentang jarak yang semakin dekat di antara mereka. Dan untuk pertama kalinya, Tzuyu tak yakin apakah dia ingin menjaga dindingnya tetap berdiri.
To Be Continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Hearts (✔️)
FanfictionCinta Segitiga sudah biasa. Bagaimana dengan cinta segiempat??? !@#$%&*