Lagi dan lagi gelombang itu menyerangku. Menekan benakku dari berbagai arah. Campuran emosi orang-orang yang tak bisa kupahami. Rasanya aku tak bisa berpikir secara pribadi sekarang. Hey, aku bukan spons yang menyerap emosi orang-orang!
---
Aku terbangun tiba-tiba dari tidurku. Bukan karena ada kapur melayang ke kepalaku, tapi karena gelombang itu menyerang tiba-tiba dan menghentak benakku--bahkan ketika aku sedang terlelap. Gelombang siapa itu sampai mengganggu tidurku?
Aku celingukan dengan mata masih merah karena tidur tadi. Tapi yang kudapati adalah tatapan semua mata teman sekelasku dan Dongwook Ssaem lurus kepadaku. Aku menoleh dengan pandangan bertanya ke teman sebangkuku, Yunseong.
"Bisa tolong jelaskan kembali apa yang baru saya jelaskan?" tanya Dongwook Ssaem tajam, memecah keheningan. Suaranya datar dan dalam, tanda beliau sedang murka.
Aku terpaku mendengarnya. Aku tidak tahu sama sekali. Bahkan aku tidak tahu materi apa yang sedang dijelaskan. Suara monotonnya benar-benar pengantar tidur paling ampuh. Ditambah malamnya aku baru tidur dini hari karena menamatkan serial Descendant of the Sun. Aku terdiam selama beberapa menit, tiba-tiba tertarik pada noda saus di ujung sepatuku bekas tadi pagi.
"Minji-ssi," panggil Dongwook Ssaem dengan tatapan menunggu, sambil mengangkat sebelah alisnya.
Dengan takut-takut aku mengangkat kepalaku dan mengalihkan pandanganku ke mata Dongwook Ssaem yang mengkilat karena kacamatanya memantulkan cahaya matahari dari jendela--menguntungkan karena aku jadi tidak bisa melihat tatapan sinis di balik kacamatanya itu. Setelah mengumpulkan keberanian sebisaku, aku menggeleng pelan dan cepat-cepat menatap kembali ujung sepatuku, tak berani mendengar vonis yang akan datang. Orang yang dihukum Dongwook Ssaem biasanya akan segera tobat--entah karena hukumannya begitu mengerikan atau apa, aku tidak tahu. Atau lebih tepatnya, belum tahu.
"Sepertinya Minji terlalu sibuk menganyam bulu matanya sehingga tidak mendengar apapun," kata Dongwook Ssaem singkat, padat, dan jelas. Andai yang bicara begitu bukan Dongwook Ssaem, aku jamin kelas akan meledak dalam tawa karena lawakan yang sangat tidak berbobot itu.
Aku memutuskan untuk tidak menimpali, atau nyawaku akan semakin terancam. Oke, ini berlebihan. Tapi tindakanku untuk tidak melawan merupakan pilihan terbaik sejauh ini.
"Membuat sepuluh halaman resume untuk pelajaran ini sepertinya cocok untukmu," kata Dongwook Ssaem akhirnya, ketika bel pergantian pelajaran berbunyi. Biasanya aku bahagia mendengar bel itu. Tapi sekarang bel itu seperti ketokan palu di pengadilan bagiku. "Minggu depan saya tunggu karya tulis anda di meja saya. Sampai bertemu di pertemuan selanjutnya," lanjutnya sambil tersenyum sinis dan berlalu dari kelas.
Aku memandang nanar ke noda di ujung sepatuku. Dan setelah sekian lama noda itu menarik perhatianku, aku menyadari ternyata itu bukan saus. Tapi kecap. Ah, pabo, pabo. Apa bedanya coba? Rupanya efek hukuman Dongwook Ssaem cukup besar bagiku. Buktinya belum apa-apa otakku sudah kacau.
Dan tugas resume itu... Apa yang harus kutulis dalam karya tulis ilmiah Fisika? Mengerti saja tidak, dan sekarang aku harus membuat karya tulis dalam waktu seminggu?
Yunseong menepuk bahuku pelan tanda ikut berduka.
"Mau ikut?" tanyanya.
"Ke mana?" aku malah balik bertanya tanpa menoleh.
"Ke toilet."
Aku melotot ke arahnya. Gila apa?
"Kau bercanda," ujarku tak acuh.
"Aku serius. Kau tahu kan tempat di dekat toilet utara, ada bekas taman yang sudah jarang dikunjungi orang karena banyak pohon? Banyak orang beranggapan itu tempat angker, jadi tempat itu selalu sepi."
YOU ARE READING
KNOWING
FanfictionBagaimana jika kau dianugerahi sebuah kemampuan untuk mengetahui yang tidak diketahui orang-orang? Apakah kau akan senang, atau bahkan benci dan ingin melepas kemampuan itu?