Part 1 - Dia Lagi!

46 1 0
                                    


Aku berkali-kali menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Kepalaku terasa pening. Kenapa diantara semua dosen di kampus tercintaku ini harus dia yang mengajar di kelasku?

Bani Prasetya, dosen muda dikampusku yang terkenal karena kepintarannya. Idola baru kampus sejak satu tahun yang lalu. Semua orang di kampus tidak ada yang tidak mengenalnya. Bahkan univesitas sebelah pun aku yakin tahu kalau dia sedang menjadi dosen disini.

Banyak mahasiswa yang menggagumi dan memujanya, bahkan aku juga sering dengar para dosen memujinya. Dengan IQ lebih dari 130 sudah pasti dia jenius. Tampangnya... hmm lumayan sih, diatas rata-rata. Tubuh nya tinggi tapi tidak terlalu kurus atau terlalu berisi.

Tapi itu semua tidak membuat aku terkesan dengan dosen bernama Bani itu.

Mungkin kalian menganggapku tidak sopan karena berani mengatainya dengan nama depan. Tapi aku tak peduli, karena dia memang seumuran denganku. Bahkan kami pernah satu kelas waktu kelas tujuh SMP dulu.

Pertama, perlu dicatat bahwa bukan aku yang tidak naik kelas. Tapi dia yang terlalu pintar sampai-sampai dia bisa masuk kelas akselerasi waktu SMP dan aku juga dengar dari temanku yang lain bahwa di SMA pun dia masuk kelas aksel. Jadi otomatis ketika aku baru masuk semester awal kuliah dia bahkan sudah dalam perjalanan menyusun skripsi untuk meraih gelar Sarjananya.

Aku sendiri bingung kenapa dia harus menjadi dosen dikampusku. Memang sih kampusku merupakan salah satu kampus yang terkenal di Indonesia. But I mean.. dengan kepintaran, ralat, kejeniusannya kenapa dia tidak menjadi profesor saja dan malah membuang-buang waktunya untuk menjadi dosen. Kalau aku jadi dia, aku pasti sudah pergi ke Amerika untuk bekerja di Nasa.


Padahal sudah satu tahun dia mengajar dikampusku dan selama itu pula tidak ada masalah diantara kami. Karena aku dan dia tidak pernah berada pada situasi yang mengharuskan kami untuk sekedar bertegur sapa. Aku bahkan yakin kalau dia melihatku dia tidak akan ingat bahwa kami dulu pernah satu kelas.

Disaat aku merasa semuanya akan baik-baik saja. Tiba-tiba semua berubah saat Tuan Jenius itu berulah.

Semester lalu dia menggantikan Pak Adi, dosen mata kuliah Sistem ku yang sedang cuti ibadah haji. Waktu itu ada tugas akhir yang menjadi penentu nilai akhir untuk mata kuliah Sistem dan sialnya bagiku semua tidak berjalan dengan baik. Aku terlambat mengumpulkan tugas. Padahal itu juga bukan salahku, hiks.

Saat akan pergi kekampus untuk mengumpulkan tugas, angkot yang aku naiki untuk ke kampus mogok. Supirnya mengatakan kepadaku untuk menunggu beberapa saat. Tapi karena lima menit aku menunggu dan mobil yang aku tumpangi tak kunjung menyala. Maka aku putuskan untuk turun dan mencoba naik ojek. Dan sekali lagi kesialanku belum selesai sampai disitu. Ojek yang aku tumpangi bannya bocor mendadak. Membuat keringat dingin keluar dari tukang ojeknya dan juga diriku, meski tentu untuk alasan yang berbeda.

Aku tidak tahu dosa apa yang sudah aku perbuat sampai Tuhan menguji kesabaranku sampai seperti itu. Yang pasti aku semakin panik karena waktu yang terus berjalan.

Aku melihat disekeliling ku tidak ada tanda-tanda tukang ojek yang lain, dan kalau aku naik angkot lagi pasti akan sangat lama. Karena aku lihat jalanan yang padat merayap. Akhirnya aku memutuskan untuk lari marathon ke kampus.

Aku sampai tiga puluh menit kemudian. Dan saat aku melirik jam tanganku ternyata aku juga sudah telat dua puluh menit dari batas waktu untuk mengumpulkan tugas. Aku buru-buru berlari ke ruangan dosen. Dan menemukan Bani yang sedang serius didepan laptopnya. Aku kemudian mengutarakan maksud kedatanganku. Kemudian tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya dia berucap,

"Kamu telambat. Saya gak bisa terima tugas kamu."

Aku seperti tersambar petir disiang bolong. Tapi aku tidak menyerah. Aku berusaha menarik nafas dalam dan bersikap tenang. Lalu mulai menjelaskan alasan kenapa aku terlambat. Tapi sepertinya apa yang aku ceritakan tak membuat dia menjadi berempati, karena dengan dinginnya dosen muda menyebalkan itu berkata,

"Bukan urusan saya. Kalau kamu saya tolerir nanti mahasiswa lain ikut-ikutan."

See? Ngeselin kan? Padahal sudah aku bilang kalau itu bukan salahku!

Bahkan sekarang aku merinding sendiri karena masih bisa ingat setiap kata yang dia lontarkan.

Aku ingat dulu aku sampai melongo saat mendengar ucapan itu. Kakiku yang sedikit bergetar karena aku bawa lari marathon terasa semakin tidak memiliki tenaga. Waktu itu aku sudah ingin menangis kalau tidak ingat bahwa aku sedang berada diruangan dosen. Dan aku tak mungkin menangis dihadapan dosen berhati dingin seperti dia. Bisa-bisa aku disangka mengemis-ngemis. Enak saja, aku tidak sudi.

Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari ruangan dosen dengan perasaan dongkol tanpa mengumpulkan tugasku.

And finally... thanks to him, nilai akhir mata kuliah Sistem ku BC. BC teman-teman. Memang masih tidak seburuk C atau mungkin D. Tapi tetap saja BC!

Bagi aku yang termasuk kedalam salah satu mahasiswa yang menganggap bahwa nilai IPK itu penting, nilai BC sudah termasuk kedalam kategori mimpi buruk. Perubahan nilai sekecil apapun sangat berarti bagiku.

It's matters for me, because it matters!

Berkat dia aku mendapatkan BC, nilai yang pertama kali aku dapatkan setelah lima semester aku kuliah. Dan semenjak itu pula aku mempunyai dendam tersendiri kepadanya.

Tapi sekarang aku harus menghadapi kenyataan bahwa dia menjadi salah satu dosen yang mengajar di kelasku semester ini. Hukuman macam apa lagi ini.

Tiba-tiba lamunanku buyar karena ada yang menyikut lenganku. Aku menatap Anita disampingku. "Dy kamu diabsen.."

Aku mendengar Bani memanggil namaku. Dengan malas aku mengacungkan tangan untuk memberitahu bahwa aku hadir. Aku yang mengacungkan tangan berhasil menarik perhatiannya dan akhirnya untuk pertama kali sejak dia masuk ke kelas ini, pandangan kami bertemu. Dia menatapku sebentar lalu kembali fokus kepada daftar absen kelasku.

Aku kira semuanya sudah selesai sampai kemudian dia berkata, "Kalau mau ngelamun jangan di kelas saya yah."

Tuh kan nyebelin emang.

Aku membuang nafas kasar dan menyandarkan punggungku di kursi. Berusaha mengendalikan emosiku supaya tidak meledak. Sabar Audy, sabar..

Selesai mengabsen dia kemudian menjelaskan tentang Rencana Pembelajaran Semester untuk mata kuliah yang dia ajar kali ini. Sistem pembelajaran dikelasnya, cara penilaian dan lain-lain yang semakin lama semakin tidak aku dengarkan. Aku baru tertarik ketika dia didepan sana dia bertanya,

"Siapa ketua kelas disini?"

"Audy pak..." anak-anak yang lain serempak menyebutkan namaku. Mendadak aku merinding. Shit. Aku merasakan hal buruk akan menimpaku.

Bani menatapku kemudian berkata,

"Nanti kamu kontak saya, biar kalau ada info tugas atau yang lainnya saya bisa informasikan melalui kamu untuk disebarkan ke teman-teman yang lain." Kepalaku otomatis mengangguk sampai aku teringat sesuatu.

"Pak.." seruku sebelum dia berpaling. "Saya gak tahu nomor bapak.."

Dia kemudian menatapku dengan dahi yang berkerut.

"Ya cari tahu dong.."

Oke fine, seharusnya aku tahu kalau manusia satu itu sangat hobi membuat orang lain bekerja lebih keras. Padahal apa susahnya menyebutkan nomor dia secara langsung. Toh dia bukan selebriti. Seperti nomor telponnya adalah nomor yang paling berharga di dunia saja, huh.

Dia kemudian mulai membuka slide materi dan mulai menerangkan. Aku kembali tidak mendengarkan. Fokusku hilang. Kepalaku benar-benar sakit sekarang.

Ini masih pertemuan pertama, dan masih tersisa 13 pertemuan lagi yang harus aku lalui dimatakuliah dosen menyebalkan ini. Semoga kesabaranku masih cukup sampai akhir nanti. Sepertinya perjalanan kuliahku semester ini akan sangat panjang.

Ya Tuhan, kuatkan aku.. kuatkan aku...

Audy & BaniWhere stories live. Discover now