Daffa berdiri di depan pintu kosan, menunggu persetujuan gue untuk masuk. Biasanya, dia bakal nyelonong aja seolah ini udah jadi rumah keduanya, tapi berhubung ini lagi minggu-minggu UAS, jadi gue membatasi intensitas ketemu kita. Bukannya gimana, kalau terus-terusan ketemu, yang ada nanti Daffa nggak sempat belajar.
"Aku butuh temen belajar," tandasnya waktu gue larang masuk.
"Tyas sama Bila belajarnya di kamar masing-masing, mereka nggak bisa belajar rame-rame."
"Please, tau sendiri aku kalau belajar gak bisa sendiri."
"Terserah deh, tapi aku gak mau nimbrung," tukas gue, mengetahui bahwa kalau ada gue nanti yang ada dia nggak fokus.
Daffa memutar manik matanya. "Ya."
Pada akhirnya gue membolehkan dia untuk masuk dan menggunakan area ruang makan buat belajar. Kalau di ruang tengah dia pasti bakal berisik karena dia nggak bisa membaca tanpa bersuara, yang mana bakalan mengganggu teman-temannya alias Tyas sama Bila. Kalau di kamar gue nanti malah ketiduran.
Tapi yang namanya Daffa tetap Daffa. Walaupun udah gue bilangin kalau Tyas sama Bila belajar masing-masing, sempat-sempatnya dia mengetuk pintu kamar mereka satu-satu demi mengajak belajar bareng. Ujung-ujungnya dia disemprot, tetap belajar sendiri juga di ruang makan.
Gue yang dari tadi memantau sebenasrnya agak kasihan. Dia terlihat setengah frustasi karena sepertinya bacaannya nggak ada yang masuk. Pada akhirnya gue menarik kursi dan duduk di sebelah dia, bikin dia menoleh keheranan.
"Aku temenin belajarnya. Cepet," ucap gue. Ya, temenin aja, soalnya gue nggak bisa membantu karena kita bukan dari jurusan yang sama.
Daffa menyerahkan beberapa lembar kertas materi. "Tolong."
Tanpa mempertanyakan lebih lanjut, gue mengambil kertas materi itu dan mulai membacanya. Daffa lebih mudah belajar lewat media audio daripada media visual semacam buku. Makanya, hampir setiap kelas dia selalu merekam dosennya biar nggak lupa apa yang dipelajari. Dan ketika lagi musim UAS gini, harus ada yang bisa menjelaskan ulang materinya supaya dia paham.
"Ada yang mau diulang gak?"
Daffa menggeleng serius. "Nggak, makasih."
Gue nggak langsung beranjak dari sana. Diam-diam gue memperhatikan dia sambil pura-pura membaca materi UAS nya sementara dia fokus dengan soal latihan di hadapannya.
Mata gue membulat waktu tiba-tiba Daffa meraih tangan gue lantas menggenggamnya. Matanya masih terpaku dengan soal latihannya, bikin gue terheran kalau hal barusan merupakan sebuah kesalahan aja.
"Daf?"
Daffa masih bergeming. Tanpa melirik gue, dia merespon, "Jangan ke mana-mana, temenin aku aja di sini."
—